Thursday 5 January 2017

Uang dan Hutang

Sudah 10 bulan Dharma berpuasa mengenai apapun yang disukainya, termasuk membeli rokok tiap minggunya hampir 2 bungkus atau ngopi-ngopi di Warung Yu Prapti perempatan Pasar Kluthuk kebanggaan wong cilik.

Yatmi sudah berbangga kiranya dalam pikirannya bisa tersenyum berbinar lega suatu saat uang yang disimpan di balik bambu belakang tempat angon unggas bisa dibuka disaat kebutuhan menghimpit pundi-pundi nafas rumah tangganya.

Sementara itu Angger masih seperti biasa bermain layaknya anak seusianya, sesekali dia meminta sejumlah uang membeli gethuk keliling. Meskipun merengek menangis suatu saat meminta mobil-mobilan seperti anaknya Pak Doni juragan sayur, Dharma tidak bergeming mengabulkan permintaan tersebut. Hidupnya tidak cukup hanya untuk menuruti diluar batas kemampuan bagi dirinya.

“Oh, rupanya aku masih kepikiran rumah kita, bu”, ungkap Dharma kepada Yatmi.
“Emang kenapa, Pak?”
“Lho bagian depan rumah kita sudah tidak beraturan lagi bentuknya,Bu”,
“Terus, memang sudah seperti itu kok Pak rumah kita?’
“Lha iya pengennya sih bisa panggil tukang biar bisa betulin pagar depan rumah”,

“Bapak itu kok bicaranya seperti itu?bukannya untuk kebutuhan sehari-hari saja kita harus ngatur biar bisa cukup semua, eh malah sekarang Bapak mau betulin depan rumah?ada-ada aja Pak?”
“Jangan salah Bu, kan sudah 10 bulan Bapak puasa merokok siapa tahu uang tersebut biar bisa digunakan buat betulin pagar, itu sih rencana Bapak, menurut Ibu bagaimana?”

“Halah Pak, sekarang apa-apa serba mahal, apa uang Bapak cukup buat beli material bangunan dan membiayai tukangnya?sekarang biaya tukang itu mahal lho Pak?”
“Ya kalau tidak cukup nanti pinjanm uang Bu, nanti biar Bapak deh urusannya”,

“Kalu urusan pinjam sih boleh aja Pak, terus nanti angsurannya gimana?apa gak terlalu berat?”
“Paling tidak nanti ngangsurnya jangan terlalu banyak Bu, biar bisa buat kebutuhan yang lain”,

“Oh, terserah Bapak deh, pokoknya Ibu  gak mau denger nanti Bapak sambat sama Ibu”,
“Ya doain saja Bu, biar lancar semuanya, apa Ibu gak seneng kalau rumah kita dibenerin ditata biar layaknya rumah, gak usah bagus tapi biar rajin dan enak dilihat”,

“Ya, pengin banget Pak, tapi melihat keuangan dulu, tapi kalau Bapak pengennya seperti itu dan punya tabungan sendiri ya silahkan, Ibu izinkan”,
“Kalau begitu nanti malam Bapak mau ke rumahnya Pak Radi tukang bangunan biar segera dikerjakan”,

“Kok cepet-cepet Pak?apa Bapak sudah yakin dengan uangnya? sudah cukup untuk beli material?
“Sudah Bu, tenang saja besok saya lihatkan jumlah uangnya biar Ibu bisa lebih percaya”.

“Halah, bapak itu gayanya mentang-mentang punya uang lagaknya, cieh...cieh”, ejek Yatmi kepada Dharma.

***
Pagi dihari Sabtu suasana agak temaram mendung Pak Radi sudah datang jam 07.30 pekerjaan sudah dimulai dengan merapikan pagar rumah Dharma. Pagi yang sudah mulai mengeluarkan ongkos rokok untuk tukang sambut Yatmi.
“Pak, tukangnya mau dikasih rokok apa?”
“Oya Bu, nanti biar Bapak sampaikan ke tukangnya, tapi coba nanti ke warung ajah Bu, biasanya mereka lebih hafal kebiasaan para tukang bangunan”.

