Monday, 31 December 2018

Label Syariah

Salah satu tren menjamur dari penamaan label di Indonesia adalah syariah. Jilbab syariah, gamis syariah, kosmetik syari, minimarket syariah, salon syariah, jual beli syariah, apa lagi? Oya terakhir yaitu bank syariah. Ya, mayoritas negara muslim ini menjadi sebab musyabab apapun produk apabila dilabeli syariah lebih memastikan calon pembeli lebih mantep tanpa was-was.

Tulisan ini sangat sederhana sekedar "ngudo roso" sebagai warga penduduk Indonesia yang kebetulan mempunyai akun Facebook. Sepertinya mubadhirin nasuha, (menyiakan barang dengan sungguh-sungguh), jika aplikasi ini dilewatkan begitu saja. Baiknya facebook sebagai ajang untuk berpikir bersama-sama, memberi gagasan yang sekiranya bisa membuat seseorang merasakan manfaatnya. Akan tetapi saya juga tak memaksakan bahwa tulisan ini bisa bermanfaat bagi Anda. Yang saya tekankan pada prinsip kembali lagi pasal di atas yaitu asas memanfaatkan facebook, agar tidak selalu diisi dengan foto, video atau isu lain yang bertebaran, oke cucok.

Menjamurnya bank berbasis syariah, menaruh perhatian bagi saya. Bagi saya, fenomena ini sangat blunder sekali. Statistik Perbankan Indonesia dari Otoritasi Jasa Keuangan jumlah bank umum di Indonesia berjumlah 115 bank. Yang saya tahu dari beberapa bank konvensional juga membangun sistem bank syariah yang masih menggunakan nama induk banknya. Bisa dibayangkan analoginya dari bank tersebut sekarang memeliki saudara kandung wajahnya hampir sama, namun target pasarnya berbeda yang syariah mengacu pada sistem ekonomi islam.

Mestinya apabila diyakini sistem yang baru sangat kompitabel dengan mayoritas penduduk Indonesia itu muslim, seharusnya sistem konvensional dihapuskan. Namun, jika cara demikian dipandang kurang tepat, seyogianya bank konvensional lebih berfokus pada satu sistemnya sendiri. Sedang bank yang berorientasi penuh dengan sistem syariah biarkan juga berkembang dan mempunyai pangsa pasar masing-masing. Dari sini kita tahu tujuan akhir dari dualisme sistem tidak lain adalah ada pangsa pasar yang menjanjikan.

Saya jadi ingat pengalaman setahun lalu. Di depan bank konvensional saya ngobrol ngalir-ngidul bareng dengan pak satpam berpostur tinggi agak kurus. Hingga dipertengahan obrolan ringan tersebut saya langsung teringat untuk menanyakan sesuatu hal. Tanpa ba-bi-bu pertanyaan itu terlontar.
"Pak bedane apa tho bank konvensionalmu iki karo model bank syariahe?"
"Bedane neng akade mas biasane ngunu"
"Oh, Iyo anggre prinsip Mudhorobah, Wadiah, ngunu tho?"
"Lha kuwi sampeyan ngerti?"
"Jare Mbah google pak" ucapku menahan tawa.
"Lha nek modale bank syariah seko endi pak?"
"Halah mas, sak jane hampir mirip mas modale ya seko konvensional. Lha nek syariah kenthean modal, aku kadang ngawal bosku nganter duit neng syariah".
"Owalah hahaa...ngunu tho pak?nembe ngerti aku kih", saya bergegas meninggalkan bank.

Setahu saya saat ini nasabah hanya dibekali pengetahuan mengenai prinsip perbankan syariah ketika hendak menggunakan produk bank syariah. Setidaknya mereka harus mengetahui pula ada keterikatan tidak mengenai permodalan dengan bank dengan saudara tertuanya agar mereka bisa lebih cerdas sedikit dari direksi banknya.

GNR

Satu teman saya sejak SMP Ridzki Ian Andriadi II sudah menggandrungi band dari Amerika Serikat yaitu Gun N' Roses (GNR). Band yang sudah berdiri pada tahun 1985 tersebut bagi dia sesuatu yang beda. Maklum teman lainnya masih mengidolakan band lokal penuh menggunakan bahasa Indonesia yang mudah dipahami liriknya. Sedangkan teman saya ini, jago main gitar dan pengetahuan musikalitasnya dari Jimmy Hendrix, Jim Morrison, Keith Richards dan Yngwie Malmsteen cukup diacungi jempol.

