Wednesday, 25 September 2019

Semua Akan Tiba Waktunya

Ada beberapa perubahan sifat mahasiswa senior kepada juniornya.

1. Perubahannya semakin kritis karena pengetahuannya semakin matang dari cara berpikir dari berbagai sudut pandang serta resolusi pandang.

2. Perubahannya stagnan bisa terjadi lebih apatis karena hanya sebagai pihak yang bertepuk tangan melihat akibat positif yang terjadi dan bersorak-sorai ketika berbagai stigma negatif yang diterimanya.

3. Perubahannya menjadi antagonis dengan mengklaim bahwa juniornya melakukan hal yang tidak rasional karena sebagai pihak yang nantinya akan mengancam  posisi karier serta jabatannya.

Namun secara faktual dari semua yang terjadi berlakulah hukum sebab akibat. Tidaklah sebuah peringatan timbul akibat dari akar  krisis kepercayaan publik yang bertolak dari jalur semula.

Saturday, 21 September 2019

Pesta Siaga


Ada hal yang tak bisa dilupakan ketika pertama kali mengenal pramuka. Yaitu pada saat kelas 3 di Sekolah Dasar. Bagi saya, meski habitat sekolahnya di Madrasah Ibtidaiyah (MI) hal itu tanpa terkecuali juga mengikuti prosesi layaknya teman-teman yang bersekolah di Sekolah Dasar lainnya.

Di suatu momen, bapak guru wali kelas mengumumkan bahwa sebentar lagi ada acara yang dinamakan pesta siaga. Meski dibilang bahwa kegiatan ini sudah tidak asing, bagi para siswa hanyalah kegiatan di luar sekolah yang menggunakan seragam Pramuka selama sehari dari pagi hingga sore hari. Sebatas ini yang diketahui karena tahun sebelumnya kakak kelas juga melakukan hal yang sama di tempat yang juga berbeda.

Jauh hari sekitar 4 minggu sebelum pelaksanaan, bapak wali kelas menunjuk beberapa siswa untuk mengikuti latihan pesta siaga. Dari menghapalkan butir-butir Pancasila, mengartikan rambu-rambu lalu lintas, latihan baris berbaris hingga aneka permainan yang membutuhkan kerja sama antar peserta. 

Pada hari pelaksanaanya para peserta pesta siaga dipinjami seragam Pramuka dari madrasah. Seragamnya bagi saya mempunyai keunikan, tidak seperti seragam Pramuka yang dipakai dalam seragam harian. Bentuknya lengan panjang serta bersaku depan bagian bawah. Awal mengenakan pakaian terasa risih karena seragamnya mirip baju koko. Namun karena peserta lainnya juga demikian, perasaan itu terlupakan.

Menuju ke tempat pelaksanaan, para peserta diangkut menggunakan mobil angkutan barang atau sering disebut mobil "doplak". Bersama membawa logistik aneka jajanan ringan, pak guru dan ibu guru turut serta naik bersama di bagian belakang. Raut muka teman-teman menampakkan kegembiraan, termasuk saya. Waktu itu naik mobil doplak bersama-sama kemewahan yang jarang sekali dilakukan bagi anak-anak selain nekat ikut "nggondel" mobil pengantar pasir toko bangunan. Pesta siaga itu memang momen bersenang-senang bagi anak Sekolah Dasar sebelum mengenal lebih jauh tentang Pramuka. 

Bagi saya Pramuka itu menarik, apalagi kalau kakak pembinanya juga cantik.

Daging Wedhus

Lek Karyo manggut-manggut ketika Mbok Darmi menyodorkan pisang goreng di meja, tadi malam. Bersama teh panas, kudapan itu cukup mengakrabkan suasana. Mungkin momen semalam sebagai ajang silaturahmi yang keduanya mengikat saudara dari trah ayahnya.
Kaki Lek Karyo jigang, sedang sepotong rokok menyelip di jari Lek Karyo. Sesekali asap tebal keluar mulutnya klempas - klempus Lek Karyo mencari bahan pembicaraan.
Sedang Mbok Darmi masih ajeg. Layaknya orang tua Jawa. Pake kebaya dan jarik masih dengan sanggul di rambutnya.
"Mbok, wingi nyate ora?"
"Nyate opo?",jawab Mbok Darmi menggerutu.

"Nyate qurban tho?"
"Lho.... qurban Kuwi dibagekno, uduk di sate"

"Iyo Mbok...maksude daginge sampeyan melok disate apa dimasak?"
"Jian....kurang ajar kowe Karyo, sembrono! wong tuwo diglowehi...!!!awakku iku lho...wes tuwek, daginge wes ora kenek di sate".

"Piye tho Mbok?"
"Kok dadi mbulet, daging qurban dudu daginge sampeyan".

"Lha iyo....daging qurban kuwi dibagekno dudu di sate utawa dimasak"
"Wah....jian!ngomong karo sampeyan maraki erosi Mbok!"

"Lha pitakonanmu salah kok Karyo".
"Ngopo tho?"
"Kudune takon ngene, daging wedhuse disate opo dimasak, ngunu tho?"

"Emboh Mbok...ppreeeeekkk.....Iki sampeyan ngomong dewe karo munthu",
Lek Karyo gregetan sambil meneruskan ngerokoknya

Saat Petromas Diganti Dengan Lampu LED


Selain nasi megono, ternyata nasi goreng sering diburu orang di malam hari. Tidak di sana sini, kegemaran menu yang sudah menjadi kebiasaan. Di Wiradesa sendiri pemandangan pedagang nasi goreng menjamur di tiap 1 kilometer ruas jalan hampir ada pedagang yang mangkal di emperan toko atau menyewa halaman rumah untuk dijadikan tenda bongkar pasang sebagai tempat berdagangnya.

