Saturday, 23 December 2017

Pakaian

Saya harus mengiyakan dari berbagai kebiasaan berpakaian, saya termasuk sebagai seorang yang gagal modis. Mengkombinasikan warna pakaian dengan bawahan beserta asesoris topi, kacamata, ikat pinggang pun telak tidak ada nyambungnya dengan gaya tren "fashionable" tahunan yang berkembang. Seperti layaknya gaya laki-laki yang keluar masuk distro atau mall yang harganya terpaku mati seperti harga NKRI saat ini.

Saya harus berdaulat pada kehidupan saya sendiri dan semoga kebiasaan Anda pun juga tidaklah harus sama dan menyetujui kebiasan yang saya lakoni.

Kejujuran berpakaian yang saya rasakan adalah saat menggunakan kaos oblong, menggunakan celana pendek dan sandal swallow biru putih, naik motor kemudian pergi ke pasar tradisional.

Motor saya parkir lalu "ngobrol ngalor-ngidul" barsama pedagang molen, penjual bensin dan mas-mas yang mengatur parkir di pinggir toko sepanjang pasar. Sangat damai menyelami cerita pendek mereka. Mulai pertama kali berdagang yang tidak laku, jatuh bangun dari hutang sana-sini dan masalah pesaing barang dagangan terus menghujani telinga saya. Mereka seolah-olah kembali ke memori lama yang sangat jarang orang tanyakan, mereka antusias. Lalu menceritakan pengalamannya lagi berdagang dari daerah satu ke daerah yang lain.

Gaya tersebut kejujuran yang teramat dalam dibandingkan dengan klimisnya rambut karena pomade, wanginya pakaian karena "deodorant spray". Dengan cara itu mereka merasa kurang leluasa berbicara. Bahkan untuk mengutarakan dengan bahasa "Jawa Ngoko atau Jawa Kasar" mereka harus mentraslate menggantinya dengan "Krama Inggil atau Jawa Halus", mereka sangat kesulitan terbata-bata.

Pengaruh penampilan saat kita berbicara dengan orang lain menurut saya mempunyai andil menciptakan keterikatan emosional. Terlebih dari itu kita terlalu membohongi diri sendiri. Keterikatan itu memaksa orang lain harus "munduk-munduk" bukan mengenal seberapa jauh tentang diri kita melainkan dari asesoris yang sengaja kita ciptakan.

Masyarakat kita disadari ataupun tidak, belum bisa membedakan antara kebiasaan berpenampilan santai, semi formal dan formal. Yang dipahami hanya ada kesamaan ketentuan dari asas kebersihan, kepatutan, kerapian serta prioritas utama dari fisik personal. Asas tersebut terpondasi kuat dari kebiasaan semenjak kecil yang terus dibawa hingga dewasa.

Celana panjang, baju lengan panjang, kaos kerah, kaos oblong, serta jaket menu pokok pakaian sebagian besar seorang laki-laki Indonesia ketika keluar rumah. Format kepentingan, kondisi cuaca diabaikan asalkan asas kerapian dan lainnya sudah mencakup rasa percaya diri yang tak terhingga. 
Di titik tersebut tingkat keformalan penampilan terasa naik sedang format kepentingan diabaikan. Oleh karenanya mudah untuk mengenal orang Indonesia di Singapura, kebanyakan mereka memakai jaket dan terlihat formal sekali. Meskipun suhu udara tembus 34 derajat celsius.

Ternyata bahwa gaya berpakaian santai pada dasarnya gaya kejujuran menikmati hidup tanpa tendensi asesoris yang kita ciptakan. Dengan cara yang mudah dilakukan dalam waktu singkat tanpa keterikatan ketentuan dan itu ternyata dilakukan oleh masyarakat di negara tetangga kita.

Foto Google



No comments:

Post a Comment