Cuaca pagi
tadi di Pekalongan terpantau mendung merata. Sinar matahari yang biasanya jam
05.00 WIB sudah mulai menampakan jati dirinya, hari ini sepertinya masih
bermalas- malasan. Untung saja hari ini bukan hari Senin, jadi masih ada alasan
untuk nambah lagi waktu "aras-arasen" melakukan pekerjaan. Kalau anak
jaman now itu bilang, "Lagi mager, malas gerak", karena ada benarnya
manusia bukan seperti robot, fluktuatif bisa rajin dan juga berpotensi malas.
Syahdu, ya
begitulah cara sederhana menikmati cuaca mendung. Kata syahdu sering saya baca
di time line media sosial. Ternyata ada juga kebiasaan lain yang sudah mendarah
daging dari kakek nenek saya. Apabila sudah satu dua tetesan air telah jatuh,
yang sering saya dengar yaitu "urug-urug udano sing gedi". Kemesraan
antara masyarakat kita dengan gejala cuaca dimusim hujan sudah berkomunikasi
dan berinteraksi secara verbal.
Kata
syahdu, menurut saya hanya akhir-akhir ini saja terdengar. Setidaknya almarhum
ayah saya juga tidak mewariskan kebiasaan yang mengatakan, "Mendunge
syahdu", sama sekali tidak. Menurut saya ungkapan kebiasaan ini terjadi
setelah tahun 2010 kata syahdu itu mewabah bebarengan gencarnya kepemilikan
akun facebook hampir 130 juta baik yang real maupun abal-abal.
Saya
sedikit mengernyitkan dahi mencari tahu korelasi syahdu dan mendung. Bahkan
penggunaan kata syahdu menurut saya kata yang jarang digunakan dalam komunikasi
sehari-hari. Kata syahdu lebih dekat dengan karya puisi. Tak lain lirik lagu
berjudul syahdu karya Bang Haji Rhoma Irama tertulis "Bila kamu di sisiku
hati terasa syahdu". Saya lebih percaya bahwa syahdu yang sering diucapkan
oleh masyarakat erat kaitannya memaknai lagu yang dinyanyikan oleh Bang Haji
Rhoma Irama.
Bang haji
memang pantas dijuluki "The King of Dhangdut", betapa lagu yang
dibawanya merupakan karyanya sendiri. Kata syahdu pada lirik tersebut bisa
ditafsirkan dengan suatu keadaan ternyaman yang tiada tara dan tidak ingin
beranjak dari situasi tersebut. Seperti nyamannya cuaca mendung saat sekarang.
Juga bisa berpotensi stagnan tidak beranjak dari hal yang membuatnya nyaman.
Kalau nyaman di tempat tidur susah beranjak. Jika sudah di rumah enggan pergi
keluar dan berbagai fragmen lain yang dialami masing-masing orang. Kemungkinan
kebiasaan ini akan berlanjut ketika dimusim panas. Bisa jadi nanti ketika
matahari bagaikan di atas kepala ada yang mengatakan, "Panasnya
terlalu....", dengan nada khasnya Bang Haji Rhoma Irama.
No comments:
Post a Comment