Sebenarnya ada benda khas yang terdapat di pedagang nasi goreng. Benda ini menurut saya hal esensi, dimana tidak dijumpai oleh pedagang lainnya. Bisa dibilang sudah ciri khasnya (trade mark). Yaitu lampu petromak yang dinyalakan berdekatan dengan tempat penggorengan beserta alat bunyi wajan yang diketuk berkali-kali.

Lampu petromak ini berwarna kuning terang. Sebagai bahan bakarnya berupa minyak tanah. Kemudian sebagai pengetahuan bahwa ternyata ada teknik khusus untuk menyalakannya. Yaitu dengan menggunakan cairan spiritus sebagai pemantik api pada lampu pijarnya. Agar nyalanya lebih terang dibantu dengan gas yang dipompa bersama bahan bakarnya. Menurut saya teknik ini perlu waktu mempelajari dan tidak semua orang bisa menyalakannya.

Penggunaan lampu petromak bagi pedagang nasi goreng keliling masih digunakan. Namun, keadaan ini tidak berlaku bagi pedagang yang mangkal. Mereka lebih praktis menggunakan lampu listrik yang disalurkan melalui tuan pemilik kiosnya.

Bagi saya ada keasyikan tersendiri menikmati nasi goreng keliling yang masih menggunakan lampu petromak. Sedikitnya ada nuansa jadul bahwa dahulu sebelum listrik menjangkau ke daerah, lampu petromak ini menjadi penerang nomor 1. Memang bagi para pedagang nasi goreng selain mempunyai kemampuan memasak yang diacungi jempol. Juga mereka dituntut harus mampu memecahkan masalah kecil, diantaranya apabila kain kasa lampu petromak tiba-tiba terbakar. Mereka harus lebih tanggap memperbaikinya. Tapi setahu saya hal demikian jarang terjadi. Saya percaya mereka lebih mahir dalam hal penerangan khususnya di lampu petromak. Tentunya masih menjaga ciri khasnya meski lampu LED kian merajalela.

Grup WA


Dunia nyata dan dunia maya erat kaitannya seperti permukaan sendok yang berada di atas dan di bawah. Lebih kongkritnya ruang di dunia maya berada di permukaan bawah sendok. Seseorang bisa berbicara tanpa raut muka, intonasi serta gestur yang dapat diketahui oleh lawan bicara. Sedang ketika seseorang berinteraksi langsung menggambarkan pertemuan realnya manusia saling bertatap, serta mengerti kapasitasnya.

Ada salah satu penggunaan aplikasi interaksi media sosial percakapan. Setelah penggunaan BlackBerry Massanger (BBM) surut, aplikasi tersebut telah digantikan dengan aplikasi WhatsApp Massanger (Pesan WA). Meski hal tersebut terdapat kekurangan yaitu tidak tersedianya notifikasi persetujuan dari pengguna untuk masuk ke dalam ruang grup diskusi. Jadi ketika ada orang lain mengundang nomor kita, bisa secara langsung masuk ke dalam grup tanpa adanya persetujuan diterima,dibiarkan atau ditolak.

Sepertinya hal tersebut sedikit menjadi penyebab "ewuh pakewuh" untuk tetap berada ataupun harus melipir keluar ketika nomor kita sudah masuk dalam arena diskusi. Ada yang memang mempunyai rasa antusias terhadap dibentuknya grup tersebut. Juga sebenarnya ada yang merasa keberatan dengan alasan berbagai hal. Dari mulai hape sudah terlalu sering menahan "nge-hang" karena kapasitas memori rendah sampai ketakutan sering salah kirim gambar berbau pornografi.

Semuanya ada pilihannya, tergantung dari pihak penggunanya. Ada yang lebih tegas ketika sudah dimasukan dalam grup langsung keluar tanpa ada pemberitahuan alasan sebelumnya. Tipikal seseorang yang selektif seringnya memilah. Keadaan ini lebih cenderung menyikapinya dengan melihat aktivitas grup dengan pertimbangan faedah ataupun un faedah dan sebagainya. Namun, yang lebih ditekankan adalah tetap berkomunikasi dengan alasan keluar dari grup dengan cara yang santun dalam beretika media sosial.

Saya memilih lebih sering menjaga perasaan seseorang. Patutnya kita lebih bersyukur. Karena ketika kita diundang ke dalam grup berarti kita sebagai tamu agar diajak berkomunikasi dan berdiskusi bersama. Sedang arahnya menyangkut berbagai hal diantaranya keluarga, pekerjaan, hobi, komunitas, alumni teman sekolah (bukan alumni 212 ya...hihihi) ataupun kepentingan lainnya. Meski gambaran ini menyebabkan jumlah grup dalam WA semakin menjamur dan dibiarkan beberapa suwung tanpa adanya aktivitas apapun.

Mengenai keaktifan dalam grup saya lebih memilih hubungan jarak. Semakin saya lebih sering berinteraksi dalam kehidupan nyata maka akan lebih sering mengikuti perkembangannya. Jarak tersebut dapat diartikan dengan kedekatan emosional mengenai karakter yang sudah tahu sama tahu. Mengerti bahwa ada beberapa situasi dimana percakapan yang kita maksud hanyalah sebagai guyonan dan tidak dianggap serius. Kalaupun ada sedikit terjadi kesalahpahaman percakapan dalam grup maka akan lebih terurai dalam kondisi nyata. 

