Tanggal 23 April 2017 ini
bertepatan dengan Hari Buku Dunia atau sebutan lain Hari Buku dan Hak Cipta
Sedunia. Konon alasan dipilihnya tanggal 23 April sebagai penghargaan novelis
Miguel de Carventes Saavedra berkebangsaan Spanyol yang meninggal pada tanggal
tersebut.
Peringatan hari buku sangat dekat dengan Hari
Peringatan Ibu RA Kartini yang lebih dahulu 2 hari. Keberadaan ini pulalah yang
mengingatkan kepada saya bahwa terlalu mudah meniru tokoh sebatas visualisasi belaka. Siapapun bisa seperti badut,
namun membuat lucu orang lain tidak semua orang bisa.
Salah satu kebiasaan dari Ibu RA
Kartini yang terlewatkan yaitu membaca. Kebiasaan beliau ini sering diabaikan,
karena kembali lagi bahwa simbol visual lebih serius dipegang hingga
mengabaikan esensi makna perayaan.
Kalau mau membaca harus mau
meminjam di perpustakaan atau membeli buku di toko langganan. Alasan terlalu
mahal kerap terjadi apabila harga buku dibandingkan dengan 5 porsi nasi goreng.
Harga buku Rp. 50.000 dengan tebal 220 halaman masih tergolong mahal, mungkin
ini relatif. Persoalannya hanya satu yaitu kemauan. Kekuatan nasi goreng 5
porsi hanya 5 hari untuk makan malam, namun tidak akan menjamin dalam 5 hari
bisa menyelesaikan membaca 220 halaman. Artinya buku termasuk juga kebutuhan
pikiran sama halnya kebutuhan perut yang harus dicarikan solusinya.
Terlepas dari itu, arus
modernisasi digital berbentuk gadget turut menurunkan kebiasaan membaca
masyarakat Indonesia. Data dari Littered Nation In the World" yang dilakukan
oleh Central Connecticut State Univesity tahun 2016 Indonesia dinyatakan
menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Sangat miris
bukan?Mirisnya seperti kelaperan nasi goreng malam-malam.
No comments:
Post a Comment