Tentang bank, saya tidak akan membahas sesuatu yang
berhubungan bunga bank atau bagi hasil, sebagai momentum akibat dari transaksi
keuangan. Kebolehan atau tidak mengenai hal itu, sangat elok saya serahkan
kepada Anda, subyek cara pandang serta resolusi pemikiran terhadap akibat dari
sistem tersebut. Tidak ada niatan pula, saya berusaha memberikan konotasi
negatif terhadap bank karena semua orang bisa mengetahui bahkan merasakannya
dari berbagai macam kebijakannya.
Membayar angsuran pinjaman bank sebelum jatuh tempo
bagi nasabah tidak ada apresiasi bentuk reward diberikan. Sedangkan membayar
setelah jatuh maka akan mendapatkan denda sekian persen dari jumlah angsuran.
Ini bukan rahasia publik dan masyarakat berdamai atas kebijakan tersebut.
Skor 1-0 serasa dimenangkan oleh bank ketika hutang
dilunasi malah kena penalty. Membayar denda atas pelunasan hutang menjadi
peraturan yang tak terelakan jika dirasa nasabah terlalu baik hati
mengembalikan sisa hutang. Kebaikan itu malah diperhitungkan sebagai laba bank
yang ditangguhkan. Niatan baik mengembalikan pinjaman lebih awal malah menjadi
momok bagi sebagian besar bank, sedangkan menambah saldo hutang menjadi angin
syurga keberadaan bank.
Kebijakan menggunakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM)
apabila diwajibkan seolah itu memaksa nasabah. Lalu yang prioritaskan adalah
kemudahan transaksi tanpa melalui teller.
"Pokoknya ini sudah menjadi aturan dari kami
bahwa ATM bisa memudahkan transaksi", celetuk Mbak Costumer Service yang
pipinya terlihat glow karena menggunakan krim tirai matahari.
Kata "pokoknya" sudah melegitimasi
kebijakan dan bisa membuat "mlongo" nasabah yang punya darah kritis
terhadap aturan. Namun, di sisi lain ada kebijakan sebagai sebab akibat dari
penggunaan ATM. Di sini nasabah terjerembab aturan yang menyarankan untuk
mencetak seluruh transaksi minimal tiap bulannya. Berarti nasabah harus rela
antri menunggu panggilan nomor di antara nasabah lain yang mempunyai
kepentingan berbeda hanya untuk mencetak sebuah buku tabungan.
"Lalu apa guna ATM jika tujuan untuk mengurangi aktifitas dengan
teller, pada kenyataaannya mengharuskan tiap bulan untuk mencetak buku
tabungan?"
"Mau protes?",
"Pokoknya ini sudah menjadi aturan dari kami", kata itu masih terngiang belum lama lagi.
"Mau protes?",
"Pokoknya ini sudah menjadi aturan dari kami", kata itu masih terngiang belum lama lagi.
Kejumawaan seseorang untuk anti terhadap bank juga
dianggap berlebihan. Terlalu naif pula bagi seorang karyawan, pedagang,
reseller, juragan, ataupun pengusaha tidak lepas dari transaksi bank. Menikmati
jalan raya beraspal sebagai hasil pembangunan tidak lepas dari percikan kiprah
bank sebagai perantara pembayaran proyek secara berkala. Bahkan orang desa
sekalipun selalu menanti kiriman uang dari anaknya yang merantau di kota besar
bahkan di negeri orang. Bank memudahkan yang jauh untuk lebih dekat sedekat
hati anak dengan orang tua, pembeli dengan penjual, karyawan dengan bosnya dan
simbiosis mutualisme yang telah terjadi di antara mereka.
Pada prinsipnya berkomitmen melakukan transaksi via
bank, berkutat pada transaksi digital berupa angka-angka yang menjadi dasar
dari sistem jaringan perbankan. Kalau si A mentransfer uang ke si B yang
dikirim jumlah digital angka yang harus dipencet di papan keyboard komputer.
Bukan berarti menghantarkan fisik uang ke tempat tujuan atau si penerima. Konon
sistem ini paling canggih dengan bantuan satelit dan jaringan internet di
angkasa yang saya dan juga mungkin Anda tidak pernah mengetahui proses
pastinya.
Begitu pula seorang konglomerat mendepositokan
kekayaannya bermilyar-milyar dolar maka sebenarnya bernilai dalam
ketergantungan angka depan 1 sampai 9 dan angka lanjutan berpa digit
dibelakangnya. Lebih dari itu, kita sangat tidak tahu bentuk fisik uang apa
iya, tersimpan di sebuah brankas atau mungkin ada gudang uang yang benar-benar
telah disediakan di masing-masing kantor pusat sebuah bank. Kita mentok saling
pandang mempertanyakan keberadaannya. Kalau nasabah sedikit guyon kepada bank,
fenomena itu bisa sedikit terkuak dan bisa mungkin itu terjadi. Dalam satu hari
yang sama seluruh nasabah mengambil seluruh saldo di bank dan dilakukan
serentak se-Indonesia, lalu apa yang akan terjadi sirkulasi kuangan perbankan?
Fenomena aktifitas hubungan mesra antara keuangan
dan perbankan seperti tidak bisa terpisahkan lagi. Mungkin Anda masih ingat,
dari semenjak kecil doktrin hemat pangkal kaya tercetak di balik sampul
berwarna coklat pada buku tulis yang di atasnya terdapat gambar garuda beserta
5 butir pancasila. Bapak dan ibu guru pun memberikan pelajaran paribahasa hemat
pangkal kaya, yang menjelaskan kalau kita ingin kaya maka kita harus berhemat.
Pada fase selanjutnya ketika berhemat maka ada uang yang disisihkan untuk
ditabung agar kelak dikemudian hari bisa menjadi sebuah investasi berupa uang.
Tak jarang dari bapak dan ibu guru kita menjadi fasilitator tempat menabung
sebagai umumnya cara ini relatif sebagai fungsi edukasi keuangan. Pola
penanaman pikir anak bahwa bank adalah tempat menyimpan uang agar lebih lebih
aman.
Namun, setelah dewasa perubahan itu seratus delapan
puluh derajat. Ada kebiasaan yang sangat mahfum dirasakan bagi para
mantan-mantan siswa ini jauh melesat sekitar 10 tahun belakang. Setelah
mempunyai penghasilan hilir mudik tawaran berbagai macam asuransi, investasi
bahkan kredit pinjaman bank terus berdatangan di ruang kerja bahkan di ruang
terbuka mesin ATM yang di temani oleh rok mini SPG bank. Iklan pinjaman uang
turut menelanjangi hutang di muka umum lalu membungkusnya dengaj kemudaham
transaksi tersebut dengan satu alat pembayaran berupa kartu kredit.
Tuntutan moral terkadang terbesit kepada sebuah
lembaga yang mempunyai fungsi mengumpulkan serta menyalurkan apabila menjamur
berkembang secara pesat. Alih-alih sebagai tolok ukur kemajuan perkembangan
perekonomian, banyaknya bank makin banyak pula interaksi perekonomian.
Masyarakat malah dimanjakan berbagai bentuk hutang yang terus menjerat di
sela-sela menikmati kekayaan yang dipercepat.
Sangat ironi, keberadaan masyarakat kecil seperti
saya yang mayoritas mempunyai uang recehan harus terus berhubungan dengan
sistem yang sebenarnya belum sampai kelas melakoninya.
Foto :google
No comments:
Post a Comment