Komitmen grup adalah ruang gerak berinteraksi dan berkomunikasi. Ada sastrawan yang berprinsip bahwa manusia hidup ketika tangannya bergerak menulis. Bagi saya, mengaktifkan kembali jalinan komunikasi grup WA adalah pertanda bahwa diri kita masih bisa membuka hape minimal orang lain mengetahui bahwa nomor WA kita masih aktif. Seperti grup WA komunitas gowes saya misalnya, ketika tidak ada aktifitas pergowesan sebisa mungkin saya harus memulainya. Memulainya dengan nge-vlog ala kadarnya agar mereka juga bisa melihat ekspresi muka saya yang mlotrok keringetan....haha....hihi....

Batas


Palang rel menjadi batas antara pengendara dengan jangkauan laju jalan kereta. Teras rumah menjadi batas antara ruang tamu dengan halaman. Senja menjadi batas antara siang dan malam. Rendah hati menjadi batas antara kurang dan paling berlebih. Semua serba memerlukan batasan.

Hidup dan kehidupan terus berjalan. Sedang hidupnya manusia adalah deretan waktu bertambahnya jarum jam yang berputar. Berputarnya jarum menit dan jam hingga bergantinya tanggal demi tanggal. Semua adalah kumpulan kesempatan yang dimiliki manusia.

Ada saat dimensi itu tiba-tiba saja berhenti dimana hidupnya seseorang berganti dikehidupan lain sebagaimana menjalani proses kehidupan selanjutnya. Hidup manusia pun ada batasannya.

Kehidupan bersama semesta dan seisinya pun demikian berjalan berekosistem, berinteraksi, berkorelasi dan berkesinambungan menemani proses yang tumbuh. Proses dimana segalanya luluh lantak digantikan dengan kehidupan baru sesuai dengan takdir dan rencana-Nya. Ternyata dalam kehidupan itu sendiri mempunyai batasannya.

Sesuatu yang tampak namun tidak berarti nyata adalah hal yang bersifat maya. Segala sesuatunya dalam ukuran pajang dan lebar. Dunia maya bisa menjadi tanpa batasan jika sesuatunya sengaja tidak dibatasi. Sekalipun itu juga ada batasannya ternyata dimensi tersebut tidak patut bisa menjadi ukuran yang presisi. 

Sedangkan hal yang nyata adalah sesuatu yang tampak dalam ukuran dimensi yang sebenarnya. Dapat diukur melalui indera. Sebagaimana pilihan hidupnya seseorang dengan membatasi dan menghargai waktu dunia nyatanya ketimbang waktu di dunia mayanya.

Saturday, 14 September 2019

Mlosdrong


Awal kata "mlosdrong" ternyata sudah lama sekali mampir melewati telinga saya. Sejak Taman Kanak-kanak kata tersebut masuk melalui telinga kanan kemudian berlari-lari, jogging hingga ketiduran bahkan menetap di memori ingatan saya hingga sekarang.

Kata "mlosdrong" bagi saya berfungsi sebagai tanda kecemasan saat yang nantinya bisa terjadi. Perasaan cemas timbul dari kedua orang tua melilitkan sebuah ikat pinggang di sarung yang saya kenakan. 

Konon tujuan menggunakan ikat pinggang tersebut agar tidak melorot. Itu pun terkadang ada teman yang usilnya minta ampun dengan sengaja menarik sarung hingga sarungpun menjuntai turun ke bawah. Hingga terlihatlah sangkar burungnya. Kemudian teman yang lainnya tertawa terbahak-bahak.

Seiring bertambahnya waktu kata "mlosdrong" bagi saya mempunyai dimensi pemaknaan yang meluas. Apabila dilihat dari segi proses bahwa segala sesuatunya sudah terlanjur terjadi. Atau bisa juga dimaknai dengan keadaan tanpa kendali. Jadi seharusnya ada bagian yang fungsinya sebagai penahan, pengawas ataupun pengevaluasi ternyata hal itu tidak terjadi.

Juga bisa dimaknai dengan kelalaian jika kata "mlosdrong" terjadi dalam sebuah prosedur. Mungkin karena sesuatu hal ada beberapa stase atau tahapan yang harus dilalui ternyata terlewat dengan sendirinya. Atas terlewatinya itu menimbulkan sebuah kelailaian tentunya mempunyai dampak sesuai takarannya.
Dialek "mlosdrong" ini memang kaya pemaknaan. Saya memang harus banyak berterima kasih kepada Yai Ribut Achwandi atas hal yang bisa menghangatkan ingatan jaman dahulu agar kini bisa diingat kembali.

Musim


Saat musim buah durian maka sepanjang jalan berderet pedagang buah durian bersua atas usaha penjemputan jatah rezekinya. Begitu pula saat musim rambutan, trotoar bewarna merah, berdesakan para pembeli tumpah dalam kerumunan.

Ketika sampai ke rumah buah-buah tersebut ada yang dimakan sendiri, dinikmati anaknya bahkan ada yang dibagikan orang lain. Interaksi tersebut dihadirkan dalam komunikasi bermasyarakat.

Derasnya informasi yang dibahas oleh penghuni dunia maya. Membuat trending topik sebagian orang turut membahasnya. Hal ini sebelas, dua belas dengan analogi kondisi musim buah-buahan di atas.

Bersama informasi yang disajikan dengan minimum resolusi kejernihan ditunjang dengan kepentingan. Pembuat opini berita bisa menyesuaikan arah penggiringan publik ke salah satu pihak. Apalagi berbeda sumber, berbeda pula gaya pandangnya. Semakin besar pula potensi bias informasi dan sebagainya.

