Semakin hari panggilan ges ini semakin viral
sejalan dengan musimnya durian dari Kecamatan Doro Kabupaten Pekalongan.
Panggilan yang sering dipakai anak muda ini, tampak mudah didengar. Dari
percakapan yang sering saya dengar, penggunaan kata ges ini berhasil menggeser
posisi "Bro" dan "Lhur" dalam belantika bahasa panggilan
sehari-hari.
Panggilan akrab antar teman ini seakan
tumbuh subur dalam komunitas mahasiswa ketika kongkow di angkringan. Ya,
mungkin cara ini sebagai pendekatan saya mengamati gejala sosial.
Sembari menikmati menu angkringan mereka
memainkan game online. Seringnya mereka saling adu ledekan bersama lawan
mainnya. "Ayo cepet Ges, diserang musuhe, rasah kesuen!". Beda lagi
ketika terjadi ekspresinya gregetan saat main game online, panggilan itu
berubah menjadi cuk, su atau bahkan leng. Mereka tidak berantem, ini hanya
tanda dialektika kemesraan pertemanan sepertinya tidak ada batas untuk memaki
satu sama lain dalam lingkaran tumbuh bersama keakraban.
Mungkin ada masyarakat yang berpandangan
linier tentang panggilan tersebut. Ini erat kaitannya dihubungkan dengan
realita maksud dan tujuannya. Bagi orang Jawa Tengah kata cuk, sudah merupakan
kata yang dianggap sudah melewati batas kesopanan yang wajar. Anggapan itu,
lebih menyamakan yang obyek yang dipanggil dengan sebutan tersebut. Beda lagi
kebiasaan orang Jawa Timur, kata cuk sudah menjadi hal lumrah. Sebagai
pengakraban antar teman, "Gak pernah ketok, Cuk? Kon minggat neng endi
ta?", bagi yang biasa ya tidak mempersalahkan dan tidak mempunyai
pandangan sinis terhadap panggilan itu.
Kembali lagi tentang bahasan awal panggilan
ges. Ingatan saya tertuju pada momen sekitar tahun 2005, sebelum gejala android
dan medsos ini menghipnotis anak muda. Radio menjadi alternatif aktifitas
mengeksperisikan kegiatannya. Mulai dari mendengarkan musik, kirim salam dan
agenda komunitas yang terbentuk melalui program dari radio tersebut. Misalnya
ada komunitas sosial peduli anak jalanan, komunitas grup musik dan masih banyak
lainnya. Jumlah anggota komunitas ini bertambah dari seringnya mendengarkan
acaranya di radio. Tak jarang mereka juga ikut live, kopdar di studio sembari
mengenal penyiar radionya pun juga dari anak muda, enerjik, supel dan ceria.
Dari interaksi ini panggilan ges, sudah dimulai. Namun bedanya, pada waktu itu
ucapan ges lebih pada kaidah bahasa aslinya, guys yang kebarat-baratan.
Di tahun 2018 ini saya sangat menikmati
indahnya perubahan logat bahasa orang Pekalongan yang sangat familier, simpel,
jujur dan kumunikatif. Betapa mudahnya di ucapkan dari guys menjadi ges. Bagi
saya, ini sebuah logat bahasa panggilan yang tidak diada-adakan.
Selamat sore, Ges ayo neng Kalongan!
No comments:
Post a Comment