Menyukai GNR bagi dia alasannya simpel. Kehadiran Slash dalam aksi panggungnya sering membuat teman saya selalu terkesima. Baginya yang menarik dari Slash yaitu skill permainan gitarnya serta ciri khas penampilannya menggunakan topi sulap, rambut gondrong, celana kulit, sepatu sampai lutut dan rokok yang sering berada di sela-sela jari kirinya. Tak lupa berbagai koleksi gitar GIBSON Less Paul sebagai senjatanya baik saat latihan maupun tampil di atas panggung yang menjadi karakteristik dari seorang Slash.

Sudah hampir 10 tahun lebih saya jarang bersua dengannya. Belakangan, perjalanan teman saya ini telah berhijrah ke ibu kota. Pas kemarin GNR hadir ke Indonesia dia sempat menayangkan siaran langsungnya melalui akun Facebooknya. Saya yakin beliau sangat senang melihat band idolanya menyambangi Indonesia dengan penuh cinta kepada para fans Indonesia.

Kegiatan sehari-harinya dia sibuk dengan pekerjaan, terkadang beliau sering berbagi video cover gitar lagu GNR melalui akun youtubenya. Selain itu dia bertipikal Papa Rock N Roll yang selalu sayang istri beserta keluarga kecilnya.

Banjir

Tamu agung yang sudah mulai bergerak pelan bersama derasnya hujan terus memasuki daerah pesisiran Pekalongan, dari sore kemarin. Hujan tersebut reda timbul yang dipuncaki petir pada dini hari pukul 01.30 WIB hingga pukul 02.55 WIB cukup membuat saya terjaga. 

Hujan tersebut menambah kesyahduan bersama tetesan air hujan tepat jatuh di samping tempat tidur. Begitu mesranya Tuhan menyampaikan rahmat hingga diantarkan langsung melalui percikan air bocor melalui eternit kamar. Tetesan air hujan semakin cepat mengisi ember hitam hingga separuhnya. Saya terbangun diantara rasa kantuk yang harus dilawan.
Jalan depan gubuk saya sudah tak berbentuk aspal, genangan air sudah mulai meringsek naik diantara remang-remang jarak pandang derasnya air hujan. Rasa was-was pun mulai berdatangan manakala bunyi hujan semakin kencang. Sesekali saya membuka kelambu melihat debit air melebihi lantai depan gubuk atau tidak. Alhamdulillah nya batas tersebut kurang lebih 5 cm artinya jika melebihi itu air bisa mampir ke gubuk saya.

Kabar terus berdatangan melalui media sosial yang pada jam puncak seseorang tertidur lelap. Namun saya percaya banyak juga diantaranya saudara kita yang masih terjaga. Pelayanan umum 24 jam serta berbagai profesi tanggap darurat berikut pewarta turut mereportasekan informasinya melalui akun Facebook setiap jeda menit bergantian. Jalanan pesisir Pekalongan bisa dibilang hampir dipenuhi banjir melanda.

Melihat keadaannya keadaan intensitas hujan bersama banjir yang ditimbulkannya mirip halnyaa yang terjadi pada tahun 2014 silam. Curah hujan tinggi secara terus menerus hampir merata dari Kabupaten Batang, Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Pemalang dan Tegal sekitarnya. Sekiranya agenda 5 tahunan tersebut menjadi tanda-tanda alam ada kejadian musim hujan yang luar biasa.

Hujan menyampaikan pesan bahwasanya sifat air tak pernah berubah yaitu mengalir ke tempat yang rendah. Adanya genangan berarti adanya aliran yang tak lancar. Bisa juga semuanya dari ulah saya yang kurang peduli terhadap alam, ya sudah sepatutnya memang, saya harus banyak beristighfar.

Blekupon

Mendengar istilah ini sepertinya Javanese sentris banget. Mungkin anak milenial jika ditanya apa itu blekupon?akan mengalami stagnasi 3gp yaitu gagal pengertian, gagal pengetahuan dan gagal paham. Mendengarpun bisa jadi baru kali ini apalagi untuk memahami, repot dan kurang Jawani, apakah ini benar?diiyani saja biar cepat.

Blekupon tidak jauh dari rangkaian permainan layang-layang. Orang Jawa biasanya menyebutnya dengan layangan. Memahami lebih lanjut tentang blekupon, alangkah lebih gayengnya kita bersama-sama mengenal terlebih dahulu main layangan.

