Saturday, 14 September 2019

Musim


Saat musim buah durian maka sepanjang jalan berderet pedagang buah durian bersua atas usaha penjemputan jatah rezekinya. Begitu pula saat musim rambutan, trotoar bewarna merah, berdesakan para pembeli tumpah dalam kerumunan.

Ketika sampai ke rumah buah-buah tersebut ada yang dimakan sendiri, dinikmati anaknya bahkan ada yang dibagikan orang lain. Interaksi tersebut dihadirkan dalam komunikasi bermasyarakat.

Derasnya informasi yang dibahas oleh penghuni dunia maya. Membuat trending topik sebagian orang turut membahasnya. Hal ini sebelas, dua belas dengan analogi kondisi musim buah-buahan di atas.

Bersama informasi yang disajikan dengan minimum resolusi kejernihan ditunjang dengan kepentingan. Pembuat opini berita bisa menyesuaikan arah penggiringan publik ke salah satu pihak. Apalagi berbeda sumber, berbeda pula gaya pandangnya. Semakin besar pula potensi bias informasi dan sebagainya.

Bahwa berita tak bertanggung jawab yang beredar di media sosial membuat sesuatunya menjadi overload. Menumpuk dengan ketidakjelaskan atau sangat diragukan keakurasian beritanya. Kebiasaan berkomentar sudah menjadi santapan publik sehari-hari. Di bahas bareng- bareng dan setiap pembahas sekaligus menjadi hakim atas pendapatnya.

Suatu saat ketika bencana alam melanda seluruh warga dunia maya beremoticon tangis bersama. Menggambarkan sikap peduli yang tiada tara. Saat gencarnya diskriminasi penilaian ajang pencarian bakat karena adanya unsur nepotisme. Maka berduyun-duyun mengomentari bahkan menghardik atas kejadian itu. 

Musim pembahasan opini berita di media sosial terus berulang dan terus berganti mengisi dimensi layar smartphone dengan gelombang informasinya terus bergulir. Semuanya itu berdampak pada sisi aktualisasi masyarakat yang mempunyai kebiasaan mencibir, mengkritik dan mengundang orang lain agar turut membenci karena sesuatu hal.

Meskipun jika ditelaah lebih lanjut bahwa bentuk kritik itu bukan hal yang negatif. Apabila niatan mengkritik itu didasari atas cinta dan mengembalikan sebagaimana jalurnya. Kemudian cara mengkritikpun disampaikan dalam keadaan santun. Agar orang yang tak berpendidikan pun bisa mengerti maksud dan tujuan kritik yang bersifat membangun tersebut.

Interaksi penyedia berita dan penikmat berita bersifat transaksional. Meski pembayarannya melalui penggunaan data internet. Kembali lagi yang paling esesi itu bergulirnya berita ketika telah sampai kepada masyarakat. Mereka mempertahankan kebenaran ego subyektifnya.

Lalu musim apa? yang paling hangat dan paling lama trending di media sosial? Yaitu masalah sensitif melalui isu-isu Suku, Agama dan Ras. Komoditas tersebut sebagai bahan bakar membuat gaduh dengan banyak cara, bias pandang, membalikkan fakta, bahkan fitnah yang tak bertuan pelakunya. 

Perlahan kebhinekaan itu digerogoti oleh bangsanya sendiri melalui musim-musim dunia maya yang silih berganti. Yang tanpa sadar kita sama-sama merayakan dan menari di atasnya. Hingga tak pernah bangun dari tidur bahwa kekayaan negara turut dieksploitasi diam-diam.

Masihkan kita menjadi penikmat musim dunia Maya itu? atau kah kita disibukkan membangun generasi fajar yang lebih bermartabat dibandingkan dengan kondisi sekarang?
Jawabannya harus mulai dari sekarang kita sadar, bangkit kemudian bergegas.

No comments:

Post a Comment