Sejak ditetapkan pengakuan terhadap
profesi di bidang tertentu dengan sebuah sistem registasi atau lebih mudah
disebut pencatatan lebih bertujuan pencapaian standarisasi dari aspek
kompetensi yang dimiliki oleh seorang pekerja. Tentunya sangat baik niat Pemerintah menetapkan
kebijakan demi tertibnya pekerja yang nantinya banyak sekali manfaat misalnya di
bidang pengembangan atau penelitian lainnya.
Sudah menjadi konsumsi publik pro dan kontra
dari penetapan atas legalitas tersebut menuai banyak keluhan terutama bagi
pekerja yang bersangkutan. Tentunya tidak
sedikit masalah dari persyaratan agar bisa mengikuti registrasi atau bahkan
saat cara memperpanjang masa berlaku registrasi. Kesiapan dari masing-masing
organisasi pekerja juga belum terkoordinasi baik secara administrasi atapun
pemahaman dari sistem yang masing tergolong baru bagi mereka.
Persyaratan awal sangat mudah untuk
dipenuhi, bagi kebetulan yang berada di Pulau Jawa yang sarana dan prasarananya
sangat memadahi. Maka patut dipertimbangkan sistem pengecualian bagi pekerja yang
berada di pulau-pulau lainnya secara kesiapan belum ada dilakukan sebuah survey
yang meng-iyakan penetapan registrasi profesi tersebut.
Persyaratan lainnya seperti untuk
memperpanjang masa berlaku dari registrasi harus mengumpulkan angka poin
sebagai bukti keikutsertaan pekerja dalam mengembangkan kompetensinya. Memang sangatlah
perlu menyegarkan kembali keilmuan
pekerja secara teknik maupun keilmuan. Namun, pencapaian poin di lapangan
menjadi ajang perlombaan pengumpulan poin tanpa meninjau kembali hakekat tujuan
awal dari kegiatan baik seminar, pelatihan atau sejenisnya. Belum lagi ajang perlombaan tersebut tidak
semuanya pekerja bisa mengikuti kegiatan yang disebabkan karena pekerjaan itu
sendiri dengan keterikatan jarak maupun waktu kerja.
Ternyata kebijakan lain bermunculan
dengan adanya standarisasi minimal strata pendidikan karena pengikatan kompetensi
tertentu. Merujuk dari pengikatan masing-masing kompetensi atas dasar
kewenangan maka tidak ada jalan lain untuk mengupgrade strata pendidikan agar
kewenangan tersebut bisa dilakukan dalam pekerjaannya. Maka bagi pekerja yang
tidak bisa mengikuti kebijakan yang telah ada harus siap-siap ruang geraknya
akan dibatasi dari kewenangan resmi yang tertuang dari kompetensi menurut
stratanya masing-masing.
Kenyataan lainnnya pun di lapangan nantinya
mungkin akan sama halnya dalam bekerja, ibaratnya sebuah makanan di meja harus
dimakan dan dinikmati bersama. Artinya masalah strata terkadang hanya sebatas
persyaratan yang tertulis dan harus dipenuhi dalam setiap instansi. Masalah lain apabila kompetensi yang harusnya
ada didalam ruang lingkup kerjanya setelah melakukan upgrade strata ternyata
keadaan di lapangan malah tidak memungkinkan adanya tentunya karena faktor
sarana atapun lainnya.
Semoga mereka tetap sabar mengahadapi
semuanya.
No comments:
Post a Comment