Musim layangan biasanya terjadi menjelang panen padi hingga akhir panen. Model layanganpun berbeda. Pada awal musim model layangan biasa saja yang tidak ada hiasannya. Namun, mendekati akhir panen biasanya berganti model menjadi layangan hias berbentuk ular, ikan, kupu dan bahkan seperhero seperti superman.

Model layangan Sesekan biasanya menjadi penggugah awal mulainya musim layangan. Karakteristik layangan Sesekan yaitu pada bagian tulang bagian bawah lebih tipis sehingga apabila dimainkan akan berbunyi "esek-esek". Jenis layangan ini biasanya lebih mahal karena material kertas pun menggunakan kertas dengan kualitas bagus.

Model layangan berikutnya adalah layangan Pethekan yang muncul jika sudah banyak sangkutan. Istilah sangkutan berarti sudah banyak adu layangan dimana yang menjadi pemenangnya senarnya masih bertahan dan yang kalah maka otomatis layangan akan terputus dari senarnya. Layangan Pethekan mempunyai ciri khas yaitu bagian sayap lebih lebar dari badan layangannya.

Cara memainkan layangan sangat mudah. Awalnya harus mengerti arah angin. Kalau susah menentukan angin, maka naikkan layangan dan ikuti kemana arah layangan itu bisa naik. Apabila sudah bisa melayang pertanda bahwa layangan sudah masuk dalam terpaan angin. 

Ada beberapa istilah Jawa cara menggerakkan layangan diantaranya perik, kotrek, ambat dan ulur. Perik atau diperike yaitu mengayunkan layangan ke arah bawah kemudian menuju senar pihak lawan. Kotrek atau dikotreke yaitu memutar layangan biasanya bertujuan agar senar bisa sama-sama menggulung ke senar lawan. Ambat atau diampat yaitu menarik senar layangan secara mendadak dalam ritme yang cepat. Sedangkan ulur malah lawannya yaitu membiarkan layangan terbawa angin dengan menambah panjang senar yang digunakan.

Permainan sangkutan ini akan marak apabila dilengkapi kualitas senar yang memadahi. Kualitas senar gelasan yang berasal dari serpihan bahan kaca yang ditumbuk halus lalu dilumuri pada senar plastik agar menambah permainan layangan semakin diminati. Tujuannya agar senar lebih tajam bisa memutus senar lawan. Ada semacam kompetisi adu kualitas senar gelasan dan adu teknik ketika bermain layangan. Keadaan ini di kampung sering diadakan lomba layangan yang hadiahnya cukup menjanjikan. Dari hadiah ayam jago hingga anak kambing (cempe) sebagai penyandang juara pertamanya.

Sebagai penutup rangkaian musim kompetisi layangan maka biasanya ada tradisi musim layangan hias. Modelnya ada yang berbentuk ular, ikan, kupu-kupu dan lainnya. Rangka layangan hias ini lebih sulit karena akan dibentuk sesuai dengan model yang diharapkan. Model ikan misalnya pada bagian ekor berbentuk setengah lingkaran yang bagian diameternya akan diberi ekor dari kertas tipis-tipis yang beraneka warna. Demikian juga dengan model lainnya. Tradisi layangan hias lebih menitikberatkan estetika seni keratifitas pemain layangan dalam membentuk model yang ingin dimainkan hingga para penonton terkesima melihatnya.

Terakhir nih, sebagai bagian pelengkap dari layangan hias yaitu penambahan mainan yang bernama blekupon. Nah, untuk membuat blekupon sama halnya seperti layangan. Yaitu awalnya harus menentukan model. Kupu-kupu atau capung yang sering yaitu model kupu-kupu. Langkah berikutnya yaitu membuat rangka blekupon agar bisa dikaitkan ke dalam senar. Pada rangka bagian sayap dibuat lentur agar sayapnya bisa mengayun ke atas dan ke bawah. Terakhir blekupon dicoba dengan menyetel keseimbangan sayap sebelum dimainkan.

