Dua hari yang lalu, satu teman saya pamitan pergi
selama-lamanya. Usianya masih muda, belum genap hingga 20 tahun. Namun atas keadaan
itu, Allah SWT berkehendak lain, begitu sayang kepadanya. Keluarga serta teman-teman, pastinya telah ikhlas dan menyadari bahwa kedudukan
kita adalah milik Allah SWT. Mengenai waktu serta cara bertemunya telah menjadi
ketetapan serta rahasia illahi yang tak seorang pun tahu.
Sebagai penyadaran diri saya harus menanamkan
pengertian tentang kalimat yang berbunyi, “Kita semua milik-Nya dan kepada-Nya
pula kita akan kembali.” Untaian kalimat itulah yang bisa membuat saya semakin
sadar tujuan hidup dan kehidupan yang terlalu cepat dilewati.
Pagi di hari Senin, pandangan kosong saya tertuju pada
tumpukan tanah makam itu. Di sebelahnya ada lubang berbentuk persegi panjang. Saya
menarik nafas dalam-dalam. Saya merasakan tempat tersebut adalah persinggahan terakhir
manusia di dunia. Kemudian saya juga merenungi tentang usia, ternyata itu semua
bukan sebagai batasan cara manusia bertemu dengan Tuhannya.
Sebelumnya, 5 bulan yang lalu sahabat sekaligus
saudara juga pergi di usia yang bagi saya cukup muda. Ya betul, seakan dalam
mimpi karena belum lama saya masih terlibat diskusi. Dia banyak bercerita
tentang perkembangan buah hatinya. Kiranya dua peristiwa tersebut saya semakin
yakin, usia bukan menjadi dalih secara umum meninggalnya seseorang. Orang
usianya lebih sepuh bisa jadi hingga
sekarang masih bisa melanjutkan segala aktifitasnya termasuk masih semangat mempertahankan
hidup dengan bekerja. Sedangkan seseorang di usia yang relatif muda malah lebih
awal kembali. Pertanyaan selanjutnya, “Lalu, Kapan kita akan menyusul?”
kesempatan ini masih patut diperjuangkan.
No comments:
Post a Comment