Dharma mulai
menginjakkan kakinya di jalan, sudah seperempat jam lebih beristirahat di
sebuah masjid. Sosok pemuda mengenakan baju putih dengan segala penat di
wajahnya dengan sepeda kuning dibiarkan berada di samping tembok pagar. Lalu ia
pun duduk diatas lantai menghadap selatan dibukanya sepatu seakan bergegas ke
tempat wudhu.
Langkah kaki berjalan
sembari sesekali tangan memastikan kedua saku celana membawa sebuah telepon
genggam diraihnya keluar tak lama kemudian dimasukan kembali. Lagi-lagi ia
mungkin teringat sebuah peringatan harus mematikan telepon gengam di dalam
masjid. Wajahnya kembali segar setelah berjalan dari lorong belakang tempat
wudhu, bergegasnya masuk melalui pintu pertama menuju shaf.
Dharma mengurungkan
sebuah niatnya meninggalkan rasa nyaman beristirahat. Rasa kantuk belum selesai
pergi dari sepoinya angin melelapkan serasa mulutnya berkali-kali menguap tak
tertahankan.
Kaki Dharma lurus
telentang setengah badannya bersandar disebuah tembok. Hilir mudik para jamaah
lainnya tak menghiraukan pasrahnya keadaan mempersilakan semuanya melewati
begitu saja.
“Permisi pak...”, laki-laki
itu melewati kedua kakinya.
“Iya silakan...mas”,
Dharma pun terus meneliti gerak geriknya.
“Sering datang ke
masjid ini Pak?”, tanya pemuda kepada Dharma.
“Gak juga kok mas,
kebetulan kali ini lewat sini sekalian dhuhuran aja”, jawab dharma seakan
bahagia bisa berkomunikasi dengan pemuda yang dalam hati sangat penasaran.
“Mas sendiri sering
mampir kesini ya?”, Dharma membalas bertanya.
“Kalo sering sih gak
juga Pak, tapi kalau ada waktu luang, ya langsung kesini”,
“Bapak dagang dimana kok bawaannya lumayan
banyak ya?, pemuda itu antusias dengan percakapannya dengan Dharma.
“Iya hari ini pasaran
mas, jadi bawa dagangannya rada banyak ”,balas dharma.
“Mas nya kerja dimana
jam sekarang masih istirahat ya?”
“Kerja disebelah
masjid sini Pak, kalau kerja ku gak ada istirahatnya jadi kalo kerjaan kosong
baru bisa keluar ke masjid”, jawab pemuda sembari membetulkan celana yang
dilipatnya.
“Ohh...begitu ya mas,
tapi aku baru lihat mas anak muda yang mau naek sepeda, kerja kantoran lagi kok
ya masih ada ya ternyata”, ucap Dharma merasa keheranan.
“Iya pak...sepeda ini
hanya satu-satunya alat transportasi di rumah”,
“Kemaren aja sebelum
aku lulus kuliah sepeda ini sering digunakan Ibu ku ke bank untuk mengirim
uang, jadi kurang sopan jika aku tidak merasakan jerih payah ibu”, pemuda itu
bercerita kepada Dharma.
“Emm....gak mengira
ya mas, ternyata manusia perlu proses juga”,ujar Dharma mengambil hikmah dari
cerita tersebut.
“Pak saya pamitan
dulu ya, udah lama aku disini”, pemuda itu bersalaman dengan dharma.
“Iya mas silakan, aku
juga mau kembali ke pasar, yuk sama-sama pulang”, jawab Dharma sambil mengambil
sandal jepitnya.
Sesegera pemuda
mengambil sepatunya siang mulai berjalan terasa pertemuan harus segera
berakhir. Pemuda itu pun berpamitan dan Dharma beranjak keluar membawa sepeda
yang penuh barang dagangan. Percakapan mereka berakhir setelah mereka beranjak
dari lantai masjid.
No comments:
Post a Comment