Bahwa berita tak bertanggung jawab yang beredar di media sosial membuat sesuatunya menjadi overload. Menumpuk dengan ketidakjelaskan atau sangat diragukan keakurasian beritanya. Kebiasaan berkomentar sudah menjadi santapan publik sehari-hari. Di bahas bareng- bareng dan setiap pembahas sekaligus menjadi hakim atas pendapatnya.

Suatu saat ketika bencana alam melanda seluruh warga dunia maya beremoticon tangis bersama. Menggambarkan sikap peduli yang tiada tara. Saat gencarnya diskriminasi penilaian ajang pencarian bakat karena adanya unsur nepotisme. Maka berduyun-duyun mengomentari bahkan menghardik atas kejadian itu. 

Musim pembahasan opini berita di media sosial terus berulang dan terus berganti mengisi dimensi layar smartphone dengan gelombang informasinya terus bergulir. Semuanya itu berdampak pada sisi aktualisasi masyarakat yang mempunyai kebiasaan mencibir, mengkritik dan mengundang orang lain agar turut membenci karena sesuatu hal.

Meskipun jika ditelaah lebih lanjut bahwa bentuk kritik itu bukan hal yang negatif. Apabila niatan mengkritik itu didasari atas cinta dan mengembalikan sebagaimana jalurnya. Kemudian cara mengkritikpun disampaikan dalam keadaan santun. Agar orang yang tak berpendidikan pun bisa mengerti maksud dan tujuan kritik yang bersifat membangun tersebut.

Interaksi penyedia berita dan penikmat berita bersifat transaksional. Meski pembayarannya melalui penggunaan data internet. Kembali lagi yang paling esesi itu bergulirnya berita ketika telah sampai kepada masyarakat. Mereka mempertahankan kebenaran ego subyektifnya.

Lalu musim apa? yang paling hangat dan paling lama trending di media sosial? Yaitu masalah sensitif melalui isu-isu Suku, Agama dan Ras. Komoditas tersebut sebagai bahan bakar membuat gaduh dengan banyak cara, bias pandang, membalikkan fakta, bahkan fitnah yang tak bertuan pelakunya. 

Perlahan kebhinekaan itu digerogoti oleh bangsanya sendiri melalui musim-musim dunia maya yang silih berganti. Yang tanpa sadar kita sama-sama merayakan dan menari di atasnya. Hingga tak pernah bangun dari tidur bahwa kekayaan negara turut dieksploitasi diam-diam.

Masihkan kita menjadi penikmat musim dunia Maya itu? atau kah kita disibukkan membangun generasi fajar yang lebih bermartabat dibandingkan dengan kondisi sekarang?
Jawabannya harus mulai dari sekarang kita sadar, bangkit kemudian bergegas.

Prasangka


Pisau yang paling baik dan tajam tidak serta merta mudah dibuat tanpa adanya proses yang cukup panjang. Ada beberapa parameter yang dipakai ketika seseorang menilai kualitas pisau tersebut dalam kategori baik. Bisa jadi karena bahan pisau diambil dari kualitas logam yang bagus, sehingga hasilnya berkilau dan anti karat. Sedang prosesnya penajamannya dilakukan secara rutin tanpa ada jeda waktu yang bisa menurunkan kualitasnya.

Begitu pula manusia dengan segala instrumen baik jasmani maupun rohaninya. Saya jadi ingat cerita kebiasaan pagi dan sore santri-santri di pondok pesantren tradisional. Mereka bertugas membersihkan pondoknya. Tugas tersebut disesuaikan dengan usia para santri. Ada santri kelas 1 SD yang bertugas membersihkan halaman pondok. Kemudian bagi santri yang sudah beranjak remaja tugas mereka mulai berat. Yaitu untuk menimba air untuk diisikan ke bak mandi air. Hal tersebut dilakukan bertahun-tahun untuk hikmat kepada kyainya. Atas dasar tempaan tugas tersebut perlahan mereka belajar secara otodidak mengerti makna keikhlasan serta proses rutin yang dijalani dengan kelembutan hati yang istiqomah.

Cara tersebut ternyata sangat ampuh sudah turun temurun agar mereka hidup bekerjasama serta bersosialisasi merasakan sendiri nikmatnya hidup. Mental tangguhnya mulai ditempa menjadi pribadi yang tidak hanya bisa mengajarkan bagaimana menjadi ikhlas dan istiqomah melainkan mempraktekkannya sendiri dan bertahun-tahun.

Belum lagi ketika mereka harus berinteraksi dengan masyarakat bisa melihat langsung masalah yang sering terjadi. Data yang mereka dapat adalah valid dan real secara langsung. Mereka menyaksikan populasi bukan hanya sampel. Dari sini para santri melihat kondisi sosial masyarakat. Bagaimana kesulitan ekonomi beserta cara menghadapinya mereka para santri sangat paham atas dari kebiasaan itu. Rasa simpati dan empati pun mulai terbentuk serta benih-benih cinta kemanusiaan mulai tumbuh dengan sendirinya.

Hati mereka lembut didasari dari laku hidup yang sudah tertanam. Dari hati yang lembut tersebut maka transfer keilmuan bisa mudah dilakukan. Sedangkan hati para kyai pun sungguh penuh kecintaan. Sehingga para kyai sepuh terdahulu sering berpesan, "Jadilah manusia terlebih dahulu sebelum menjadi santri". Kata "manusia" dalam ungkapan itu adalah makhluk yang mempunyai akal dan pikiran. Manusia yang berakal berarti manusia yang bisa berpikir membedakan mana yang baik mana yang buruk. Sedangkan proses "nyantrinya" adalah pencarian ilmu agamanya sebagai penyempurnanya..
Alhasil saya memang lebih percaya bahwa prasangka itu dari sumber keadaan hati yang setiap waktu dikroscek kembali. Jangan-jangan ketika menyangka sesuatu berasal dari hal buruk. Sedang untuk menilai perasaan hati saya baik, saya malah terus berkaca dan merasa malu kepada mereka yang telah belajar ikhlas dan istiqomah sejak dulu.

