“Ibu, bolehkah aku bersimpuh di
hadapmu? Maafkan aku sebagai anakmu aku masih belum bisa sepenuhnya
membahagiakanmu,”
sungkem ,dalam kepada Ibu.
Terima
kasih atas kasih sayangmu karena bagiku, engkau adalah udara yang aku hirup
bersama hidupku. Kekuatan menuju jalan mencarai ketenangan hati, pikiran serta
tingkah laku. Kedekatanku semenjak kecil dan menyadari ibu sebagai tempat
ternyamaku dalam dekapannya. Aku selalu takjub atas pengorbanannya dari melahirkan
serta mendidik aku serta dua kakaku. Masa kecil ibu tidak seberuntung aku. Banyak
pelajaran hidup yang bisa petik dari beberapa pengalaman dan ternyata aku tak bisa
membayangkan jika masa kecilku sama seperti masa kecil ibuku.
Tujuan
ibuku menghadapi hidup adalah sederhana agar kelak anak-anaknya lebih beruntung
hidupnya dibanding dengan kehidupan masa kecilnya. Tujuan itu aku pahami ketika
remaja. Saat aku bisa mengerti begitu berat mamaknai proses yang bernama
menjemput rezeki. Kini beliau sudah berada dimasa senja. Kemampuannya sudah
tidak seperti sedia kala. Ibu, maafkan anakmu belum bisa membalas semua kebaikanmu.
Aku hanya ingin membuatmu bisa tersenyum. Aku mengerti atas do’a yang selalu engkau
panjatkan terutama untuk kebahagianku dikehidupan kelak bersama istri serta
keturunanku. Ibu sungguh tidak ada seseorang yang sangat bisa mengerti perasaanku
kecuali Ibu.
Terima Kasih, Ibu.
No comments:
Post a Comment