Cara memainkan blekupon sangat mudah. Baiknya dimainkan jika kondisi angin stabil ditandai dengan cara layangan digerakkan ke berbagai arah. Apabila ini telah dicapai maka posisi layangan sebaiknya jangan terlalu tinggi. Namun masih memperhatikan kondisi ketersediaan angin. Seketika itu pasang blekupon dengan menambatkan senar layangan hias ke bagian pengait blekupon. Lalu biarkan senar tersebut diulur hingga blekupon itu naik bersama layangan. Pada ketinggian puncak maka manuferkan layangan hias bergerak ke berbagai arah hingga pengait blekupon tersebut bisa terlepas. Apabila blekupon berhasil terlepas maka akan jatuh dan model dari sayap blekupon tersebut bisa naik turun layaknya sebagaimana model yang dibuat. Jika model blekuponya kupu-kupu maka sayapnya akan naik turun hingga biasanya penduduk turut berlari berebut meraihnya.

"Sudah mudeng namanya blekupon?sekarang sampeyan buat kemudian mainkan di android sampeyan. Selamat tinggal mainan tradisional."

Habitat Asal

Syukur saya atas lengangnya jalan pantura begitu besar. Kepada sesama pengguna jalan, saya sering bercerita betapa enaknya jalan pantura sekarang. Saat naik motor, bisa merasakan sempriwingnya udara pantura. Pandangan adem karena volume kendaraan sedikit dan polusinya berkurang.

Biasanya depan motor saya berjarak kosong sekitar 10-20 meter baru ada mobil pribadi. Kanan kiri saya pun pemakai kendaraan roda dua yang berusaha menyalip saya, beradu kecepatan. Saya mengalah tak kuat nyali modal kendaraan. Mungkin aji mumpung ketika truk-truk monster serta kolega bus AKDP dan AKAP berpindah di jalan tol mulai 21 Desember kemarin. Pengguna motor kebablasan enaknya.

Warga netijen, berlomba memposting menikmati jarak tol yang semakin singkat saat menikmati liburan bersama keluarga. Sementara itu saya terus menikmati indahnya perjalanan dari desa ke kota senyaman menggunakan sarung saja ketika bekendara. 

Titik kemacetan juga semakin berkurang. Jalan mendekati jantung kota serta persimpangan palang rel kereta api terlihat hanya beberapa mobil pribadi, sisanya spesies roda dua dan tiga. Sepeda, motor dan becak. Harapan saya keadaan ini akan langgeng bertahan meski keprihatinan saya masih mengganjal yaitu pertumbuhan jumlah roda dua semakin meningkat. 

Suasana musim hujan ini menyisakan cerita, tentang kabar saat jalan tol sudah diberlakukan tarif normal. Truk-truk besar kembali menyapa. Jalanan kembali penuh riuh tak terlakan. Habitat mereka kembali menjamah jalan yang semakin tak lebar. Sementara itu etika menghargai pengendara semakin menipis bahkan sudah tak ada. Dua lajur diisi truk yang sama-sama besar mereka tak mau mengalah. Sementara itu kebingungan bagi mobil pribadi yang memilih di sampingnya. Saat itulah motor bisa leluasa memotong jalan tanpa menghiraukan keselamatan. 

Layaknya para penyaji warung di pinggir jalan raya pantura termasuk tempat pijat urut serta tempat favorit sopir dan kernet truk lainnya bisa tersenyum lega. Semewah apapun fasilitas tol, kalah murah dan menariknya dengan kearifan masyarakat pantura. "Selamat datang kembali Pak Lik, sampeyan sudah kembali ke habitat asal. Lali arane eling rasane  ."

Pesan Anak Gembala

Anak gembala dari sisi konsep kultural Jawa yang disebut cah angon, menurut Mas Agus Sulistyo “Cah angon merupakan sebuah konsep kepemimpinan (leadership) kultural Jawa yang unik. Pernah Anda melihat cah angon kerbau berada di depan?pasti berada di bagian belakang. Sementara konsep kepemimpinan modern berada di depan”, papar beliau. Dari sinilah kepemimpinan kultural Jawa lebih ke konsep ngemong atau angon minimal angon selah yaitu mengerti karakter. Bagi cah angon cara pencapaiannya dengan cara penghayatan yaitu mengenal karakter hewan yang di angonnya. Artinya memang jiwa kepemimpinan haruslah mempunyai kelebihan, akan tetapi atas kelebihan tersebut tidak serta merta menghilangkan eksistensi dari sesuatu yang dipimpinnya. Berbeda dengan konsep kepemimpinan moderen yang cenderung berada di depan sehingga menjadi pusat kekuasaan. Hal ini akan muncul dan melahirkan diktator otoratorian perintah yang mengatas nama kekuasaan.

