Tuesday 27 December 2016

Pelayan Rakyat Berkampanye di Media Sosial

Setiap musim kempanye halaman media sosial  berseliweran aksi saling dukung dan hujat antar pendukung calon, misalnya pada saat pemilhan presiden tahun kemarin. Dukungan baik melalui program-program pencitraan calon presiden, selain itu juga banyak terjadi kampanye hitam yang menjatuhkan kredibilitas calon presiden yang jelas bahwa media sosial sangat efektif bisa mendongkrak popularitasan seseorang dalam meraih simpati dari masyarakat.

Pemilik akun media sosial sebagai pengejawantahan profil seseorang di ranah nyata agar lebih dikenali orang lain. Kegiatan yang diunggah melalui foto atau video ke akun sosial media secara cepat bisa diketahui oleh publik. Sesorang akan mudah mengidentifikasi pemilik akun dengan cara melihat kegiatan tiap harinya apabila memang pemilik akun resmi dan dapat dipertanggungjawabkan.

Fanatisme para pendukung calon presiden berlomba mempertahankan argumen pembelaan apabila ada isu yang menghimpit popularitasan dengan melakukan aksi hujatan balik berakibat perang dingin di media sosial. Gejolak fanatik terserbut terus bergulir seirama aksi serang argumen agar terus memperoleh simpati dari pemilik suara.

Dari berbagai aksi dukung di media sosial, tak jarang pelayan rakyat (Pegawai Negeri Sipil) juga turut serta menyuarakan aksi dukungan dari salah satu calon pilihan. Sudah tidak ada keraguan baginya terus mengunggah berbagai aksi dukungan langsung berupa fanspage salah satu pasangan calon presiden. Kelalaian tersebut terbawa dari arus komunikasi virtual dari media sosial yang tak terkontrol yang jika tiap hari dikonsumsi memungkinkan menimbulkan keikutsertaan dengan melontarkan aksi dukungan serupa.

Netralitas dari pelayan rakyat memang sedang diuji melalui informasi yang merebak melalui jejaring media sosial. Seharusnya mereka terus mentadabburi makna yang terkandung dalam UU Republik Indonesia Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Pasal 43 yang berbunyi, “Pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta kepala desa atau sebutan lain dilarang membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Pasangan Calon selama kampanye”. Memposisikan diri sendiri dari posisinya sekarang yang terikat sebagai pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional serta kepala desa.  Hal ini telah jelas disebutkan jenis-jenis jabatan yang diemban sebagai abdi negara yang berpihak sebagai pelayan rakyat. Sedangkan makna membuat keputusan berupa tindakan nyata yang secara terang-terangan mengunggah aksi dukungann melalui media sosial yang menguntungkan atau bahkan sebaliknya mendukung kampanye hitam yang justru merugikan pasangan calon.


Melalui tulisan ini semoga para pelayan rakyat turut serta mematuhi perundangan yang sudah berlaku. Penggunaan media sosial sewajarnya sebagai media pemersatu komunikasi. Menyampingkan penggunaaan media sosial sebagai kampanye partai politik, calon presiden atau sejenisnya. Dari perlakuan tersebut masyarakat akan menilai contoh netralitas sebagai pelayan rakyat yang sesungguhnya.

No comments:

Post a Comment