Wednesday, 11 May 2016

Jalan Yos Sudarso Keberkahan Bersama, Masyarakat Pesisir






Jalan Yos Sudarso Wiradesa terletak di Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan. Dari arah pusat keramaian jalan Wiradesa, menuju arah timur 200 meter ke arah utara maka disana terdapat sebuah jalan yang menuju arah pesisir pantai utara, Kabupaten Pekalongan. Merupakan jalan penghubung dua kecamatan yaitu Kecamatan Wiradesa dan Kecamatan Wonokerto.

Sebelum mengenal lebih jauh tentang jalan ini alangkah baiknya kita mengenal mendiang Yos Sudarso. Seorang pahlwan nasional berasal dari Kota Salatiga yang mempunyai nama lengkap Yosaphat Sudarso. Ia lahir pada tanggal 24 November 1925 yang kemudian harus gugur dalam pertempuran Laut Aru setelah ditembak oleh kapal patroli Hr. Ms.Eversteen milik armada Belanda pada masa kampanye Trikora dalam usia 36 tahun.


Kembali ke Jalan Yos Sudarso Kecamatan Wiradesa, adalah sebuah jalan yang tidak pernah sepi dari penggunanya. Sebelum aktifitas manusia dimulai sekitar sepertiga malam jalan ini dilalui oleh nelayan yang baru pulang dari perantauannya. Biasanya mereka pulang dari pelabuhan besar di Jakarta kemudian di sambung menggunakan bus sebagai angkutan daratnya. Sekitar pukul 03.00-05.00 WIB sampailah mereka di perempatan Wiradesa. Untuk menuju ke rumahnya maka dipihlah becak sebagai angkutannya. Sekitar kurang lebih 2 Km melewati Jalan Yos Sudarso ke arah utara. Sebagian besar mereka para nelayan ini bertempat tinggal di Desa Bebel, Desa Wonokerto, Desa Tratebang dan Desa Sijambe. Kesemuanya desa tersebut berada dekat dengan Pesisir Pantai Utara.

Mentari pun mulai beranjak dari peradabannya, hilir mudik para siswa SD, Madrasah, SMP dan SMA meramaikan aktifitasnya.  Rombongan siswa SD dan madrasah mengekor dari depan hingga belakang dengan sepeda BMX nya kemudian siswa SMP yang sangat setia dengan sepeda MTB nya yang tak kalah asyiknya menyambut pagi dalam bersekolah. Bagi orang tua yang tidak tega melihat anaknya  atas ramainya jalan, maka mereka dengan sepenuh hati rela mengantarkan hingga ke depan pintu gerbang sekolahnya. Berbeda dengan beberapa siswa SMA dengan kepercayaannya atas mengendarai sepeda motornya yang tak sebanding dengan tata krama di jalanan. Alih-alih menjadi anak racing kecepatan yang membabi buta sering  membuat kaget bagi pengguna jalan lainnya. Menginjak pukul 07.30 WIB keramaian jalan diisi oleh pekerja kantoran yang sebagian besar bermukim di Perumahan Pisma Griya Permai.

Aktifitas jalan dengan kompleksitas penggunanya baik sepeda,becak, dokar, motor, mobil serta alat transportasi lainnya serta segala macam aktifitas masyarakatnya, membuat para pedagang mencoba menawarkan berbagai komoditas dagangannya. Sebagian besar berupa makanan atau kuliner. Namun usaha jasa pun tetap ada meski dapat dihitung dalam hitungan jari. Seperti yang pernah saya dengar dari seorang yang sedang belajar ilmu agama, bahwa keberkahan hidup paling besar didapatkan dari usaha perdagangan. Sepertinya ada korelasi diantara keduanya.

Bisnis kuliner prospek besar bagi para pedagang. Samakin hari Jalan Yos Sudarso dibanjiri oleh penjual kuliner. Berdirinya pedagang baru di sepanjang jalan bertambahnya pula pustaka kuliner yang dapat dinikmati oleh pecintanya. Dari bagian ujung selatan atau pintu masuk Jalan Yos Sudarso dapat ditemui kuliner mie ayam, nasi megono, nasi goreng, bakmi rebus dan lesehan lamongan. Disambung lagi dengan aneka pecel dan rujak beserta minuman dingin berupa es cendol. Jika berjalan ke arah utara maka akan menemukan kuliner bubur ayam khas Jakarta. Dimeriahkan dengan pedagang tahu khas Tegal dan dipadukan oleh kuliner makanan berat yaitu ayam panggang yang berada tepat di perempatan Desa Kemplong. Tidak hanya itu apabila perjalanan diteruskan maka akan ditemui aneka jajanan diantaranya batagor, piscok, siomay, gorengan, tahu krez, cimol, ketoprak, kue putu, martabak mini, roti bakar, amir dorayaki, martabak manis, takoyaki, molen, onde-onde, seblak dan masih banyak lainnya.

Gambaran pembelinya pada awalnya Saya mengira perkembangan yang pesat tersebut diakibatkan oleh adanya perumahan pisma yang terletak 2 Km dari arah jalan utama pantura. Namun ternyata bukan dari faktor tersebut. Setelah saya pelajari maka tradisi dari masyarakat pesisir yang lebih menyukai kuliner yang menjadi penyebab semua jajan kian ramai dikunjungi. Terlebih jika sore menjelang hingga malam  jalanan terus dihadiri oleh kuliner tersebut. Dengan alasan jalan-jalan sore atau sekedar membeli makan malam kawula muda hingga orang dewasa tidak jarang dalam tiap harinya asyik dengan kebiasaanya tersebut.

Karakteristik masyarakat pesisir sebagai nelayan menjadikan keberkahan sendiri bagi desa sekitar. Kebiasaan nelayan yang apabila mereka bekerja dalam kurun waktu tertentu maka disaat pulang ke rumahnya, mereka akan berusaha menikmati segala macam keadaan dirumahnya termasuk kuliner. Semisal nelayan berada di laut sekitar 4 bulan lamanya. Ketika mereka kembali ke daratan selama 2 bulan mereka lebih menyukai rutinitas sebagai penikmat segala macam yang tidak mereka temukan di laut. Lebih bersifat sebagai melepas kepenatanh misalkan rekreasi bersama keluarga, keliling daerah sekitar. Sebagai pengobat rindu setelah berbulan-bulan lamanya meningggalkan tempat tinggalnya. 

Keberkahan lain didapatkan dengan sifat pemurah para nelayan. Sifat tersebut dapat dilihat dari kedermawaan mereka apabila datang dari perantauannya. Meskipun bulan tersebut mendapatkan hasil tangkapan yang tidak seberapa, maka mereka pun tetap berbagi kepada sanak saudaranya bahkan tetangga sekitar turut merasakannya. Begitu hebatnya rasa empati kepada sesamanya. Apalagi jika hasil tangkapannya melimpah ruah dengan istilah “halong” yang berarti mendapatkan hasil tangkapan berlebih. Maka bagi mereka yang kebetulan rumahnya berdekatan akan merasakan kebahagiaannya juga. Termasuk bagi para penjual kuliner di sekitar Jalan Yos Sudarso turut menikmati pembeli yang semakin terus bertambah dan menjadi pusat rujukan kuliner di Kecamatan Wiradesa dan sekitarnya.




No comments:

Post a Comment