Cashing

Kembali lagi kita harus menggunakan jarak untuk menyebut diri kita sendiri. Bahwa ada disetiap manusia itu terdapat beberapa "casing" yang melekat dan digunakan sebagaimana posisinya berada. Bisa pula di dalam masyarakat Jawa telah mengenal istilah "empan papan" yang patut dijunjung tinggi keberadaannya.

Setiap "casing" mempunyai tugas dan perannya masing-masing. Ketika bekerja sebagai pemimpin perusahaan maka akan dibawanya sebuah kewenangan atas birokrasi atas bawah hierarki jabatan. Berbeda dengan waktu dan tempat lagi. Saat berada di rumah "casing" tersebut dilepas kemudian digantikan dengan jiwa kepemimpinan kepala keluarga di rumah.

Orang lain pun mengganggap batas kewajaran sebagai manusia yang lumrah. Apabila kesesuaian penggunaannya mempunyai ketepatan. Saat di tengah-tengah masyarakat "casing" sebagai warga sebaiknya disematkan sebagaimana rakyat biasa, bukan sebagai pemimpin perusahaan.

Gesekan-gesekan yang sering timbul dari sebuah pemaknaan "casing" adalah kurang memahami tingkat kepresisian waktu serta tempatnya.

Adakalanya rasa ketersinggungan sesuatu hal karena menganggap dirinya adalah subyek paling substansi. Misalnya menganggap bahwa segala langkahnya ketika terjun berada di tengah masyarakat adalah paling dihormati sebagaimana posisinya ketika di dalam perusahaan tempat bekerjanya. Ini sebuah fenomena yang kurang pas dalam kehidupan bermasyarakat dan perlu disadari bersama.

Telaten, Ngimpi karo Turu


Setelah sholat subuh, Lek Karyo tidak beranjak dari duduknya. Kepalanya menunduk hingga menjelang fajar. Kebiasaan itu membuatnya marah jika ada orang yang memberitahu bahwa sholat jamaah subuh telah selesai.
Maka sampai jam 6 pagi, ia dibiarkan duduk di masjid. Melihat Lek Karyo mulai tersadar bangun menuju teras mengambil sandal, Kang Drakim menghampirinya kemudian berseloroh.

"Wes tangi Lek Karyo?"
Mata Lek Karyo masih 5 Watt seakan nyawanya belum lengkap dari persinggahannya.
"Lha rumangsamu aku turu pok?"
"Lho kawit mau njagong karo metungkul anteng Lek?"
"Ohh....iku mau aku lagi ketemu bocah nom lagi takon masalah kerjaan"
"Sik...Sik...kok ampuh temen Lek,sampeyan?terusno ceritomu!"
"Bocah nom kuwi takon, piye carane dadi tukang buruh sing apik?"
"Banjur jawabanmu opo Lek?"
"Kowe kuwi nek takon koyo meh nagih utang, kesusu ora ono jeda ne!"

"Piye neh....penasaran kuwi karo ceritamu!"
"Tak terusno, lha kuwi bocah Kuwi takon masalah gawean. Yo aku tak jawab, bahwa kuncine kuwi ming andhap asor karo kudu telaten. Dadi aku mau ngomong sampeyan kudu ora usah sombong ben rezeki ilmu karo rezeki konco kareben melu. Banjur memang kudu telaten, ojo kakean sambat, kudu sabar lan jembar penggalih. Ojo gampang nesunan karo tersinggungan kadang Gusti kuwi maringi masalah kareben munggah derajate. Milo memang kudu telaten ngisor karo nduwur.

"Ohhh....bocahe piye Lek Karyo?"
"Nek wes ngunu bocahe sungkem karo aku. Terus aku ngomong maneh. Aku nerimo sungkemu kareben sampeyan ora kecewa wes berusaha ngurmati aku. Tapi sejatine aku ora duwe opo-opo biso ugo ujianmu luweh ampuh ketimbang ujianku dadi ora susah gumunan, nganggep aku wong sing paling ampuh. Aku karo sampeyan podo kabeh. Sing mbedakno amal bakti kanti ikhlase ing ndunyo".
"Nah kuwi mau bocahe numpak opo Lek Karyo?"
"Mau bocahe numpak motor matik jaketan ireng"

"Lha kok aku ora weruh Yo?"
"Kandangi owg, bocahe cepetan soale ameh mangkat kerjo"
"Tapi aku kawit mau neng kene ora weruh! tenan kuwi."
"Nah kuwi, teko karo lungane pas aku lagi metungkul karo njagong"
"Nah, Kuwi sampeyan lagi ngimpi Lek?"
"Lho....aku kan ora turu?"
"Piye tho? Nek ngimpi mesti turu kan?
"Yo durung mesti, aku ngimpi tapi sarungku ora teles, Drakim! Aku ora turu kan?"
Seketika itu Lek Karyo meninggalkan masjid. Kang Drakim masih berdiri bingung mikir istilah "ngimpi karo turu".

