Ada sebuah cerita sejarah pada kurun waktu yang lalu pemerintah melarang "unjuk gigi" berlaga mempertontonkan kepiawaian salah satu tim peserta cabang olah raga di serial pesta pertandingan nasional. Alasan tersebut ditengarai ada beberapa supporternya yang tidak hanya sekali melakukan aksi kriminal. Pelemparan batu, pengeroyokan, vandalism, penjarahan dan sebagainya.
Deskripsi kronologis, latar
belakang, serta berbagai macam fakta-fakta pendukung di lapangan tidak luput
dari catatan sejarah yang tersimpan. Selang beberapa puluh bahkan beberapa ribu
tahun ke depan tidak banyak golongan manusia mempelajari mengenai resolusi
pandang tentang sejarah tersebut. Kalaupun mempelajari hanya headline yang
mengutamakan larangan "unjuk gigi" ketika bertanding. Sedang subtansi
alur kejadian sebagai hukuman pelanggaran tidak seraya di perdalam maksud
tujuannya. Bahkan bisa jadi, karena sanadnya sudah berbeda tafsir akan hal
kejadian, bisa terputus hubungan maknanya, aspek tujuan atas kejadian tersebut.
Sampai saat waktunya tiba,
setelah ribuan tahun berikutnya rumor menggempar di peraturan cabang olah raga
tentang larangan "unjuk gigi" kian menghangat. Jadi, bahasan
sementaranya pemain tidak boleh mengeluarkan giginya satupun ketika saat sedang
melakukan pertandingan. Ini karena ada beberapa dari kalangan pengamat yang
menemukan catatan sejarah ribuan tahun yang lalu yang melarang aksi "unjuk
gigi".
Sontak, beberapa pemain serta
pelatih cabang olah raga tersebut keheranan. Pasalnya tidaklah mungkin disebuah
pertandingan huforia semangat laga pertandingan tidak bisa terelakkan dengan
semangat antar sesama pemain, tentunya harus berkomunikasi dan mengunjukan gigi
keluar mulutnya. Mereka saling bertanya, tentang wacana peraturan baru
tersebut. "Lantas kalau kita main olah raga harus mingkem enggak boleh
mengeluarkan giginya?", kok jadi aneh saja ini peraturan".
Dari kejadian di atas sangatlah
perlu tentang mempelajari sejarah dari berbagai sudut pandang karena tidak
hanya satu bagian yang mengalami sejarah tersebut. Kemudian tentang resolusi
pandang tentang kejernihan melihat substansi yang di sampaikan terhadap
kejadian. Serta tidak serta mempelajari hanya larangan dari hal yang tertulis.
Adakalanya kita dituntut bersabar, bernafas panjang. Belajar mempelajari urutan
kronologi mengungkap fakta dari berbagai pihak agar tidak menjadi "wong
gumunan, kagetan" dan masuk anginan.
No comments:
Post a Comment