Saturday, 14 September 2019

Setor KTP


Atas kejadian di bank kemarin siang, Lek Karyo sampai ke rumah bergumam, mulutnya mecucu, komat kamit menahan misuh, pengen protes terhadap peraturan penunjukan KTP. Sifat Lek Karyo tidak sabar hanya ketika ada peraturan yang tidak lumrah. Termasuk keganjilan kemarin yang membuatnya sedikitnya meradang.

Bermula saat setelah mengantri 20 menit, Lek Karyo maju menuju arah teller. Setelah Mbak berwajah tirus bertubuh semplohay itu memanggil nomor antrian A-106. Mukanya menampakkan keramahan yang dipaksakan karena SOP membuat senyum Lek Karyo agak keki.

"Selamat siang bapak"
"Siang mbak"
"Dengan saya Painem, ada yang bisa di bantu?"
"Iya Mbak Inem, saya mau setor nabung ke rekening saya"
"Oiya bapak, maaf KTP nya ada?"
"Lho sekarang pake KTP tho?maksudnya apa? Apa kurang cukup hanya dengan buku tabungan?"
"Iya bapak, ini peraturan baru di kami. Nasabah harus menyerahkan bukti KTP"
"Terus pentingnya apa mbak bukti KTP? sementara ini saya ini mau setor uang 600 ribu buat bayar setoran gubuk saya. Kecuali kalau mau narik saya izinkan Mbak Inem melihat KTP saya, bagi saya itu privasi tidak sembarang mudah diperlihatkan". 

"Sebenarnya untuk otoritasi kepercayaan saja pak buat kami"
Bagi Lek Karyo masih jawaban simpel. Jawaban yang mewakili pihak bank belumlah cukup bagi dia.
"Sebentar....atas alasan otoritasi kepercayaan? selama ini saya sudah menjadi nasabah 10 tahun mbak. Ini tahun ke-11 saya. Angsuran saya rutin, kalaupun telat karena batas akhir pembayaran adalah tanggal merah. Kalau bukti buku tabungan itu tidak cukup membuat bank percaya dengan saya. Mending saya akan ganti bank mbak kalau gitu. Karena sebenarnya pinjam meminjam itu atas kerja sama saling menguntungkan dan dilandasi kepercayaan. Jika itu pihak bank sudah tidak mempercayai saya mengapa harus berlanjut?"
"Sabar pak....bukan berarti kami tidak percaya, tapi memang ini peraturan"

"Lho peraturan kan dibuat atas dasar yang konkrit mbak? begini lho....bank ini kan mengeluarkan buku tabungan sedang buku tabungan adalah hal privasi. Penunjukan KTP ini seharusnya bagi yang nasabah tidak sesuai dengan buku tabungan. Sedangkan jika nasabah buku tabungan sesuai dengan namanya tidaklah perlu harus menunjukan bukti diri"
"Nah itu pak agar bisa menyinkronkan pemilik buku dengan pemilik asli kami perlu bukti", jawab mbak teller tersebut. Lek Karyo mulai meradang.
"Saya tegaskan ya mbak...Saya ini mau setor lho mbak, jujur saya keberatan jika mbak memperlihatkan KTP saya. Kalau saya mau ambil uang, why not? Saya serahkan sebagai verivikasi. Lha ini saya mau setor kok ribet banget harus pake KTP segala. Saya baru kali ini menjumpai bank serewel ini lho mbak peraturannya".
"Nah itu pak, kalau bapak tidak bersedia menunjukan KTP ada alternatif lainnya pak. Yaitu model transfer, jadi tetep masuk saldo tapi tidak dicetak dibuku tabungan."

"Lantas, buku tabungan ini tidak berarti ya mbak?"padahal saya mau setor nabung aja lho mbak. Saya kok geli campur pengen marah kok peraturan aneh ya? saya di bank ini jadi orang bego."
"Iya pak betul"
"Betul gimana?aneh ya?nasabah mau nabung sudah bawa buku tabungan. Masih saja pihak bank belum percaya atas kepemilikan buku itu. Selama 10 tahun saya dipercaya sebagai nasabah, angsuran saya rutin. Di tahun ke 11 ini saya mau setor nabung, hanya karena kurang KTP transaksi batal"

"Maaf pak ketidaknyamanan peraturan ini pak"
"Saya ini legowo mbak jika memang masuk akal. Misalnya menunjukkan KTP jika mau mengambil. Ini saya masih mentolerir. Lha ini saya mau nabung di buku tabungan saya. Kok pihak bank bersikeras. Apa jaminan bahwa KTP saya tidak disalahgunakan?"
(Mbaknya tellernya terdiam)
"Gini saja mbak, besok saya akan ganti bank yang lebih simpel dari bank yang tidak se rempong ini, makasih".
Lek Karyo meninggalkan bank, sebagian nasabah lain tercengang melihatnya.

No comments:

Post a Comment