“Begitu?nanti Ibu coba ke warung sambil beli jajan, lha uangnya mana Pak?”
“Owalah hari pertama sudah mengelurkan uang Bu?Ya sudah ini aku kasih buat jajan dan rokok hari ini”,
“Makanya Pak kalau mau serius panggil tukang ya harus repot seperti ini”
“Iyaa iyaa Bu, yang penting kan nanti wajah rumah kita oke punya...betul kan?...hehee...”.

***
Hari ke 6 tukang berada di rumah Dharma merapikan pagar depan rumahnya  Proses pekerjaan baru kurang lebih 60 % setengah jadi. Sementara hari ini Kamis atau hari ke enam Dharma mengeluarkan biaya pembuatan pagar rumah.
“Pak, hari ini hari Kamis nanti sore kita bayarin tukang, Bapak jangan lupa uangnya disiapkan”,
“Ya bu mereka kan hitungan kerjanya mingguan jadi Bapak kemarin sudah siapin kok uangnya”.

“Oh ya...syukur kalau sudah disiapkan tinggal dihitung saja  nanti diberikan rada sore-sore”
“Hitungannya berapa hari Bu?”   
“Berarti sudah mulai dari Sabtu hingga Kamis jumlahnya 6 hari Pak kemudian dikali 150 ribu jadi totalnya 900 ribu, Pak”.

“Hehehe... lumayan ya Bu menguras tabungan”
“Haaayooo....Bapak katanya sudah siap tho, Pak?”
“Iya...iya...Bu tenang saja...ini Bapak titipkan uangnya ke Ibu nanti sore tolong kasihkan kepada mereka”.
“Ini sudah cukup pak 900 ribu?”
“Iya Bu, sudah Bapak hitung tadi pagi”.

“Bapak mau keluar sebentar mau beli material pasir buat hari Sabtu katanya tinggal sedikit lagi Bu selesai pekerjaan mereka”,
“Ya Pak, hati-hati di jalan”.
“Iya Bu...jangan lupa nanti dikasihkan kepada tukangnya”.
“Bapak ini kok serasa tidak percaya tho?”
“Ibu kan biasanya suka lupa?”, ungkap Dharma kepada Yatmi dengan nada bercanda.

***

Hari terakhir tukang menyelesaikan pekerjaan di hari Selasa atau hari ke 3 setelah hari Sabtu mereka berangkat bekerja. Disela-sela pekerjaan Pak Radi terlibat dalam situasi percakapan diantara mereka.
“Pak Dharma...hari ini pekerjaan sudah selesai, ini bagian pagarnya tak buat ada bagian udara”,
“Oyaa Pak Radi, ini sudah sesuai dengan model, tinggal di cat aja”
“Saran saya sih Pak Dharma cat nya warna yang lebih cerah dan tahan air”
“Oh iya Pak Radi biar saya belikan catnya berarti”
“Boleh biar nanti siangan bisa dicat sekalian”

Yatmi segera menghampiri Dharma bersama ikut dalam satu pembicaraan.
“Pak berarti biar nanti beli cat tembok sekalian ya kalau mau keluar”
“Iya Bu, rencana ini Bapak mau keluar beli cat tembok dan kuas”
“Syukur deh kalau Bapak udah ingat, iya diurus sekalian saja kan udah ada pagarnya biar baru dicat sekalian kerjanya”

Pukul 17.15 sore para pekerja langsung meminta pamit kepada Dharma pekerjaan selesai dengan hasil cukup memuaskan. Semenjak mereka meninggalkan rumah Dharma terlihat Yatmi masih saja menanyakan pengeluaran selama ada tukang bangunan.
“Pak pengeluaran total nya berapa?”
“Ya pokoknya masih kurang Bu, uang Bapak kemaren buat beli material saja kalau untuk tukang masih kurang”,
“Terus Bapak pinjam siapa?”
“Pinjam teman Bu, tapi tenang saja ya Bu, pokoknya doain saja biar cepat lunas”,
“Bener nih gak papa ?”
“Iya bener Bu,nanti biar Bapak yang urus”


Yatmi agak lega  mendengar pernyataan Dharma, paling tidak dia tidak menanggung beban hutang dan benar-benar niat yang mendalam oleh Dharma sebagai upaya pemeliharaan bagian rumah yang mereka tempati.

No comments:

Post a Comment