Makanan
yang bernama kupat sering ditemui bertepatan perayaan Hari Raya Idul Fitri. Adanya
makanan khas lebaran berbentuk segi empat anyaman janur (daun muda pohon
kelapa) yang berisikan beras kemudian ditanak dan disajikan dengan sayur santan
ataupun opor ayam. Namun simbol tersebut tidak dapat diartikan hanya sebatas
kebiasaan menu untuk lebaran saja. Tradisi turun temurun dari nenek moyang
sejarah berupa sajian makanan tidak lepas dari esensi akhir untuk peradapan
manusia baik untuk sekarang maupun kehidupan di kemudian hari.
Pendekatan
orang tua zaman terdahulu kebanyakan tidak secara langsung memberikan ajaran
kebaikan secara verbal. Karakteristik lemah lembut kepada masyarakat yang pada
umumnya masih awam, maka beliau (para orang tua) atau bisa disebut para Wali
memberikan ajaran islam melalui metode keseharian masyarakat yang selalu mereka
senangi. Semisal tradisi membuat makanan dan memberikan pemaknaan halus untuk
mengajarkan nilai-nilai islam.
Para
Wali memberikan nama yang mudah disebut dan dipahami. Tujuannya agar disaat
masyarakat berada dalam kegiatan tersebut maka bisa langsung meresapi ajaran
islam kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pemberian nama kupat
yang bisa diartikan ngaku lepat, secara nama tidak ada hubungannya dari bahan-bahan
yang terkandung dalam makanan tersebut. Secara tujuan bahwa para Wali mengajak
masyarakat untuk melakukan evaluasi diri dengan mengakui kesalahan yang telah
mereka perbuat. Pengakuan menjadikan sifat rendah hati kepada orang lain karena
mengakui bahwa manusia tempat mempunyai kesalahan dan bersegera untuk memohon
maaf kepada sesamanya.
Secara
kebiasaan kupat disajikan disaat Hari
Raya Idul Fitri atau lebaran artinya setelah orang islam melalui puasa Ramadhan
disempurnakan dengan mengeluarkan zakat fitrah (pensucian diri) selanjutnya
dilanjutkan dengan evaluasi kesalahan yang telah diperbuat kepada sesamanya
yang disebut tradisi Halal bi Halal (saling memaafkan atau menghalalkan semua kesalahan).
Penyajian kupat dibarengi dengan tradisi Halal bi Halal yang mempunyai makna
bahwa setiap manusia pada hari tersebut mengakui semua kesalahan yang telah
mereka perbuat.
Penyajian
kupat juga sering disertakan sayur yang tebuat dari santan. Secara keselarasan kupat
ini sangat pas apabila disajikan dengan
sayur yang pada umumnya bersantan. Santan dalam bahasa jawa sering disebut
dengan santen atau secara filosofi ngapunten yang berati minta maaf.
Pemberian nama santen sangat masuk
akal apabila dihubungkan dengan filosofi saling memaafkan.
Tradisi
kupat merupakan pemaknaan agama, budaya dan kesenian peradaban masyarakat yang
turun temurun hingga sekarang masih dilestarikan sebagai puncak kesadaran
manusia sebagai makhluk yang mempunyai banyak kesalahan dan lahir kembali
sebagai manusia yang suci melanjutkan kehidupannya. Pemaknaan agama berarti
kupat sangat identik dengan Hari Raya Idul Fitri merupakan hari raya umat islam
seluruh dunia. Makna secara budaya bahwa kupat sudah secara kebiasaan masyarakat
di suatu tempat secara turun temurun. Secara kesenian atau aspek seni bahwa
bentuk kupat berupa anyaman janur yang begitu indahnya yang merupakan ekspresi
estetika buah karya manusia. Penyajian tersebut dapat disimpulkan bahwa agama
tidak terlepas dari unsur kebudayaan dan kesenian disuatu tempat asalkan tidak
melanggar syariat islam itu sangat dianjurkan.
FOTO : SUMBER GOOGLE
No comments:
Post a Comment