“Lama enggak bersua ke jaman SMP kita ya?” Mestinya
kenangan itu jangan dibawa baper tentang
masa lalu yang tak bisa diulang. Ada banyak hal yang menarik, lucu dan sangat wagu sekali. Tentang apa sih, yang bisa kita ambil yaitu sesuatu
yang kita ceritakan buat anak kita. Tentunya hal yang paling indah atau masa
seru-seruan saat bersekolah. Semangat bangun pagi harus naik sepeda
bareng-bareng, naik angkot bahkan ada yang setia dengan jalan kaki. Jika itu
tempat tinggalnya di sekitar lingkungan sekolahan. Rangkaian kenangan yang kita
rajut dari masa remaja mengantarkan polah tingkah kita menambah repotnya guru BP.
Mereka yang selalu setia berdiri di depan gerbang sekolah menungggu siswa
terlambat, menangani kasus bolos sekolah, tidak disiplin berpakian, ketahuan
merokok dan seabrek permasalahan antara hubungan siswa dengan orang tua.
Tulisan
ini terlahir dari hal rasa syukur saya bisa mengenal kalian, teman-teman satu
angkatan SMP 1 Wiradesa. Bentuk ruang keangkuhan saya pun, sepertinya tidak
pernah ada karena dari dulu saya mengakui tidak pernah memberikan andil apa-apa.
Memberikan nama harum sekolah pun sungguh tak pernah bisa. Apalagi memberi
pengharum ruang kelas, semacam Stela
gantung atau Bay Fresh Spray
sungguh tidak terpikirkan sama sekali. Yang saya rasakan adalah dampak terbesar
dalam menggali sesuatu yang bermanfaat yaitu karakter hasil pendidikan yang
saya rasakan hingga tulisan ini sampeyan
baca.
Saya
termasuk siswa biasa dan beruntung ditempatkan bersama teman-teman yang mempunyai
kemampuan di atas rata-rata. Saya sendiri lebih banyak suloyonya dalam hal mata pelajaran hitung-hitungan dan Bahasa
Inggris. Cukup beruntung masih ada teman-teman yang mau saya contoni (memberikan jawaban) saat
ulangan harian terencana ataupun ujian semesteran. Namun tentang soal sepele
mengamati pola sosial lingkungan dari dulu hingga sekarang pikiran saya masih landhep
bisa merasakan hal-hal yang bisa saya refleksikan dalam perjalanan hidup
saya. Pola sosial yang saya maksud lebih menekankan interaksi masing masing
guru kepada siswa benar-benar saya amati dan saya rekam. Gaya leader-nya Pak Koes salah satunya. Sampai
saat ini masih saya simpan dari mulai datangnya beliau naik mobil kijang boyo berwarna merah berpakir di area
timur sekolahan. Hingga gaya jujur khas di meja tamu beliau, tergeletak rokok Dji Sam Soe dan korek api gas di atasnya.
Itu semua hanya sebatas casing yang
saya amati sebagai anak didik yang tak pernah dekat dengan beliau.
Energi
dari Pak Koesnandar, bagi saya adalah yang pesan bijak dari ucapan dan perilaku
beliau sebagai bapak, yang berperan pengayom dan pelindung. “Kalian itu dari kelas A hingga kelas F sudah saya anggap anak saya sendiri. Jadi
saya tidak akan membedakan. Meskipun tidak pandai, meskipun nakal, meskipun bolosan
tetap saya anggap anaknya sendiri.”, ucapan beliau yang selalu saya ingat
hingga saat ini. Latar belakang ucapan itu berawal dalam momen upacara
yang mengumumkan prestasi siswa kelas A pada olimpiade matematika yang berhasil
menyabet juara pertama. Namun, pemandangan lain sangat kontradiksi dengan para
siswa kelas F yang sering rame pada jam kosong, banyak yang bolos dan rekor
menjadi panitia remidi terbanyak ketika ujian semesteran. Tanggapan beliau di
sela-sela mengisi upacara itu membuat saya merunduk hingga mata saya berkaca-kaca. Kasih sayang beliau tercurah langsung. Betapa tidak ada bedanya
antara siswa yang berprestasi ataupun tidak. Kita sudah dianggap sebagai anak
beliau yang sangat diperhatikan setiap minggunya melalui nasehat-nasehat di hari
Senin dalam kegiatan upacara.
No comments:
Post a Comment