Lagi-lagi
Dharma hampir susah tidur di tiap malamnya, apalagi saat Ramadhan sekarang ini
hampir malamnya digunakan duduk-duduk di depan rumah. Berteman secangkir kopi,
sebungkus rokok beserta korek api, sebatang habis kemudian ambil lagi batang
berikutnya. Sajaknya memang caranya menghabiskan malamnya cuma kegiatan seperti
itu. Kartono berjalan dari arah timur menuju rumahnya yang tak jau berdampingan
dengan Dharma.
"Dhar,
saya amati hampir tiap malem km kok ada didepan rumah memang ada apa
tho?",tanya Kartono yang kemudian berjalan mampir ke rumah Dharma.
Lantas
Dharma masih tidak beranjak dari duduknya. Senyum kecil diberikan kepada
Kartono, tangan kirinya Dharma menepuk-nepukan tangannya ke lantai sembari
menoleh lantai seakan memerintahkan Kartono untuk menemani Dharma.
"Aku
tiap malam berfikir hanya masalah sepele, Kar. Masalahnya berganti ganti
tergantung kejadian yang aku alami selama satu hari tadi. Wajar jika kamu
begitu perhatian, orang-orang sering mengatakan saya ini orang aneh, tapi
menurutku di depan rumah ini aku bisa melihat diriku sendiri", Dharma
menghisap rokoknya sambil menatap jalan yanh berangsur sepi.
"Masalah
apa tho kang Dharma?mungkin aku bisa bantu memecahkannya", Kartono duduk
disampingnya kedua kaki ditekuk sama-sama berlesehan.
"Anu
Kar, aku kok malu terhadap diri sendiri. Rasanya saya masih terlalu berlebihan
terhadap semua keinginan", Dharma merunduk serasa malu kepada Kartono.
"Lhah
memangnya hidupmu berlebihan Dhar?menurutku kamu itu hampir sama denganku
sebagai rakyat jelata",Kartono merasa keheranan melihat Dharma.
"Haha...kamu
itu memang aneh kok Dhar...lha wong kecil itu boleh berlebihan", asal
hanya angan saja ndak masalah tho, hanya cita-cita selagi gak menyusahkan orang
lain", Kartono sambil berkelakar hampir mengejek Dharma.
"Semprul
kamu, Kar?justru karena wong kecil itu harus tau diri dan menerima yang Tuhan
berikan", sanggah Dharma sedikit hampir senyum kepadanya.
"Hampir
tiap hari aku hidup paling sederhana tapi kok masih ada orang yang lebih sederhana daripadaku", Dharma
menghela nafas.
"Aku
berusaha sudah sabar tapi masih ada orang yang lebih bersabar dariku,
kemudian",
"Aku
mengurangi menangis mencoba tegar atas
terpaan dari cobaan istri dan anak-anakku, Namun ada yang lebih ceria
menganggap cobaan menjadi makanan sehari-hari yang tak tahu kapan
berakhir", sepertinya Kartono sedikit mengetahui alasan Dharma atas
kegundahan hatinya.
"Oh,
kalo begitu..mending kang Dharma cepet telp saja sama Gusti Allah, Dia lebih
tau alasan mengapa semuanya bisa terjadi dan itu jalan yang pas menurutku
kang!" ,jawab Kartono agak serius.
***
No comments:
Post a Comment