Harmonisasi cah angon yang lekat dengan alam mempunyai peran besar terhadap perilaku (attitude) jiwa kepemimpinannya. Maka cara cah angon dalam menuntun, mengingatkan, memerintah hewan selalu memperhatikan laras yang berarti berjalan berdasarkan dari keinginannya tanpa adanya paksaan. Keadaan tersebut menjadikan cah angon menyadarkan hewan agar mengerti ibrahnya. Dari sini terdapat nilai substansial dari kepemimpinan agar tidak mengedepankan keinginan diri sendiri tapi dirinya memahami betul yang dipimpinnya kemudian bisa mengakomodasi dan mengarahkan sesuai dengan fitrahnya yang kemudian dihormati.

Medsos

Medsos bagi saya, lebihnya seperti menu prasmanan. Tidak harus disantap, senyumin saja boleh, kalau tak sreg. Kalau memang menarik, pilih makanan yang dianggap suka dan sehat tentunya.
Kadang harus memilih makanan yang bisa mengocok perut, semacam makanan bernama Ketoprak yang penuh rasa humor.
Hagz... hagzz... hagz...

Hujan Pesisiran

Konon, hujan itu sebagai bentuk pelajaran jiwa pengayom laki-laki pada keluarga.
Saat genting rumah pada bocor dan mereka sedikit diliputi kecemasaan.
'Hujan Pesisiran

Auto Burung

Kalau pagi ini sampeyan mendengar ayam berkokok ketika melihat burung berkicau, bukan lantas ayam menjadi auto burung.
Mereka hidup dalam interaksi sosial hewani.
Kalau ayam masih amatiran, jangankan berkokok, keluar rumah pun gampang masuk anginan.

Sunday, 23 December 2018

Masuk Lift


Belum sampai ke lantai tujuan, lift rumah sakit itu tiba-tiba berhenti. Membuka sendiri tandanya ada seseorang yang juga ingin naik ke lantai atas.
Namun, setelah pintu lift berbahan alumunium itu terbuka kedua sisinya. Dari samping muncul seorang ibu mengucapkan, "Assalamulaiakum...",
Sontak aku mesam-mesem, nahan perut sedikit kram, sembari menjawab, "Waalaikum salam", dengan santun...
"Monggo, bu... Description: https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v9/t4c/1/16/1f642.png:)
"
Ya, mungkin kebiasaan ibu ini gemar mengucapkan salam ketika pintu terbuka dan menganggap naik lift serasa bertamu ke rumah orang.
Sehat-sehat ibu semoga barokah.

Syahdu


Cuaca pagi tadi di Pekalongan terpantau mendung merata. Sinar matahari yang biasanya jam 05.00 WIB sudah mulai menampakan jati dirinya, hari ini sepertinya masih bermalas- malasan. Untung saja hari ini bukan hari Senin, jadi masih ada alasan untuk nambah lagi waktu "aras-arasen" melakukan pekerjaan. Kalau anak jaman now itu bilang, "Lagi mager, malas gerak", karena ada benarnya manusia bukan seperti robot, fluktuatif bisa rajin dan juga berpotensi malas. 

Syahdu, ya begitulah cara sederhana menikmati cuaca mendung. Kata syahdu sering saya baca di time line media sosial. Ternyata ada juga kebiasaan lain yang sudah mendarah daging dari kakek nenek saya. Apabila sudah satu dua tetesan air telah jatuh, yang sering saya dengar yaitu "urug-urug udano sing gedi". Kemesraan antara masyarakat kita dengan gejala cuaca dimusim hujan sudah berkomunikasi dan berinteraksi secara verbal. 

Kata syahdu, menurut saya hanya akhir-akhir ini saja terdengar. Setidaknya almarhum ayah saya juga tidak mewariskan kebiasaan yang mengatakan, "Mendunge syahdu", sama sekali tidak. Menurut saya ungkapan kebiasaan ini terjadi setelah tahun 2010 kata syahdu itu mewabah bebarengan gencarnya kepemilikan akun facebook hampir 130 juta baik yang real maupun abal-abal. 

Saya sedikit mengernyitkan dahi mencari tahu korelasi syahdu dan mendung. Bahkan penggunaan kata syahdu menurut saya kata yang jarang digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Kata syahdu lebih dekat dengan karya puisi. Tak lain lirik lagu berjudul syahdu karya Bang Haji Rhoma Irama tertulis "Bila kamu di sisiku hati terasa syahdu". Saya lebih percaya bahwa syahdu yang sering diucapkan oleh masyarakat erat kaitannya memaknai lagu yang dinyanyikan oleh Bang Haji Rhoma Irama. 

