Pak
Dharma masuk ke rumahnya sesekali ia memandang wajah Yatmi. Senyum Yatmi yang
tak pernah habis untuk suaminya seperti ada tanda tanya yang besar kepadanya
dan hanya sekedar mendamaikan pertanyaan dihatinya. Pak Dharma tidak serta
merta memberi tahu maksud dari pandangannya. Hari yang penuh terik matahari
mengucur keringat dari pelipis turun hingga dahinya. Sepertinya lelah menggelayuti punggungnya dan
didepannya tersedia air teh hangat yang sengaja disajikan oleh Yatmi kemudian
ia duduk disampingnya.
Sapatah
tak terucap dari mulutnya hanya mendampingi suaminya yang telah berusaha
mencari rezeki dengan dagangannya. Seraya senyum terucap mulailah mereka
bersuara lewat cegukan teh melewati kerongkongannya. Ikhlas memberi terbaik
anugerah dari sifat baiknya Pak Dharma yang tercermin pada hati Yatmi.
Angger
datang memeluk Pak Dharma tawa riang menyambutnya dengan membawa mainan
mobil-mobilan kesukaaanya. Anak kedua dari Pak Dharma bernama Angger yang
sedang beranjak sekolah Taman Kanak-kanak. Dua hari yang lalu Angger telah
diberi tahu untuk bersabar ingin pergi ke pasar sekedar jalan berasama dengan
Pak Dharma. Setidaknya Pak Dharma terus bercanda dengannya agar lupa atas
keinginannya.
Sepeda
pun terparkir didepan rumahnya, sore pun tiba Yatmi berjalan keluar dari pintu
samping menuju 2 keranjang dibelakang sepeda Pak Dharma. Tempat perbekalan,
barang dagangan dan bawa hasil belanjaan dari pasar. Tidak seperti biasanya
tumpukan plastik itu hanya sejengkal di bagian 1 keranjang. Hanya wadah nasi
kotak sebagai bekalnya disaat berdagang. Yatmi pun mengambil dan dibawanya
menuju ke sumur tepat dibelakang rumahnya. Hatinya bergeliat menambah
pertanyaan seakan-akan bertanya tentang kejadian pagi hari ditempat Pak Dharma
berdagang. Tapi keinginan kuat terus ada hingga segala macam praduga-praduga
dibenaknya terkikis sembari menata wadah nasi kotak di rak piringnya. Kemudian
dari samping belakang Yatmi melirik Angger yang terus tertawa dengan Pak
Dharma, tak terasa Yatmi pun ikut tersenyum melihat tingkah polah kedua manusia
di teras rumahnya.
Malam
pun tiba, hening nya suasana kanan dan kiri rumahnya berdinding papan terus
terdengar suara jangkrik bersautan.
Angin yang terus menari berirama dinginnya malam menembus pori-porinya hingga
secangkir kopi di atas meja pun begitu cepat dinginnya. Yatmi terus berusa
mendekat Pak Dharma yang duduk di ruang tengah miliknya. Jawaban yang terus
ingin diungkap oleh Yatmi tentang sesuatu hal sampai skarang belum tahu atas
kejadian sesungguhnya. Namun sepertinya Pak Dharma tidak begitu tega melihat
keinginan tersirat dari Yatmi.
“Begitu
indah hidup keluarga kita ini, dua orang anak yang telah beranjak besar
dipertengahan menuju Sekolah Menengah Pertama dan kemudian malaikat kecil
dengan kepolosan tingkahnya sebentar lagi akan mulai mengenyam pendidikan di
Taman Kanak-kanak”, sahut Pak Dharma kepada Yatmi di tengah perbincangan mereka
berdua.
“Ya
terima kasihku atas kamu Yatmi, pendidik kebahagiaan pada hati mereka yang
selalu damai disaat hingar, tak mengendorkan urat kaki-kakinya untuk berlari
membawa asa kebahagiaan dengan janji diatas tulisan kertas yang mereka tulis
sehari-hari. Seakan-akan mereka mampu berdiri meski mereka sadar dalam hatinya
dia tumbang ditengah polah tingkah teman sebayanya”, mata Pak Dharma sedikit
berkaca-kaca sambil melihat dua anaknya tidur saling berhadapan dikamarnya.
Yatmi
pun hanya terdiam kemudian ia pun turut menatap dua anaknnya yang masih
tertidur pulas.
“Lalu
jika Tuhan meminjam kebahagiaan kita untuk kemudian diberikan kepada orang lain
lantas kamu akan terus bertanya kepada Tuhanmu?” tanya kembali kepada Yatmi.
“Semua
yang ada pada manusia hanya pinjaman dari-Nya jika hari ini Tuhan tidak
memberikan pinjaman kepada sesuatu yang dititipkan kepada kita ya kita terima
saja, janganlah kita menyikapinya dengan selalu protes atas nikmat bahagia hari
ini” jawab Yatmi dengan memandang Pak Dharma.
“Tidak
seperti biasanya Aku pulang dengan berbagai barang yang Kamu butuhkan. Tadi di
jalan Aku bertemu seseorang yang lebih membutuhkan daripada kita. Aku merasa
bahwa sepatutnya Aku bisa membantu dia. Akhirnya aku memberikan sebagian hasil
ini untuk dia. Meski hari
ini perolehanku sedikit semoga Tuhan memberikan keberkahan kepada kita” pungkas
Pak Dharma.
"Terserah
apa yang akan Tuhan berikan kepada kita. Disaat kita menganggap kurang maka
sebenarnya kita mempunyai kelebihan. Nilai kebahagiaan tidak akan pernah sampai
jika diukur dengan materi" jawab Yatmi yang sepertinya keduanya saling
legowo menerima sesuatu yang Tuhan berikan.
No comments:
Post a Comment