Thursday, 5 May 2016

Dialektikanya Banjarsari


Pasar merupakan tempat perputaran ekonomi di suatu tempat yang mengakibatkan interaksi manusia membentuk sebuah komunitas yaitu perdagangan. Banjarsari misalnya, sebuah pasar terbesar di Kota Pekalongan terletak di sebelah bagian utara dari pusat kota. Destinasi kebutuhan pokok, pakaian hingga kebutuhan tersier lainnya dapat diperoleh cukup dalam sebuah gedung bertingkat dengan segala kondisi bagian bagian didalamnya.

Jalan satu arah ke utara menjadikan ciri khas jalan menuju Banjarsari. Pertokoan disamping kanan kirinya, diapit oleh 2 kampung yang sekarang menjadi sejarah peradaban dan interaksi religi didalamnya. Kampung Cina dan kampung Arab yang bersebelahan dipadukan oleh berkumpulnya Suku Jawa bertemu dalam satu lingkup mempunyai tujuan yang mengatasnamakan perdagangan.

Gedung bertingkat menghadap arah timur yang sepertinya jika pertama kali melihatnya sebuah pasar modern dengan berbagai fasilitasnya termasuk tempat memutar layar lebar. Memang secara konsep seperti itu, didalam nya terdapat pula pasar tradisional yang dapat diakses dalam satu tempat. Didepan gedung ini terdapat sebuah gang dengan lebar 2 meter ke arah timur menuju perkampungan Arab. Sekitar 10 meter memasuki gang, terdapat sebuah masjid yang berukuran tidak begitu besar. Masjid berwarna putih dengan hiasan aneka tanaman hias memberikan nuansa kerindangan dengan hawa yang sejuk. Sangat istimewa disaat waktu sholat fardhu hampir shaf laki-laki memenuhi masjid tersebut. Tentunya hampir rata-rata yang berjamaah mempunyai interaksi yang erat  dengan Pasar Banjarsari.. Bukan berarti bagi mereka yang lain, yang belum berjamaah di masjid ini, lantas lupa dengan kewajibannya. Mereka melaksanakannya ditempat berbeda. Dengan kondisi masjid yang lebih besar pula untuk menampung jamaahnya. Semoga terjadi hal demikian adanya.

Keadaan masyarakat pantura yang diberkahi oleh kekayaan laut yang melimpah tidak menjadikannya sebuah ketakaburan. Meskipun intonasi ucapannya tidak sehalus orang Jawa Asli dan penguasaan tata bahasa Krama Jawa tidak bisa sepenuhnya, maka tabiat serta kebiasaan yang mewakili karakteristik masyarakatnya. Tabiat serta kebiasaan bermakna lebih luas yaitu sifat serta kegiatan masyarakat pada umumnya. Tabiat positif khususnya sangat patuh akan ucapan seseorang yang dianggap sebagai panutan dalam hal beragama serta kebiasaan untuk berguyub dalam acara yang bertemakan agama. Hal tersebut menjadikan ciri khas kota yang kental dengan keadaan aroma religinya.

Semua peradabannya, tidak serta merta terjadi. Masyarakat pun tidak pernah lupa dengan semua yang telah dilakukan oleh sesepuh yang telah mendahuluinya. Kejujurannya tercermin atas doanya yang selalu mereka panjatkan disetiap kebiasaannya. Mereka turut bersyukur atas semua nikmat yang dimilikinya. Nikmat menjadi orang Pekalongan yang terbaik bagi mereka yang secara sadar mereka terus bersyukur agar keberkahan selalu tercurah bagi Kota Pekalongan dan siapa saja yang berada didalamnya.

No comments:

Post a Comment