Saturday, 14 September 2019

Prasangka


Pisau yang paling baik dan tajam tidak serta merta mudah dibuat tanpa adanya proses yang cukup panjang. Ada beberapa parameter yang dipakai ketika seseorang menilai kualitas pisau tersebut dalam kategori baik. Bisa jadi karena bahan pisau diambil dari kualitas logam yang bagus, sehingga hasilnya berkilau dan anti karat. Sedang prosesnya penajamannya dilakukan secara rutin tanpa ada jeda waktu yang bisa menurunkan kualitasnya.

Begitu pula manusia dengan segala instrumen baik jasmani maupun rohaninya. Saya jadi ingat cerita kebiasaan pagi dan sore santri-santri di pondok pesantren tradisional. Mereka bertugas membersihkan pondoknya. Tugas tersebut disesuaikan dengan usia para santri. Ada santri kelas 1 SD yang bertugas membersihkan halaman pondok. Kemudian bagi santri yang sudah beranjak remaja tugas mereka mulai berat. Yaitu untuk menimba air untuk diisikan ke bak mandi air. Hal tersebut dilakukan bertahun-tahun untuk hikmat kepada kyainya. Atas dasar tempaan tugas tersebut perlahan mereka belajar secara otodidak mengerti makna keikhlasan serta proses rutin yang dijalani dengan kelembutan hati yang istiqomah.

Cara tersebut ternyata sangat ampuh sudah turun temurun agar mereka hidup bekerjasama serta bersosialisasi merasakan sendiri nikmatnya hidup. Mental tangguhnya mulai ditempa menjadi pribadi yang tidak hanya bisa mengajarkan bagaimana menjadi ikhlas dan istiqomah melainkan mempraktekkannya sendiri dan bertahun-tahun.

Belum lagi ketika mereka harus berinteraksi dengan masyarakat bisa melihat langsung masalah yang sering terjadi. Data yang mereka dapat adalah valid dan real secara langsung. Mereka menyaksikan populasi bukan hanya sampel. Dari sini para santri melihat kondisi sosial masyarakat. Bagaimana kesulitan ekonomi beserta cara menghadapinya mereka para santri sangat paham atas dari kebiasaan itu. Rasa simpati dan empati pun mulai terbentuk serta benih-benih cinta kemanusiaan mulai tumbuh dengan sendirinya.

Hati mereka lembut didasari dari laku hidup yang sudah tertanam. Dari hati yang lembut tersebut maka transfer keilmuan bisa mudah dilakukan. Sedangkan hati para kyai pun sungguh penuh kecintaan. Sehingga para kyai sepuh terdahulu sering berpesan, "Jadilah manusia terlebih dahulu sebelum menjadi santri". Kata "manusia" dalam ungkapan itu adalah makhluk yang mempunyai akal dan pikiran. Manusia yang berakal berarti manusia yang bisa berpikir membedakan mana yang baik mana yang buruk. Sedangkan proses "nyantrinya" adalah pencarian ilmu agamanya sebagai penyempurnanya..
Alhasil saya memang lebih percaya bahwa prasangka itu dari sumber keadaan hati yang setiap waktu dikroscek kembali. Jangan-jangan ketika menyangka sesuatu berasal dari hal buruk. Sedang untuk menilai perasaan hati saya baik, saya malah terus berkaca dan merasa malu kepada mereka yang telah belajar ikhlas dan istiqomah sejak dulu.

No comments:

Post a Comment