Media
sosial semacam facebook semakin hari terus sejalan dengan kegiatan pemilik
akunnya dikehidupan nyata. Nampaknya tujuan dari si Mark penggagas aplikasi
tersebut bisa dikatakan berhasil karena menurut penelitian 30 % penduduk
Indonesia telah memiliki akun facebook.
Telepas
dari uneg-uneg yang dipikirkan oleh pemilik akun, kegiatan rutinitas pekerjaan
sering di unggah melalui aplikasi ini hampir setiap hari. Pemilik akun ini
sudah termasuk addict eksistensi
sebagai pekerja keras. Sangat mudah memberikan asumsi kepada khalayak tentang
kesibukan atas pekerjaan. Dari foto yang diungahnya maka teman-teman yang kebetulan
melihat postingan tersebut akan cepat mengambil kesimpulan.
Pekerjaan
yang sepele saat difoto memvisualisasikan keadaan riuh bersorak sorai semangat.
Kalau memang benar adanya demikian tak masalah. Semuanya itu akan bermasalah
hanya sebatas aktualisasi sementara yang diabadikan sedang kualitas
pekerjaannya tidak dipertanggungjawabkan.
Apabila
pemilik akun yang bersangkutan disebut pencitraan mungkin akan berkilah bahkan
bisa jadi akan tersinggung. Beruntung tidak ngomel-ngomel karena istilah tersebut berkonotasi negatif di era
sekarang.
Niatnya
buat fun hokya-hokya nyatanya
kegiatan yang diunggah berupa kegiatan formal. Berarti memang mempunyai
kelainan perwujudan eksistensi diri. Sangat mendetail lagi ketika orang lain
yang tidak lama berinteraksi kemudian misalnya memberikan sesuatu atau
melakukan hal kepada sesorang yang haus eksistensi secara sepihak
menggunggahnya. Tujuan tersebut agar orang lain tahu bahwa “ini lho barusan
saya berinteraksi dengan orang ini dan tiba-tiba beliau memberikan hadiah ini”,
misalnya demikian.
Para
tipikal orang seperti ini tidak bisa membedakan sesuatu yang seharusnya dan hal
yang harus dihindari bermedia sosial. Bukan melarang sesorang yang ingin
menggunggah aktifitas pekerjaannya namun cara pandang terhadap profesi akan
bisa menyetarakan dirinya terhadap eksistensi tersebut. Kalau artis mau potong
rambut sebelumnya ia harus ngundang
wartawan, tapi kalau pegawai negeri sipil barusan pegang sapu sebentar karena
kerja bakti terus diunggah ke media sosial apa ini tidak jauh dari “lelucon”
publik? kemungkinan lebih 50% demikian.
No comments:
Post a Comment