Pisau yang
paling baik dan tajam tidak serta merta mudah dibuat tanpa adanya proses yang
cukup panjang. Ada beberapa parameter yang dipakai ketika seseorang menilai
kualitas pisau tersebut dalam kategori baik. Bisa jadi karena bahan pisau
diambil dari kualitas logam yang bagus, sehingga hasilnya berkilau dan anti
karat. Sedang prosesnya penajamannya dilakukan secara rutin tanpa ada jeda
waktu yang bisa menurunkan kualitasnya.
Begitu
pula manusia dengan segala instrumen baik jasmani maupun rohaninya. Saya jadi
ingat cerita kebiasaan pagi dan sore santri-santri di pondok pesantren
tradisional. Mereka bertugas membersihkan pondoknya. Tugas tersebut disesuaikan
dengan usia para santri. Ada santri kelas 1 SD yang bertugas membersihkan
halaman pondok. Kemudian bagi santri yang sudah beranjak remaja tugas mereka
mulai berat. Yaitu untuk menimba air untuk diisikan ke bak mandi air. Hal
tersebut dilakukan bertahun-tahun untuk hikmat kepada kyainya. Atas dasar
tempaan tugas tersebut perlahan mereka belajar secara otodidak mengerti makna
keikhlasan serta proses rutin yang dijalani dengan kelembutan hati yang
istiqomah.
Cara
tersebut ternyata sangat ampuh sudah turun temurun agar mereka hidup
bekerjasama serta bersosialisasi merasakan sendiri nikmatnya hidup. Mental
tangguhnya mulai ditempa menjadi pribadi yang tidak hanya bisa mengajarkan
bagaimana menjadi ikhlas dan istiqomah melainkan mempraktekkannya sendiri dan
bertahun-tahun.
Belum lagi
ketika mereka harus berinteraksi dengan masyarakat bisa melihat langsung
masalah yang sering terjadi. Data yang mereka dapat adalah valid dan real
secara langsung. Mereka menyaksikan populasi bukan hanya sampel. Dari sini para
santri melihat kondisi sosial masyarakat. Bagaimana kesulitan ekonomi beserta
cara menghadapinya mereka para santri sangat paham atas dari kebiasaan itu.
Rasa simpati dan empati pun mulai terbentuk serta benih-benih cinta kemanusiaan
mulai tumbuh dengan sendirinya.
Hati
mereka lembut didasari dari laku hidup yang sudah tertanam. Dari hati yang
lembut tersebut maka transfer keilmuan bisa mudah dilakukan. Sedangkan hati
para kyai pun sungguh penuh kecintaan. Sehingga para kyai sepuh terdahulu
sering berpesan, "Jadilah manusia terlebih dahulu sebelum menjadi
santri". Kata "manusia" dalam ungkapan itu adalah makhluk yang
mempunyai akal dan pikiran. Manusia yang berakal berarti manusia yang bisa
berpikir membedakan mana yang baik mana yang buruk. Sedangkan proses
"nyantrinya" adalah pencarian ilmu agamanya sebagai penyempurnanya..
Alhasil
saya memang lebih percaya bahwa prasangka itu dari sumber keadaan hati yang
setiap waktu dikroscek kembali. Jangan-jangan ketika menyangka sesuatu berasal
dari hal buruk. Sedang untuk menilai perasaan hati saya baik, saya malah terus
berkaca dan merasa malu kepada mereka yang telah belajar ikhlas dan istiqomah
sejak dulu.
No comments:
Post a Comment