Saturday, 27 August 2016

Legalitas Atas Nama Registrasi

Sejak ditetapkan pengakuan terhadap profesi di bidang tertentu dengan sebuah sistem registasi atau lebih mudah disebut pencatatan lebih bertujuan pencapaian standarisasi dari aspek kompetensi yang dimiliki oleh seorang pekerja. Tentunya  sangat baik niat Pemerintah menetapkan kebijakan demi tertibnya pekerja yang nantinya banyak sekali manfaat misalnya di bidang pengembangan atau penelitian lainnya.


Sudah menjadi konsumsi publik pro dan kontra dari penetapan atas legalitas tersebut menuai banyak keluhan terutama bagi pekerja yang bersangkutan.  Tentunya tidak sedikit masalah dari persyaratan agar bisa mengikuti registrasi atau bahkan saat cara memperpanjang masa berlaku registrasi. Kesiapan dari masing-masing organisasi pekerja juga belum terkoordinasi baik secara administrasi atapun pemahaman dari sistem yang masing tergolong baru bagi mereka.

Persyaratan awal sangat mudah untuk dipenuhi, bagi kebetulan yang berada di Pulau Jawa yang sarana dan prasarananya sangat memadahi. Maka patut dipertimbangkan sistem pengecualian bagi pekerja yang berada di pulau-pulau lainnya secara kesiapan belum ada dilakukan sebuah survey yang meng-iyakan penetapan registrasi profesi tersebut.

Persyaratan lainnya seperti untuk memperpanjang masa berlaku dari registrasi harus mengumpulkan angka poin sebagai bukti keikutsertaan pekerja dalam mengembangkan kompetensinya. Memang sangatlah perlu menyegarkan  kembali keilmuan pekerja secara teknik maupun keilmuan. Namun, pencapaian poin di lapangan menjadi ajang perlombaan pengumpulan poin tanpa meninjau kembali hakekat tujuan awal dari kegiatan baik seminar, pelatihan atau sejenisnya.  Belum lagi ajang perlombaan tersebut tidak semuanya pekerja bisa mengikuti kegiatan yang disebabkan karena pekerjaan itu sendiri dengan keterikatan jarak maupun waktu kerja.

Ternyata kebijakan lain bermunculan dengan adanya standarisasi minimal strata pendidikan karena pengikatan kompetensi tertentu. Merujuk dari pengikatan masing-masing kompetensi atas dasar kewenangan maka tidak ada jalan lain untuk mengupgrade strata pendidikan agar kewenangan tersebut bisa dilakukan dalam pekerjaannya. Maka bagi pekerja yang tidak bisa mengikuti kebijakan yang telah ada harus siap-siap ruang geraknya akan dibatasi dari kewenangan resmi yang tertuang dari kompetensi menurut stratanya masing-masing.

Kenyataan lainnnya pun di lapangan nantinya mungkin akan sama halnya dalam bekerja, ibaratnya sebuah makanan di meja harus dimakan dan dinikmati bersama. Artinya masalah strata terkadang hanya sebatas persyaratan yang tertulis dan harus dipenuhi dalam setiap instansi.  Masalah lain apabila kompetensi yang harusnya ada didalam ruang lingkup kerjanya setelah melakukan upgrade strata ternyata keadaan di lapangan malah tidak memungkinkan adanya tentunya karena faktor sarana atapun lainnya.

Semoga mereka tetap sabar mengahadapi semuanya.

No comments:

Post a Comment