Kayuhan roda becak mengantarkan Aku sampai depan Masjid Baiturahman yang
sangat berdekatan dengan jantungnya Kota Semarang. Sejenak Aku melihat jam
digital handphone menunjukkan pukul 15.38 WIB sesuatu yg patut dikerjakan yaitu
melaporkan diri pada Sang Pencipta dengan bergegas mencari tempat untuk
bersuci. Segar terasa air basuhan hingga menetes ketika berjalan ke lantai 2
tempat untuk bermunajat Kepada Nya. Kata Amin istilah penyebutan harapan
bagi hamba khususnya agar bisa lebih memaknai dari perjalanan mencari ilmu dari
sesama manusia. Sekaligus menjadi tanda perlahan kaki meninggalkan tempat
bersimpuh menuju teras untuk sekedar bersantai menikmati sore hari nya di Kota
Semarang.
Sepertinya ada yang masih mengganjal dalam benak, tentang cara besok agar bisa segera kembali ke Pekalongan di pagi hari sebelum jam 07.00 WIB yang kemudian bisa on fire nandhang gawe. Jalur kereta api masih menjadi idolaku dengan fasilitas disiplinnya memungkinkan Aku bisa sampai sesuai rencana. Langkah selanjutnya membeli tiket di sekitar area Simpang Lima yang mematahkan ide dari awal untuk membeli tiket di Stasiun Poncol karena keadaan loket penjualan tiket telah penuh. Minta bantuan teman solusi paling ampuh dalam usaha pencarian tiket kepulangan. Teman tersebut bernama Mas Royyan kebetulan beliau masih bertugas disekitaran Kota Semarang. Kendaraaan beliau pun melaju bersamaku menuju arah Jalan sekitaran Wonodri dan berhentilah di pusat perbelanjaan modern. Tiket untuk besok sudah didapatkan, selanjutnya mencari amunisi perut agar tetap tenang saaat bermaiyahan. Satu jam tidak terasa dihabiskan sekedar sharing pengalaman diklat suka duka menjadi anak kos lagi di Semarang, begitulah kelakar Mas Royan yang kata belaiu hari masih panik menghadapi ujian besok. Suara Adzan Magrib pun sayup mulai terdengar dari arah timur. Sekitaran tempat makan pun turut menyautnya sebagai tanda waktu sholat magrib telah tiba. Bergegaslah kembali mencari tempat bernaung agar tetap terpaut Kehadiran Nya. Semakin ramai saja orang-orang mendekati Adzan Isya mungkin sekalian kedatangannya turut bermaiyahan di malam ini.
Chek sound telah terdengar di sekitaran area selatan halaman masjid. Panitia Gambang Syafaat sibuk mempersiapkan segala sesuatunya termasuk kain spanduk MMT sebagai alas untuk para jamaah sesekali mereka meluruskan satu sama lain agar tetap memberikan kenyamanan bagi jamaah maiyahan yang mulai berdatangan. Di bagian paling blakang terdapat tenda pedagang 2 diantaranya penjual marchandisedan 1 pedagang kopi panas. Paling diminati jamaah adalah kaos maiyah serta ciri khas kupluk (peci) berwarna putih melingkar dan ditengahnya berwarna merah. Hanya sekedar sebagai kenang-kenagan dari Maiyahan terpilih 1 kaos dan 1 buah kupluk untuk segera Aku tebus dari penjaja marchandise yang wajahnya mirip seperti pepi de explorer.
Seorang Bapak berdiri menghadap mimbar kemudian menghampiri ku sembari bertanya,
"Mas kalau mau ikutan jamaah ini ada kartu anggotanya apa
ndak?"tanya dia.
"Kayak nya sih ndak pake kartu anggotanya pak, hanya datang silaturahmi pas ada pertemuan tiap bulannya" kumudian Aku balik bertanya kepada Bapak ini.
"Lho...Aku kira Bapak ini dari tim Kiai Kanjeng Jogja Pak?"
"Ndak mas... Saya asli Wonosobo dinas nya di Semarang. Kebetulan Saya tadi siang membaca koran katanya ada pengajian Emha di Masjid Baiturahman" sahut Bapak atas pertanyaanku.
"Oya Pak...Monggo duduk aja, kayaknya acara sudah mulai mungkin ada pembukaan dari tim Gambang Syafaat" ajakku sambil berjalan menuju baris paling depan.
