Jalan
Yos Sudarso Wiradesa terletak di Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan. Dari
arah pusat keramaian jalan Wiradesa, menuju arah timur 200 meter ke arah utara
maka disana terdapat sebuah jalan yang menuju arah pesisir pantai utara,
Kabupaten Pekalongan. Merupakan jalan penghubung dua kecamatan yaitu Kecamatan
Wiradesa dan Kecamatan Wonokerto.
Sebelum
mengenal lebih jauh tentang jalan ini alangkah baiknya kita mengenal mendiang
Yos Sudarso. Seorang pahlwan nasional berasal dari Kota Salatiga yang mempunyai
nama lengkap Yosaphat Sudarso. Ia lahir pada tanggal 24 November 1925 yang
kemudian harus gugur dalam pertempuran Laut Aru setelah ditembak oleh kapal
patroli Hr. Ms.Eversteen milik armada Belanda pada masa kampanye Trikora dalam
usia 36 tahun.
Kembali
ke Jalan Yos Sudarso Kecamatan Wiradesa, adalah sebuah jalan yang tidak pernah
sepi dari penggunanya. Sebelum aktifitas manusia dimulai sekitar sepertiga
malam jalan ini dilalui oleh nelayan yang baru pulang dari perantauannya.
Biasanya mereka pulang dari pelabuhan besar di Jakarta kemudian di sambung
menggunakan bus sebagai angkutan daratnya. Sekitar pukul 03.00-05.00 WIB
sampailah mereka di perempatan Wiradesa. Untuk menuju ke rumahnya maka dipihlah
becak sebagai angkutannya. Sekitar kurang lebih 2 Km melewati Jalan Yos Sudarso
ke arah utara. Sebagian besar mereka para nelayan ini bertempat tinggal di Desa
Bebel, Desa Wonokerto, Desa Tratebang dan Desa Sijambe. Kesemuanya desa
tersebut berada dekat dengan Pesisir Pantai Utara.
Mentari
pun mulai beranjak dari peradabannya, hilir mudik para siswa SD, Madrasah, SMP
dan SMA meramaikan aktifitasnya. Rombongan siswa SD dan madrasah mengekor
dari depan hingga belakang dengan sepeda BMX nya kemudian siswa SMP yang sangat
setia dengan sepeda MTB nya yang tak kalah asyiknya menyambut pagi dalam
bersekolah. Bagi orang tua yang tidak tega melihat anaknya atas ramainya
jalan, maka mereka dengan sepenuh hati rela mengantarkan hingga ke depan pintu
gerbang sekolahnya. Berbeda dengan beberapa siswa SMA dengan kepercayaannya
atas mengendarai sepeda motornya yang tak sebanding dengan tata krama di
jalanan. Alih-alih menjadi anak racing kecepatan
yang membabi buta sering membuat kaget bagi pengguna jalan lainnya. Menginjak
pukul 07.30 WIB keramaian jalan diisi oleh pekerja kantoran yang sebagian besar
bermukim di Perumahan Pisma Griya Permai.
Aktifitas
jalan dengan kompleksitas penggunanya baik sepeda,becak, dokar, motor, mobil
serta alat transportasi lainnya serta segala macam aktifitas masyarakatnya,
membuat para pedagang mencoba menawarkan berbagai komoditas dagangannya.
Sebagian besar berupa makanan atau kuliner. Namun usaha jasa pun tetap ada
meski dapat dihitung dalam hitungan jari. Seperti yang pernah saya dengar dari
seorang yang sedang belajar ilmu agama, bahwa keberkahan hidup paling besar
didapatkan dari usaha perdagangan. Sepertinya ada korelasi diantara keduanya.
Bisnis
kuliner prospek besar bagi para pedagang. Samakin hari Jalan Yos Sudarso
dibanjiri oleh penjual kuliner. Berdirinya pedagang baru di sepanjang jalan
bertambahnya pula pustaka kuliner yang dapat dinikmati oleh pecintanya. Dari
bagian ujung selatan atau pintu masuk Jalan Yos Sudarso dapat ditemui kuliner
mie ayam, nasi megono, nasi goreng, bakmi rebus dan lesehan lamongan. Disambung
lagi dengan aneka pecel dan rujak beserta minuman dingin berupa es cendol. Jika
berjalan ke arah utara maka akan menemukan kuliner bubur ayam khas Jakarta.
Dimeriahkan dengan pedagang tahu khas Tegal dan dipadukan oleh kuliner makanan
berat yaitu ayam panggang yang berada tepat di perempatan Desa Kemplong. Tidak
hanya itu apabila perjalanan diteruskan maka akan ditemui aneka jajanan
diantaranya batagor, piscok, siomay, gorengan, tahu krez, cimol, ketoprak, kue
putu, martabak mini, roti bakar, amir dorayaki, martabak manis, takoyaki,
molen, onde-onde, seblak dan masih banyak lainnya.
Gambaran
pembelinya pada awalnya Saya mengira perkembangan yang pesat tersebut
diakibatkan oleh adanya perumahan pisma yang terletak 2 Km dari arah jalan
utama pantura. Namun ternyata bukan dari faktor tersebut. Setelah saya pelajari
maka tradisi dari masyarakat pesisir yang lebih menyukai kuliner yang menjadi
penyebab semua jajan kian ramai dikunjungi. Terlebih jika sore menjelang hingga
malam jalanan terus dihadiri oleh kuliner
tersebut. Dengan alasan jalan-jalan sore atau sekedar membeli makan malam kawula
muda hingga orang dewasa tidak jarang dalam tiap harinya asyik dengan
kebiasaanya tersebut.
Karakteristik
masyarakat pesisir sebagai nelayan menjadikan keberkahan sendiri bagi desa
sekitar. Kebiasaan nelayan yang apabila mereka bekerja dalam kurun waktu
tertentu maka disaat pulang ke rumahnya, mereka akan berusaha menikmati segala
macam keadaan dirumahnya termasuk kuliner. Semisal nelayan berada di laut
sekitar 4 bulan lamanya. Ketika mereka kembali ke daratan selama 2 bulan mereka
lebih menyukai rutinitas sebagai penikmat segala macam yang tidak mereka
temukan di laut. Lebih bersifat sebagai melepas kepenatanh misalkan rekreasi
bersama keluarga, keliling daerah sekitar. Sebagai pengobat rindu setelah
berbulan-bulan lamanya meningggalkan tempat tinggalnya.
Keberkahan
lain didapatkan dengan sifat pemurah para nelayan. Sifat tersebut dapat dilihat
dari kedermawaan mereka apabila datang dari perantauannya. Meskipun bulan
tersebut mendapatkan hasil tangkapan yang tidak seberapa, maka mereka pun tetap
berbagi kepada sanak saudaranya bahkan tetangga sekitar turut merasakannya.
Begitu hebatnya rasa empati kepada sesamanya. Apalagi jika hasil tangkapannya
melimpah ruah dengan istilah “halong” yang berarti mendapatkan hasil tangkapan
berlebih. Maka bagi mereka yang kebetulan rumahnya berdekatan akan merasakan
kebahagiaannya juga. Termasuk bagi para penjual kuliner di sekitar Jalan Yos
Sudarso turut menikmati pembeli yang semakin terus bertambah dan menjadi pusat
rujukan kuliner di Kecamatan Wiradesa dan sekitarnya.
No comments:
Post a Comment