Petang tadi, Lek Karyo tengah asyik main gaple di
pos kamling. Tak merasa rikuh atau menggubris atas gesekan suara sandal menuju
tempat ibadah. Lek Karyo masih mikir kartu yang akan sodorkan ke lawan main
agar nasib menang selalu ada di tangan.
Sesekali Lek Karyo tertawa terkekeh-kekeh merayakan
kemenangannya. Pemandangan batang rokok pun masih terselip di antara gigi
paling samping berserta kepulan asap hingga rambut sebahu Lek Karyo turut tak
terlihat warnanya.
Tak pelak ada suara-suara sumbang di antara orang-orang
yang sedang berjalan. Menyayangkan atas tindakan Lek Karyo. Pembenaran itu
ternyata menjadi buah bibir masyarakat setempat hingga sehabis ibadah tema itu
lagi-lagi dihidangkan.
Memang benar yang namanya kerabat iblis, setan atau
sejenisnya itu sudah kadang bersemayam dari hati terkecilnya manusia. Bahkan
seseorang yang tengah berbuat baikpun tak luput dari godaan makhluk terkutuk
dari sedia kala.
Dasar Lek Karyo bukan orang biasa, dia mengerti dan
paham betul orang yang barusan membicarakan dirinya. Sampai saat setelah ibadah
itu selesai. Lek Karyo malah berpindah dari pos kamling kemudian dia berjalan
hingga memilih "ndlongsor" tidur di tengah jalan.
Memang aneh tingkah laku Lek Karyo. Tak lazim
seperti orang biasanya. Lalu, Kang Drakim menghampirinya,
"Lek Karyo, sebenarnya mau sampeyan itu apa?hentikan tingkah kegilaaanmu ini, tidak sopan di hadapan jamaah!"
"Kalau kamu menganggap aku gila dan kamu menganggap dirimu lebih baik alangkah sombongnya dirimu yang hanya telah melakukan ibadah sejenak"
"Lek Karyo, sebenarnya mau sampeyan itu apa?hentikan tingkah kegilaaanmu ini, tidak sopan di hadapan jamaah!"
"Kalau kamu menganggap aku gila dan kamu menganggap dirimu lebih baik alangkah sombongnya dirimu yang hanya telah melakukan ibadah sejenak"
"Siapa yang sombong, Lek Karyo?aku
mengingatkan baik-baik"
"Tapi aku tidak melihat sifat welas asih mu yang murni setelah kamu melakukan ibadah"
"Ohh lantas...bagaimana Lek Karyo?maksud
sampeyan bagaimana?"
"Hahaa.....kembali Lek Karyo terkekeh, aku ini memang sedang mencoba memberikan ujian kesabaran kepada sampeyan semuanya. Aku mengerti bisa melihat siapa saja yang tadi sengaja membicarakan aibku. Meski Aku tak mendengar. Aku bisa membaca raut muka yang kembali tidak cerah. Raut muka yang tidak suci ketika melihat orang lain yang sebenarnya ujian kesabaran baginya".
"Hahaa.....kembali Lek Karyo terkekeh, aku ini memang sedang mencoba memberikan ujian kesabaran kepada sampeyan semuanya. Aku mengerti bisa melihat siapa saja yang tadi sengaja membicarakan aibku. Meski Aku tak mendengar. Aku bisa membaca raut muka yang kembali tidak cerah. Raut muka yang tidak suci ketika melihat orang lain yang sebenarnya ujian kesabaran baginya".
Kang Drakim diam sejenak. Kemudian membungkukan
badannya ke arah Lek Karyo.
"Saya minta maaf Lek Karyo, ternyata saya baru
mengerti bahwa hati saya masih terlalu kotor untuk menilai seseorang. Bisa jadi
sampeyan ini memang dihadirkan agar saya ini tidaklah menjadi orang yang
sombong, merasa baik dan lupa diri".
"Kang Drakim....Kang Drakim....aku ini orang kotor, masa sampeyan ini minta maaf?"
"Kang Drakim....Kang Drakim....aku ini orang kotor, masa sampeyan ini minta maaf?"
"Akhh engga begitu Lek Karyo, saya malah
berterima kasih atas nasihat yang selama ini tidak saya terima dari orang
biasanya. Nasihat ini begitu dalam langsung menyadarkan saya"
Malam semakin bergulir Kang Drakim dan Lek Karyo
pulang bersama.
No comments:
Post a Comment