Panitia segera memberikan isyarat melalui microphone nya agar para jamaah yang hadir segera mengisi barisannya, sejenak kemudian pembukaan dimulai. Tadabbur Selfie adalah judul dari edisi 25 April 2016 dari maiyahan Gambang Syafaat. Tadabbur berarti wujud pendekatan hati untuk menumbuhkan kecintaan makhluk kepada Tuhannya. Selfi pada zaman sekarang upaya untuk memaparkan profil atas diri manusia kepada orang lain. Pencerahan demi pencerahan terus terbuka menghadirkan kecintaan hamba kepada Pemilik seluruh alam.
Selingan lagu di tampilkan oleh "musik biasa saja", paduan aliran musik pop dengan tambahan alat musik gamelan, biola, serta alat perkusi tradisional lainnya yang syarat kental lirik religinya. Ditengah tengah lagu di balik stage terdapat pintu yang cukup lebar sehingga kegiatan panitia didalamnya dapat terlihat oleh para jamaah. Sesekali melintas panitia berlalu lalang dengan kesibukannya. Terlintas seseorang berpakaian putih hingga kupluknya yang terlihat dari belakang, dalam hatiku pun berkata
"Mbah Nun sudah datang"
Berisik jamaah lainnya pun menyaksikan pemandangan yang baginya sangat luar biasa. Lirik lagu pun terus mengalir hingga pada akhirnya selesai. Mbah Nun segera menuju stage acara. Salam hangat menyambut diantara kebanggaan karena telah hampir 5 bulan terakhir beliau tidak sempat singgah dalam Gambang Syafaat. Diantara beberapa tempat yang beliau singgahi cukup lama Gambang Syafaat merindukan kehadirannya.
"Jika ada dua anak yang pertama selalu didampingi orang tuanya kemudian anak kedua dibiarkan begitu saja yang tumbuh mandiri maka lihatlah hasil kemandirian dari kedua anak tersebut. Anak yang dibiarkan begitu saja oleh orang tuanya akan bisa belajar atas kemandiriannya", sekiranya seperti itulah beliau mencairkan suasana pembukaan acara.
Sungguh nikmat kedamaian hati dapat bertemu tanpa hijab tim keamanan. Wajah putih terpancar dari paras yang menunjukkan banyaknya pengalaman hidup olehnya. Uraian panjang rambut mengikal ciri khas baginya sastrawan mempunyai tingkatan isi karyanya sebagai pengabdian kepada Tuhannya.
Masalah demi masalah dilontarkan dari jamaah sebagai cara beliau untuk mendekatkan diri kepada calon kader bangsa. Kebetulan yang hadir dalam acara tersebut masih berstatus sebagai mahasiswa di Kota Semarang. Gelak tawa terkadang menyisipi disetiap pertanyaan karena saking groginya harus berkomunikasi langsung kepada Mbah Nun.
Selingan lagu dibawakan oleh "musik biasa saja" agar suasana lebih santai oleh suara suara hasil karya alat musik dan seperangkatnya. Sembari Mbah Nun beristirahat menikmati kepulan asap rokok, kacang rebus serta pisang yang disajikan sama halnya jamaahnya tanpa ada pembeda baik jenis maupun tampilannya. Tidak hanya ucapan yang mempunyai unsur nasehat menurutku dia memberikan pencerahan setelah memberikan contoh yang telah beliau buktikan.
Puncak acara beliau semakin mengerucut atas pembahasan rangkaian acara malam itu. Rasa kantuk ku hampir tidak ada tanpa Aku menyadari bahwa waktu menunjukkan pukul 02.37 WIB. Sungguh luar biasa atas Kekuatan Nya bisa mendalami maiyah dengan keberuntungan bisa lebih dekat dengan jarak 2 meter bisa melihat langsung bersama Mbah Nun. Bukan tujuan untuk mentaklidkan beliau atau bahkan mengkultuskan atas kehadirannya. Melainkan luapan kebahagiaan atas kedatangan orang tua yang mengalami dan mengerti akan sejarah bangsa yang mencakup 3 periode orde baru, reformasi serta masa demokrasi atau bahkan sebelum orde baru, entah?yang Aku tahu beliau menjadi saksi sejarah Bangsa Indonesia.
Acara pun usai waktu hampir menunjukkan pukul tiga pagi yang ditutup atas doa nya bagi seluruh jamaah maiyah serta bagi bangsa Indonesia. Aku pun bergegas menuju stasiun menunggu kereta untuk kembali ke rumah dan semoga maiyah malam ini dapat bermanfaat terutama bagi kehidupan pribadi dan berharap Tuhan memberikan kekuatan beristiqomah Kepada Nya.
No comments:
Post a Comment