Bang haji memang pantas dijuluki "The King of Dhangdut", betapa lagu yang dibawanya merupakan karyanya sendiri. Kata syahdu pada lirik tersebut bisa ditafsirkan dengan suatu keadaan ternyaman yang tiada tara dan tidak ingin beranjak dari situasi tersebut. Seperti nyamannya cuaca mendung saat sekarang. Juga bisa berpotensi stagnan tidak beranjak dari hal yang membuatnya nyaman. Kalau nyaman di tempat tidur susah beranjak. Jika sudah di rumah enggan pergi keluar dan berbagai fragmen lain yang dialami masing-masing orang. Kemungkinan kebiasaan ini akan berlanjut ketika dimusim panas. Bisa jadi nanti ketika matahari bagaikan di atas kepala ada yang mengatakan, "Panasnya terlalu....", dengan nada khasnya Bang Haji Rhoma Irama.

Saturday, 22 December 2018

Anyer 10 Maret

Gang Potlot dan Pantai Anyer seperti dua tempat yang tidak bisa dipisahkan dalam grup musik Slank. Penjiwaan karakter Kaka vokalis Slank paling terasa yaitu pada lagu yang berjudul Anyer 10 Maret.
Lahirnya lagu tersebut mewakili kesedihan Kaka semenjak ibunya wafat pada kelas 2 Sekolah Dasar. Mulai itu, Kaka ikut bersama kerabatnya Denny di Kebon Sirih. Namun, keadaan tersebut tidak berlangsung lama. Bunda Iffet Sidharta (ibunya Bim-bim) yang masih kerabat dekatnya akhirnya mengajak Kaka untuk hidup bersama dalam naungan rumah sekaligus markas besar Slank, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Bakat usil Kaka dari kecil suka mencorat-coret tembok, kertas, meja dan benda di sekitar membuat Bunda Iffet ingin mengirimnya ke Bali untuk sekedar belajar sekolah melukis. Keingingan tersebut tidak sempat terjadi, karena Bim-bim yang masih sepupu Kaka menawarinya main musik dan resmilah Kaka menjadi sang vokalis Slank.

Hiruk pikuk kehidupan kota besar Jakarta membuat diri Kaka mencari identitas semenjak masa menjelang remaja. Kenakalan tersebut pernah diselaminya hingga dipenghujung tahun 2000 keadaannya membaik dalam proses rehabilitasi yang sangat panjang dengan pendekatan perhatian keluarga.

Ada nilai histori dari masa kecil Kaka. Di saat teman-temannya bercengkrama menikmati dekapan kasih sayang seorang ibu, Kaka tidak bisa merasakan hal serupa. Saat balita pun Kaka sudah belajar tanpa orang tuanya. Kesepian perhatian tersebut merenggut jiwanya. Beruntung dalam belaiaan kasih sayang Bunda Iffet, seorang Kaka kecil berhasil hidup rukun bersama sepupunya yaitu Bim-bim hingga sekarang.

Setiap Kaka ulang tahun, ia selalu rindu akan kehadiran ibunya. Di tepi pantai Anyer Kaka sering menikmati kesendiriannya. Hingga pada tanggal 10 Maret 1991  bebarengan ulang tahunnya Kaka merasakan kesedihan yang memuncak. Antara masalah asmara dengan rasa rindu kepada ibu Kaka bersama dengan Bim-bim menciptakan lagu Anyer 10 Maret.

Kaka sering memberikan pesan kepada Slankers ketika manggung. Sebelum membawakan lagu Anyer 10 Maret Kaka biasanya mengajak komunikasi langsung. "Di saat Gue bisa berada bersama kalian. Ada rasa kesedihan yang mungkin engga bisa kalian rasain. Elu sepatutnya lebih seneng, bisa punya nyokap dan bokap di rumah. Sampai sekarang Gue masih rindu, masih kangen sama nyokap Gue", suasana konser dari riuh berbah lebih tenang dan adem saat Kaka mencurahkan keadaaan hatinya di atas panggung bersama kedua matanya yang berkaca-kaca.
"Tanpa dirimu (ibu) dekat di sisiku. Aku bagai ikan tanpa air" (03.30)
"Tanpa dirimu (ibu) ada di mataku. Aku bagai hiu tanpa taring" (03.40)
"Tanpa dirimu (ibu) dekat di pelukku. Aku bagai pantai tanpa lautan...Kembali lah kasih (ibu)... (03.58)
Bersamaan dengan Hari Ibu, kini Anyer pun sedang berduka.
Innna lillahi wa inna ilaihi rojiun

