Friday, 8 April 2016

Fingerprint antara disiplin dan identitas diri




Terdapat tanda yg tak pernah sama pada manusia satu dengan yg lain terletak pada ujung jari yg sering disebut dengan sidik jari. Karakteristik yg berbeda ini menjadikan fungsi sebagai awal pemanfaatan untuk melacak bukti tindak kejahatan. Sidik jari dari olah TKP tindak kejahatan ditelusuri dari masing barang yg memungkinkan disentuh oleh pelaku kejahatan.
Maju nya negara dunia membuat teknologi fingerprint yg diakomodir oleh ilmu informatika menjadikan negara berkembang sebagai pangsa pasarnya dg pemanfaatan fungsi lain dari fingerprint. Absensi ataupun daftar hadir pekerja salah satu pemanfaatan dari fingerprint. Di awal tahun 2010 hingga sekarang hampir disetiap instansi pemerintah, swasta, pendidikan, perbankan, perhotelan serta pelayanan lainnya telah menggunakan sisitem absensi fingerprint.
Sistem baru yg telah terbangun tidak lepas dari evaluasi dari kinerjanya. Pemegang sistem tidak bisa membedakan jenis pekerja berdasarkan obyek yg mereka kerjakan. Ada jenis pekerja birokrat yg berhubungan dg kebijakan dibalik meja, pekerja pelayanan yg berhubungan dg masyarakat, pekerja lapangan behubungan banyak interaksi orang banyak dan masih banyak lainnya. Namun ketiga kategori tersebut selayaknya dapat mewakili dr semua jenis pekerja di sebuah negara. Secara mendasaar ketiga pekerjaan tersebut dijabarkan sebagai berikut:
1. Pekerja birokrat yg berhubungan dg kebijakan dibalik meja.
Ada pola yg mendasar birokrat, kebijakan dan dibalik meja. Birokrat terjadi karena pekerja menyangkut koordinasi jenjang pekerjaan. Kebijakan terjadi karena jawaban dr pembahasn rangkaian permasalahan. Dibalik meja karena semua kebijakan terlahir dr sebuah kesepakatan dr pembaasan rapat dan penerapannya.
Tipe pekerja birokrat sangatlah cocok diterapkan menggunakan sistem absensi fingerprint. Tidak dapat dipungkiri karena pencetus sistem ini dimulai dari sini.
2. Pekerja pelayanan yg berhubungan dg masyarakat.
Pelayanan yg dimaksud yaitu jika pola instansi, lembaga, perhotelan, restoran, rumah makan ataupun lainnya yang bertugas melayani masyarat ketika masyarakat datang dan memerlukan pelayanan.
Masyarakat yg dimaksud yaitu sekumpulan manusia yg berada disebuah daerah yg tidak tergantung oleh waktu. Jadi dalam keadaan dan waktu apapun apabila masyarakat membutuhkan pelayanan maka senantiasa pekerja harus melakukan pelayanan yg dijamin oleh peraturan baik berupa aturan tertulis dr perusahaan ataupun hukum yg berlaku.
Tipe pekerja pelayanan masyarakat boleh menggunakan sistem absensi fingerprint tapi tidak seutuhnya bisa menjadikan unsur utama dalam penilaian kerjanya.
Keadaaan jenis masyarakat yg sangat komplek permasalahan menuntut agar pekerja pelayanan sangat maksimal dalam bekerjanya. Hal ini menjadikan pekerja pelayanan lebih fokus terhadap masyarakat bukan hal yg serta merta berhubungan dg sistem kehadiran. Dengan kata lain jika pelayanan masyarakat bisa tercapai maksimal maka ini menjadi indikator kesuksesan para pekerja pelayanan.
Tak jarang apabila lembaga pelayanan masyarakat yg tidak semestinya 24 melayani karena kebutuhan masyarakat mendesak pekerjanya dini hari pun tetap melayaninya. Singkat cerita pada pekerja pelayanan tertentu diluar jam kerjanya walapun dini hari ia tetap melaksanakan pekerjaanya dan dari sistem absensi fingerprin hal ini tidak termasuk didalamnya.
3. Pekerja lapangan yg berhubungan dg banyak orang dan masih banyak material lainnya.
Pola mendasar tipe pekerja ini adalah lapangan dan material lainnya. Pekerja lapangan yg dimaksud pekerjaan yg hampir semua kerjanya berada diluar ruangan dan mobilisasi menggunakan kendaraan yg terikat dalam instansi, lembaga ataupun perusahaan.
Berhubungan dg banyak orang berarti memerlukan interaksi dan transaksi oranglain. Misalnya kolektor pembiayaan, jasa kepengurusan pajak, dan lain sebagainya.
Material lainnya berkaitan dg obyek pekerjaan dg bentuk pencapaian barang. Misalnya sales, penambang emas, kilang minyak, dan lain sebagainya.
Tipe pekerja lapangan sangat kurang efektif jika menggunakan sistem absensi fingerprint. Karena mobilisasi pekerjaan yg menuntutnya bekerja memperhitungkan jarak serta waktunya. Lebih efektif jika penilaian utama kinerjanya dilihat dari target pekerjaan yg dicapainya.
Sebagai contoh domisi pekerja ada di kota A kemudian kantor nya di kota B yg berjarak 10 km ke timur. Pada kesehariannya ia mobilitas ke ke kota C berjarak 20-40 km ke arah barat. Apabila sistem absensi fingerprin dilaksanakan apakah perusahan malah merugi?
Sebagai contoh lainnya petugas     kemanusiaan yg mengatur lalu lintas di jalanan harus stanby dari jam 06.00 sedangkan waktu tempuh rumah dg lembagany 30 menit hanya sekedar untuk absensi fingerprint kemudian kembali ke jalan utk mengatur lalu lintas. Apakah tidak terjadi kemungkinan terlambat dalam mengatur lalu lintas?
Realita mengatur instansi, lembaga, perusahaan ataupun lainnya belum begitu cakap dalam menghadapi sistem absen fingerprin. Pekerja birokrat menuntut agar pekerja pelayanan dan pekerja lapangan harus sama melakukan absen fingerprin. Dalam berbagai alasan yg masuk akal sebagai administrasi kehadiran dan seribu alasan lainnya. Mereka (pekerja birokrat) lebih mengoreksi pekerjaan orang lain daripada mengoreksi pekerjaannya sendiri sebagai penentu kebijakan keputusan.
Pekerja birokrat seharusnya membuat keadaan kerja yg begitu nyaman disemua tipe pekerja. Kenyamanan berarti bukan leluasa hingga menyepelekan pekrjaan melainkan menciptakan disiplin etos kerja bukan karena sistem absensi fingerprin lalu akan berujung ke disiplinan.
Pembentukan disiplin jiwa jiwa pekerja lebih baik daripada pembentukan identitas disipline melalui hasil bacaan mesin absensi fingerprin.
Pekerja birokrasi mengusahakan pembenahan pola disiplin agar tertanam pada tiap jiwa pekerja. Karena jika itu terjadi apabila pekerja mempunyai generasi penerus yg disiplin maka akan meneruskan sifat kedisiplinannya kelak menjadi penerus bangsa.
Semoga pemimpin kita lebih cerdas.

No comments:

Post a Comment