Setor KTP


Atas kejadian di bank kemarin siang, Lek Karyo sampai ke rumah bergumam, mulutnya mecucu, komat kamit menahan misuh, pengen protes terhadap peraturan penunjukan KTP. Sifat Lek Karyo tidak sabar hanya ketika ada peraturan yang tidak lumrah. Termasuk keganjilan kemarin yang membuatnya sedikitnya meradang.

Bermula saat setelah mengantri 20 menit, Lek Karyo maju menuju arah teller. Setelah Mbak berwajah tirus bertubuh semplohay itu memanggil nomor antrian A-106. Mukanya menampakkan keramahan yang dipaksakan karena SOP membuat senyum Lek Karyo agak keki.

"Selamat siang bapak"
"Siang mbak"
"Dengan saya Painem, ada yang bisa di bantu?"
"Iya Mbak Inem, saya mau setor nabung ke rekening saya"
"Oiya bapak, maaf KTP nya ada?"
"Lho sekarang pake KTP tho?maksudnya apa? Apa kurang cukup hanya dengan buku tabungan?"
"Iya bapak, ini peraturan baru di kami. Nasabah harus menyerahkan bukti KTP"
"Terus pentingnya apa mbak bukti KTP? sementara ini saya ini mau setor uang 600 ribu buat bayar setoran gubuk saya. Kecuali kalau mau narik saya izinkan Mbak Inem melihat KTP saya, bagi saya itu privasi tidak sembarang mudah diperlihatkan". 

"Sebenarnya untuk otoritasi kepercayaan saja pak buat kami"
Bagi Lek Karyo masih jawaban simpel. Jawaban yang mewakili pihak bank belumlah cukup bagi dia.
"Sebentar....atas alasan otoritasi kepercayaan? selama ini saya sudah menjadi nasabah 10 tahun mbak. Ini tahun ke-11 saya. Angsuran saya rutin, kalaupun telat karena batas akhir pembayaran adalah tanggal merah. Kalau bukti buku tabungan itu tidak cukup membuat bank percaya dengan saya. Mending saya akan ganti bank mbak kalau gitu. Karena sebenarnya pinjam meminjam itu atas kerja sama saling menguntungkan dan dilandasi kepercayaan. Jika itu pihak bank sudah tidak mempercayai saya mengapa harus berlanjut?"
"Sabar pak....bukan berarti kami tidak percaya, tapi memang ini peraturan"

"Lho peraturan kan dibuat atas dasar yang konkrit mbak? begini lho....bank ini kan mengeluarkan buku tabungan sedang buku tabungan adalah hal privasi. Penunjukan KTP ini seharusnya bagi yang nasabah tidak sesuai dengan buku tabungan. Sedangkan jika nasabah buku tabungan sesuai dengan namanya tidaklah perlu harus menunjukan bukti diri"
"Nah itu pak agar bisa menyinkronkan pemilik buku dengan pemilik asli kami perlu bukti", jawab mbak teller tersebut. Lek Karyo mulai meradang.
"Saya tegaskan ya mbak...Saya ini mau setor lho mbak, jujur saya keberatan jika mbak memperlihatkan KTP saya. Kalau saya mau ambil uang, why not? Saya serahkan sebagai verivikasi. Lha ini saya mau setor kok ribet banget harus pake KTP segala. Saya baru kali ini menjumpai bank serewel ini lho mbak peraturannya".
"Nah itu pak, kalau bapak tidak bersedia menunjukan KTP ada alternatif lainnya pak. Yaitu model transfer, jadi tetep masuk saldo tapi tidak dicetak dibuku tabungan."

"Lantas, buku tabungan ini tidak berarti ya mbak?"padahal saya mau setor nabung aja lho mbak. Saya kok geli campur pengen marah kok peraturan aneh ya? saya di bank ini jadi orang bego."
"Iya pak betul"
"Betul gimana?aneh ya?nasabah mau nabung sudah bawa buku tabungan. Masih saja pihak bank belum percaya atas kepemilikan buku itu. Selama 10 tahun saya dipercaya sebagai nasabah, angsuran saya rutin. Di tahun ke 11 ini saya mau setor nabung, hanya karena kurang KTP transaksi batal"

"Maaf pak ketidaknyamanan peraturan ini pak"
"Saya ini legowo mbak jika memang masuk akal. Misalnya menunjukkan KTP jika mau mengambil. Ini saya masih mentolerir. Lha ini saya mau nabung di buku tabungan saya. Kok pihak bank bersikeras. Apa jaminan bahwa KTP saya tidak disalahgunakan?"
(Mbaknya tellernya terdiam)
"Gini saja mbak, besok saya akan ganti bank yang lebih simpel dari bank yang tidak se rempong ini, makasih".
Lek Karyo meninggalkan bank, sebagian nasabah lain tercengang melihatnya.

Kebijakan Yang Dipesan


Jari kanannya Lek Karyo, terselip satu batang rokok, beliau duduk di emper pos ronda samping rumahnya. Kebetulan di seberangnya ada lapangan badminton sederhana. Setiap malam orang kampung sering mengadakan latihan di sana.
Malam ini, Lek Karyo masih malas latihan. Niatan itu bagi dia sebagai bukti empati miris atas kabar yang sedikit menyinggung hobinya, yaitu badminton. 

Kabar tersebut didengar saat rekan latihannya cerita, bahwa ada penonaktifan pihak sponsor beasiswa prestasi skala nasional tersebut berasal dari perusahaan rokok.