Saturday, 15 December 2018

Kegiatan KOBUIRA Wiradesa Mawa Cara

Kegiatan Komunitas Budaya Wiradesa edisi ke-3, menggelar acara Grumungan Budaya yang bertemakan Wiradesa Mawa Cara pada hari Sabtu, 15 Desember 2018, di Pendopo Kecamatan Wiradesa. Para peserta grumungan budaya ini diikuti oleh berbagai penggiat kegiatan kesenian di Pekalongan, masyarakat Wiradesa dan sekitarnya. Tak luput kegiatan ini mendapat dukungan sepenuhnya dari Kantor Kecamatan WIradesa yang telah memberikan tempat bertemunya seluruh lapisan masyarakat dalam nuansa kearifan budaya lokal setempat.

Di sela-sela kesibukan kegiatan dari Bapak Camat Imam Nasai dan Pak Kapolsek Wiradesa Yorisa Wibowo SH juga  turut hadir dalam suasana santai mengenakan kaos oblong dan peci hitam sekaligus turut membuka acara tersebut. Dalam pembukaan acara, Bapak Imam Nasai memberikan wawasan mengenai budaya. Bahwa budaya terlahir dari eskpresi budi dan daya dalam kehidupan manusia. Beliau juga menekankan pendekatan aturan dalam masyarakan lebih mudah dalam suasanan pendekatan budaya.




Selain itu, apresiasi kegiatan grumungan budaya ini juga datang dari  Bapak Kapolsek. Dalam sambutannya juga berpesan agar setiap individu. masyarakat agar menjadi polisi bagi diri sendiri. Selanjutnya beliau mengingatkan untuk selalu menjaga keamanan di lingkungan sekitar karena akhir-akhir ini banyak kriminalitas terutama pencurian kendaraan bermotor. Di akhir sambutannya beliau mengharapkan masyarakat saling mengamankan dalam menyambut Hari Raya Natal dan Tahun Baru. Di akhir pembukaan acara beliau berpesan, "Terutama untuk kaum muda dimohon jangan menyebarkan infotmasi yang belum jelas ketika berselancar bermedia sosial." tandasnya. Ini berkaitan dengan UU IT yang bisa menyeret pengguna akun media sosial ke ranah tindak pidana.

Tokoh penggiat budaya Pekalongan juga turut hadir dalam acara Grumungan Budaya yaitu Mas Agus Sulistyo dan Kang Ribut Achwandi, penampilan pembacaan puisi dan pergelaran grup musik Rodesouth, salah satu band akustik dari Wiradesa yang menambah kehangatan dalam malam tersebut. Saat perjalanan diskusi Grumungan Budaya berlangsung, ada peserta yang merespon tentang mawa cara mengenai budaya setelah menikah oleh sebagian masyarakat Wiradesa. "Kebiasaan setelah menikah seringnya seorang suami ikut serta dalam keluarga istri. Seperti contoh dalam satu RT dengan jumlah 28 kepala keluarga, hanya 2 keluarga yang sebagaimana umumnya rata-rata pihak perempuan ikut dalam keluarga suaminya".

Pendapat tersebut di atas langsung mendapat respon dari Mbak Ardian menjelaskan, "Kebiasaan suami ikut istri disebabkan beberapa faktor diantaranya dalam keluarga istri yang mempunyai anak perempuan semua maka mereka membutuhkan sosok laki-laki dalam keluarga tersebut. Namun, keadaan itu juga berpengaruh ke keluarga lain yang turut juga mencontoh akhirnya menjadi sebuah kebiasaan". Berbeda dengan tanggapan oleh Kang Ribut Achwandi, menurutnya fenomena tersebut bukanlah mengenai budaya melainkan keadaan situasional sebagai penekanan suami untuk belajar bertanggungjawab kepada istri. Dengan satu atap dengan keluarga istri maka keberadaan suami jauh lebih memikul beban tanggung jawab keluarga.

