Wednesday, 12 December 2018

Piye, Ges?


Semakin hari panggilan ges ini semakin viral sejalan dengan musimnya durian dari Kecamatan Doro Kabupaten Pekalongan. Panggilan yang sering dipakai anak muda ini, tampak mudah didengar. Dari percakapan yang sering saya dengar, penggunaan kata ges ini berhasil menggeser posisi "Bro" dan "Lhur" dalam belantika bahasa panggilan sehari-hari. 

Panggilan akrab antar teman ini seakan tumbuh subur dalam komunitas mahasiswa ketika kongkow di angkringan. Ya, mungkin cara ini sebagai pendekatan saya mengamati gejala sosial. 

Sembari menikmati menu angkringan mereka memainkan game online. Seringnya mereka saling adu ledekan bersama lawan mainnya. "Ayo cepet Ges, diserang musuhe, rasah kesuen!". Beda lagi ketika terjadi ekspresinya gregetan saat main game online, panggilan itu berubah menjadi cuk, su atau bahkan leng. Mereka tidak berantem, ini hanya tanda dialektika kemesraan pertemanan sepertinya tidak ada batas untuk memaki satu sama lain dalam lingkaran tumbuh bersama keakraban. 

Mungkin ada masyarakat yang berpandangan linier tentang panggilan tersebut. Ini erat kaitannya dihubungkan dengan realita maksud dan tujuannya. Bagi orang Jawa Tengah kata cuk, sudah merupakan kata yang dianggap sudah melewati batas kesopanan yang wajar. Anggapan itu, lebih menyamakan yang obyek yang dipanggil dengan sebutan tersebut. Beda lagi kebiasaan orang Jawa Timur, kata cuk sudah menjadi hal lumrah. Sebagai pengakraban antar teman, "Gak pernah ketok, Cuk? Kon minggat neng endi ta?", bagi yang biasa ya tidak mempersalahkan dan tidak mempunyai pandangan sinis terhadap panggilan itu. 

Kembali lagi tentang bahasan awal panggilan ges. Ingatan saya tertuju pada momen sekitar tahun 2005, sebelum gejala android dan medsos ini menghipnotis anak muda. Radio menjadi alternatif aktifitas mengeksperisikan kegiatannya. Mulai dari mendengarkan musik, kirim salam dan agenda komunitas yang terbentuk melalui program dari radio tersebut. Misalnya ada komunitas sosial peduli anak jalanan, komunitas grup musik dan masih banyak lainnya. Jumlah anggota komunitas ini bertambah dari seringnya mendengarkan acaranya di radio. Tak jarang mereka juga ikut live, kopdar di studio sembari mengenal penyiar radionya pun juga dari anak muda, enerjik, supel dan ceria. Dari interaksi ini panggilan ges, sudah dimulai. Namun bedanya, pada waktu itu ucapan ges lebih pada kaidah bahasa aslinya, guys yang kebarat-baratan. 

Di tahun 2018 ini saya sangat menikmati indahnya perubahan logat bahasa orang Pekalongan yang sangat familier, simpel, jujur dan kumunikatif. Betapa mudahnya di ucapkan dari guys menjadi ges. Bagi saya, ini sebuah logat bahasa panggilan yang tidak diada-adakan.

Selamat sore, Ges ayo neng Kalongan!

No comments:

Post a Comment