Lek Karyo memilih diam, tapi lantas diamnya beliau menjadi batu yang berpikir. Sebenarnya apa yang terjadi pernyataan tersebut bisa mencuat di permukaan publik. Tiba-tiba dari arah utara Bung Kusno mendatangi Lek Karyo kemudian menghampirinya,
"Ngopo Lek Karyo ngelamun wae?"
"Weruhmu aku Iki ijeh opo?rumangsamu kowe ora duwe mripat?"
"Wuih...erosi temen Lek Karyo, ojo nesunan tho, mundak cepet tuo keno struk!"

"Aku iki ora nesu ming gregetan, ngopo aku ora sugeh".
"Nek diganjar sugih, emange meh nadhar opo Lek Karyo?"
Sejenak, batang rokoknya dihisap dari tanganya. Tak lama kemudian....Bulll.....asap rokoknya membumbung tinggi keluar dari mulut, kemudian melanjutkan pembicaraannya.
"Nek aku sugih, bondoku meh tak kanggo ngenehi beasiswa atlit berprestasi, aku meh shodaqoh kanggo Indonesah".
"Kok serius men Lek Karyo?"

"Nah, lha Iyo semisal kekayaan pribadi kuwi kebijakane duwe otoritas dewe ora gumantung karo liyane".
"Menurut Lek Karyo kebijakan sing pernah resmi dadi peraturan itu mesti ono sing pesen Lek?"
"Pertanyaanmu iku polos nemen Kusno!"
"Aku ora wani eksekusi jawab masalah rokok karo beasiswa"
"Aku dituntun pasal hoax kowe wani tanggung jawab?"

"Lha terus?"
"Prinsipe ngene bahwa kebijakan enek hubungane instansi profit (menguntungkan) kuwi akeh sing bermain neng njerone."
"Walah aku tambah sansoyo ora mudeng Lek Karyo".
"Gampang ane ngene Kusno! Sampeyan pas servis motor neng bengkel resmi kuwi disaranke kareben nganggo part sing standar resmi tho?"

"Hooo....ooooh...."
"Nah kuwi, pihak mekanike melu ngeramekke pasaran part sing resmi kareben payu".
"Banjur hubungan opo Lek Karyo?"
"Kebijakan mekanik kuwi ono sing pesen seko pihak penjual part. Semakin part-e akeh payu pendapatan e semakin akeh"
"Ngunu?"

"Nah kuwi sebagian contohe sih neng lembaga standarisasi. Dadi pihak obyek pengawasan selepas disurvey, mesti ono hubungan transaksi berkelanjutan. Minimal matuhi saran kanggo tuku tambahan alat utowo sak piturute".
"Ngono tho Lek Karyo? Sampeyan ampuh tenan", sembari manggut-manggut.
"Begitupun kebijakan yang ada hubungannya dengan lembaga standarisasi. Ada resolusi rendah yang sulit dicapai masyarakat awam untuk melihat seberapa murni kebijakan itu dihasilkan".
"Tak mat-matke sampeyan koyo Pak Mario Lek Karyo"
"Soriiii kenceng....rambutku gondrong, Kusno!", Lek Karyo agak jengkel, Bung Kusno tertawa geli, di depan pos ronda.

Perokok Dalam Pergaulan


Perokok itu lebih luwes dalam pergaulan. Hal yang lumrah untuk membuka obrolan bagi yang baru pertama kali kenal yang ditawarkan bukan profilnya kepribadian. Melainkan sebungkus rokok yang barusan dibuka kemudian ditaruh di atas meja. Itu sudah bisa sebagai tolok figur karakteristik seseorang. Ini pembuktian bahwa kualitas laki-laki atas sisi keterbukaannya.

Sedang mereka yang tidak merokok terkesan kaku. Canggung mau bawa camilan kok terkesan kemaruk. Mau membawa permen seringnya kelupaan.

Ini tentang hal lain perokok dipandang dari kebiasaan etika bersosial kaum laki-laki. Beda lagi jika dipandang tentang efeknya. Saya kira bagi anti rokok tulen, tidak akan membuka ruang berpikir jika memang belenggu keluasan itu memang sedari sudah dibatasi.

Terakhir, ada yang anti rokok tapi tidak serta membenci perokok karena mereka mau belajar bahwa rokok bukan hanya asap, melainkan sederet kebijakan, otoritas, perizinan, peraturan, sponsor, komoditas, tenaga kerja, ciri khas dan kedaulatan seseorang. Kecendrungan model anti rokok ini, lebih bisa menempatkan diri bukan menuntut orang lain secara masif.