Membahas Wiradesa Mawa Cara dengan melakukan pendekatan melalui pada permainan anak yang dari nenek moyang kita sudah mewariskan budaya luhur. Permainan tradisional Bentik, Jag-jag bruk, Dampu, Seketeng, Dul jim dan lainnya, kini sudah jarang tampak di kehidupan sekitar kita. Era gajet berbasis permainan elektronik telah menggeser permainan tradisional secara mendasar. “Bisa jadi nanti permainan tradisional tersebut bergeser dalam dunia virtual layar sentuh”, ungkap Mas Lufti sebagai moderator acara.

Ada istilah Mawa Cara di sekitar Wiradesa yaitu dalam profesi nelayan di pesisir pantura. Komunitas Pemuda Nelayan Wonokerto dalam paparannya menjelaskan berbagai istilah dalam menangkap ikan yaitu nggoto, miyan, milir dan tawur. "Nggoto berarti nggolek artho berasal dari dialektika antar nelayan sebagaimana mengingatkan untuk mencari uang (nafkah), miyang artinya proses perjalan dari rumah ke tempat perahu bersandar, kalau milir yang berarti berjalannya arah perjalanan tujuan berlayar biasanya sebagai komunikasi antara juru mudi (nahkoda) dengan awak kapal. Sedangkan tawur merupakan prosesi penangkapan dengan menjaring ikan.” papar pemuda yang sangat dekat dengan interaksi sosial masyarakat Pantai Wonokerto.

Pada acara Grumungan Budaya  Mas Agus Sulistiyo turut memantik semangat peserta untuk terus mengembangkan dan melestarikan budaya melalui grumungan ini. “Anda ini meskipun masih dalam embrio dan harus berproses panjang, kegiatan forum yang bersifat egaliter ini mendapatkan apresiasi dari daerah lain. Mereka melirik agar daerahnya juga ingin mengadakan acara Grumungan Budaya serupa sebagaimana ajang yang positif dan sangat menarik disajikan ke masyarakat”, ungkap beliau.



Mawa cara sebenarnya telah dilakukan oleh nenek moyang kita terdahulu. Dari kebiasaan grumungan mereka secara tidak langsung membuat peradaban kebudayaan. “Dahulu mbah kita untuk membuka daerah Wiradesa mereka melakukan grumungan hampir tiap malam. Mereka membangun pola adat istiadat, bahasa, dialek  dan sebagainya.” Papar Mas Agus Sulistiyo. Selain itu, beliau juga mengungkapkan manfaat dari grumungan ini yang berdampak pada pembentukan nilai kemanusiaan baik sisi batiniah maupun lahiriah secara kebudayaan.

Sebagai prolog pemaparan tema Mawa Cara Wiradesa Kang Ribut menjelaskan sifat budaya yang bersifat dinamis. “Kebudayaan ini berkembang tidak bisa statis. Kalau kita mempunyai sosial media maka kita pergunakan semaksimal mungkin untuk mendukung budaya kita. Bukan berarti gajetnya (alatnya) yang salah tapi sebenarnya sebenarnya kebiasaan kita dalam menggunakannya yang salah”, tandasnya.

Dalam pandangannya, bahwa budaya terlahir dari dimensi ruang dan waktu sangat relatif. Sedangkan batasan waktu itu sendiri tidak dapat dicapai. Menurut Kang Ribut, “Hari ini kita membahas tentang masa lalu, kemudian batasan masa lalu dan sekarang itu sulit untuk dilakukan. Jadi apabila kita menghadirkan budaya masa lalu ke masa kini pun juga tidak salah.”papar Kang Ribut.

Pada puncak acara Peserta Grumungan Budaya juga mendapat stimulus dari Kang Ribut mengenai Bahasa  simbol yang merupakan perwakilan esensi saja.  Untuk itu setiap istilah yang mejadikan Mawa Cara Wiradesa maka harus dicari Misalnya istilah miyang pendekatannya dari kata  menyang yang berarti berangkat. Dalam Bahasa Jawa Kawi Gyang sedangkan pada dialek Pekalongan menjadi gagiangan yang berarti untuk bergegas. Maka harus dicari  dimensi miyang dari ruang dan hitungan waktu harus dicari dan digali oleh mayarakat budaya sehingga melahirkan kreatifitas  rumus-rumus ala kearifan lokal Wiradesa sebagaimana Albert Einstein melahirkan rumus teori EmC kuadrat karena lahir dari kreatifitasnya yang terdesak. Kemudian acara Grumungan Budaya yang bertema Wiradesa Mawa Cara ditutup dengan acara saling berjabat tangan antara peserta dan nara sumber yang begitu sumringah mendapat pelajaran yang semoga bisa bermanfaat.