Saat musim
buah durian maka sepanjang jalan berderet pedagang buah durian bersua atas
usaha penjemputan jatah rezekinya. Begitu pula saat musim rambutan, trotoar
bewarna merah, berdesakan para pembeli tumpah dalam kerumunan.
Ketika
sampai ke rumah buah-buah tersebut ada yang dimakan sendiri, dinikmati anaknya
bahkan ada yang dibagikan orang lain. Interaksi tersebut dihadirkan dalam
komunikasi bermasyarakat.
Derasnya
informasi yang dibahas oleh penghuni dunia maya. Membuat trending topik
sebagian orang turut membahasnya. Hal ini sebelas, dua belas dengan analogi
kondisi musim buah-buahan di atas.
Bersama
informasi yang disajikan dengan minimum resolusi kejernihan ditunjang dengan
kepentingan. Pembuat opini berita bisa menyesuaikan arah penggiringan publik ke
salah satu pihak. Apalagi berbeda sumber, berbeda pula gaya pandangnya. Semakin
besar pula potensi bias informasi dan sebagainya.
Bahwa
berita tak bertanggung jawab yang beredar di media sosial membuat sesuatunya
menjadi overload. Menumpuk dengan ketidakjelaskan atau sangat diragukan
keakurasian beritanya. Kebiasaan berkomentar sudah menjadi santapan publik
sehari-hari. Di bahas bareng- bareng dan setiap pembahas sekaligus menjadi hakim
atas pendapatnya.
Suatu saat
ketika bencana alam melanda seluruh warga dunia maya beremoticon tangis
bersama. Menggambarkan sikap peduli yang tiada tara. Saat gencarnya
diskriminasi penilaian ajang pencarian bakat karena adanya unsur nepotisme.
Maka berduyun-duyun mengomentari bahkan menghardik atas kejadian itu.
Musim
pembahasan opini berita di media sosial terus berulang dan terus berganti
mengisi dimensi layar smartphone dengan gelombang informasinya terus bergulir.
Semuanya itu berdampak pada sisi aktualisasi masyarakat yang mempunyai
kebiasaan mencibir, mengkritik dan mengundang orang lain agar turut membenci
karena sesuatu hal.
Meskipun
jika ditelaah lebih lanjut bahwa bentuk kritik itu bukan hal yang negatif.
Apabila niatan mengkritik itu didasari atas cinta dan mengembalikan sebagaimana
jalurnya. Kemudian cara mengkritikpun disampaikan dalam keadaan santun. Agar
orang yang tak berpendidikan pun bisa mengerti maksud dan tujuan kritik yang
bersifat membangun tersebut.
Interaksi
penyedia berita dan penikmat berita bersifat transaksional. Meski pembayarannya
melalui penggunaan data internet. Kembali lagi yang paling esesi itu
bergulirnya berita ketika telah sampai kepada masyarakat. Mereka mempertahankan
kebenaran ego subyektifnya.
Lalu musim
apa? yang paling hangat dan paling lama trending di media sosial? Yaitu masalah
sensitif melalui isu-isu Suku, Agama dan Ras. Komoditas tersebut sebagai bahan
bakar membuat gaduh dengan banyak cara, bias pandang, membalikkan fakta, bahkan
fitnah yang tak bertuan pelakunya.
Perlahan
kebhinekaan itu digerogoti oleh bangsanya sendiri melalui musim-musim dunia
maya yang silih berganti. Yang tanpa sadar kita sama-sama merayakan dan menari
di atasnya. Hingga tak pernah bangun dari tidur bahwa kekayaan negara turut dieksploitasi
diam-diam.
Masihkan
kita menjadi penikmat musim dunia Maya itu? atau kah kita disibukkan membangun
generasi fajar yang lebih bermartabat dibandingkan dengan kondisi sekarang?
Jawabannya
harus mulai dari sekarang kita sadar, bangkit kemudian bergegas.
No comments:
Post a Comment