Conflict of Interest


Sepulang berdagang Lek Karyo makan di angkringan. Setelah satu bungkus nasi kucing dilahapnya. Mata Lek Karyo fokus membaca tulisan koran bekas dari bungkus nasi tersebut.
Yudi berawakan cungkring yang tak lain penjual angkringan mengamati tingkah polah bapak yang hobinya udud klempas-klempus itu.
"Samepeyan serius temen Lek?"
"Iyo aku Iki moco tentang conflict of interest kok menarik"
"Nama jajanan opo Lek? Kok istilahe angel temen?", sergah Yudi.
"Husssshh...Iki masalah birokrasi"
"Kemaki samepeyan Lek Karyo, ini opo tah?Indonesia iki wes akeh konflik mbok ojo ditambahi konflik maneh"
"Aku yo kadang keder Yud, golek istilah kadang hakikate bagi orang awam susah dipahami"
"Oh....penting ngunu Lek Karyo makna conflict of interest?Jan-jane opo tho?", dahi Yudi mulai berkernyit.
"Pokoke pertentangan kepentingan utowo konflik kepentingan. Kudune kepentingan kuwi ngulon lempeng biso dibeloke ngidul, ugo ngalor, biso mbalik ngetan, biso juga mubeng-mubeng ora tekan nggone"
"Nah kuwi biasane konflik kepentingan kejadiane ning ngendi?"
"Neng endi bae disemua lini tapi khususe sebagai pelayanan publik dan perusahaan negara utawa swasta"
"Aku dadi tertarik kadi omonganmu Lek Karyo, sampeyan sebagai wong awam kok susah memahami hakikate konflik kepentingan kenopo?"
"Nah kuwi, aku sebagai wong awam, kok bertanya-tanya penggunaan kata konflik kepentingan".
"Kok ambigu nek sebuah kantor tidak ada kepentingan. Setahuku berbagai kantor dan perusahaan mesti neng ruangan tertulis YANG TIDAK BERKEPENTINGAN DILARANG MASUK. Berarti sing neng Jero kantor utowo perusahaan pancet isine tetep wong berkepentingan kabeh"
"Nah kuwi Lek Karyo maksude tiap masing-masing karyawan ojo nganti ngutamake kepentingan pribadine kejobo kepentingan kantor", Yudi berseloroh.
"Ngunu tho Yud? Tumben pikiranmu mletik ora koyo biasane?"
"Iyo...aku yo nduwe konflik batin yang tak kunjung sembuh"
"Lha opo Yud?"
"Konflik tuna asmara Lek!"
"Dasar semprulll.....!!" Lek Karyo pamit sembari meninggalkan kedai angkringan.

Tanpa Bawahan


Namanya Lek Karyo ada-ada saja akalnya. Memang karakternya uniknya dia engga banyak omong. Tingkahnya bagi orang yang melihatnya bikin aneh. Namun dibalik semua itu dia ingin sekali menyampaikan pelajaran.
Suatu ketika saat diundang di pesta pernikahan anaknya Pak Camat, tingkah Lek Karyo kembali menuai galak tawa hadirin yang datang. 

Saat semuanya datang dengan berbagai kostum resmi. Lek Karyo hanya menggunakan jas berwarna hitam dan celana kolornya ada cap tepung gandum segita biru. Tak ada yang tak tertawa melirik pakaian Lek Karyo. Ada yang malu-malu menahan senyum, tapi akhirnya terlepas juga tawanya terbahak-bahak.
Pihak EO acara tersebut melarangnya. Namun, karena pihak Pak Camat mengerti kebiasaan Lek Karyo beliau mengizinkannya masuk. EO pun menyerah, akhirnya Lek Karyo masuk ke dalam gedung tanpa pengawalan dari siapapun.

Sontak, disesi acara salaman seluruh tamu yang datang matanya tertuju ke hadapannya. Tanpa basa-basi Lek Karyo berjalan naik pelaminan, menyalami kedua mempelai pengantin tak lain adalah anak dari Pak Camat.
Respon Pak Camat sendiri tidaklah canggung, wong dia sudah kenal sekali dengan Lek Karyo. Tapi malah tiba-tiba Pak Camat menyetop pihak MC agar memberikan mikrofon kepada Lek Karyo memberikan ucapan selamat kepada mempelainya.
Setelah mikrofon diserahkan kemudian dari pojok kanan pelaminan Lek Karyo berkata,
"Selamat siang tamu undangan...."
Seluruh tamu menjawab sapaan dengan tertawa lepas
"Sungguh, tak ada kebahagian yang luar biasa yang Anda rasakan setelah melihat saya. Saya pun bergembira melihat Anda bisa tertawa lepas"

"Betul sekali, bahwa sengaja siang ini saya tidak memakai bawahan celana panjang. Agar Anda ini selalu tersadar bahwa menjadi bawahan itu bukan hal yang hina. Bahkan menjadi penyelamat dari potensi kehinaan itu sendiri".
Seketika itu suara tamu resepsi hening tak ada lagi tertawa sedikitpun dari hadirin yang datang.
"Saya kira pastinya Anda ini pernah membicarakan Pak Camat di belakangnya. Tanpa sepengetahuan Pak Camat Anda ini sering "ngglendengi" beliau. Anda sering su'udhon terhadap beliau. Bahkan ketika mendapatkan tugas dari Pak Camat, seringnya mengeluh, merasa hina menjadi bawahan".
Respon tamu bermacam-macam beberapa tamu yang tertunduk merasa bersalah.

"Sekarang Anda semua harus mengerti bahwa posisi Anda sebagai bawahan tidak sedangkal yang Anda pikirkan. Posisi Anda sangat vital dalam mencapai kesempurnaan kehormatan. Buang sifat rendah diri. Biasakan berkompromi dengan atasan dalam kadar kebaikan"
Suasana haru biru mendengar Lek Karyo terus memberikan nilai-nilai budi pekerti kepada staf bawahannya Pak Camat. Setelah mencapai puncak nasihat. Maka Lek Karyo bertanggung jawab mengembalikan momen nuansa acara kebahagiaan seperti semula. Di akhir pidatonya Lek Karyo kemudian berujar.

"Namun, semua ini sebenarnya bukan hal unsur kesengajaan. Kalau boleh saya bercerita bahwa tadi pas perjalan menuju gedung ini. Celana saya kecantol kawat keranjang bakul sayur. Akhirnya saya terpental, hingga celana saya robek hampir terbuka semuanya. Biar engga telat buru-buru saya lepas dan hanya celana pendek ini yang tersisa"
Suasana pesta kembali riuh. Semua hadirin bersorak tepuk tangan. Ada pula yang melempar botol air mineral ke kepala Lek Karyo.
"Dasar Lek Karyo, edan", ucap teman satu letingnya pas SMA.