Saturday, 23 December 2017

Otewe

Menurut saya, kata ini mulai berkembang di masyarakat seiring dengan penggunaan kata yang disingkat melalui pesan singkat atau SMS. Kata otw ini merupakan singkatan dari istilah "on the way" diambil dari bahasa Inggris yang berarti sedang di jalan.

Apabila ditulis secara keseluruhan itu membutuhkan 10 tempat karakter sedangkan hasil singkatan itu membuahkan 3 karakter, lebih irit pastinya. Memang ejaan berita SMS mengefisiensi jumlah kata dalam dunia pertelekomunikasian, masyarakat telah terdidik belajar menyingkat kata dengan sendirinya.

Akhir tahun ini, rating penggunaan kata tersebut mungkin saja mengalami peningkatan seiring arus perpindahan mengisi liburan. Status otw di media sosial bermunculan bersamaan dengan foto seseorang dalam perjalanan. Potret ini sebagai gejala sosial yang sedemikian lumrah di kalangan masyarakat
.
Sore itu saat sedang naik motor, saat setelah berhenti, kunci kontak saya pindah ke posisi "off". Saya menghampiri beberapa teman yang sedang berkumpul di teras depan rumah. Kepulan rokok pun menjadi mini atmosfer, saya berusaha tetap menikmati.
"Kok sampeyan ora otewe mas liburan kok ndek omah wae?", tanya teman saya yang hobinya membaca, statusnya orang.
"Ora otw, halah...nek mung otewe kuwi rumangsamu aku kerjo esuk, awan, bengi kui ora otewe?",
"Oya ya.. ya.. bener kui yo".
"Lha iyo,....!"
"Wong durung wayahe tiru, ojo selak kepincut, hobimu kuwi kakean nonton medsos, makane opo bae men podo koyo liyane",
"Ngunu yoan tho?"
"Kudu...iyo!",
"Haaa...haa..", mesam-mesem.
Respon skakmat, itu mengalir begitu saja dibarengi ekspresi konyol senyam-senyum melanjutkan obrolan lain bersama.

Di waktu lain saya kembali mengingat sepenggal pertanyaan itu dari kejujuran respon teman saya sebagai dampak dari media sosial. Jarak antara layar berbentuk kotak yang disebut "smart phone" itu tidak jauh dari mata. Sedangkan mata dan otak sebagai bentuk realisasi sebab akibat dari sesuatu yang dilihatnya.

Kiprah media sosial mempunyai kekerabatan sebagai seorang profil seseorang yang maya. Sisi aktualisasinya bisa diakses selama 24 jam 7 hari dalam 1 bulan. Pengguna akun bisa mengunggah status, foto, video serta tautan yang sangat mudah digunakan. Pelengkap fasilitas lain, yaitu dapat mengunggah video siaran langsung telah dibenamkan dalam aplikasi tersebut. 

Kata otw pun marak digunakan bersamaan tumbuhnya peradaban generasi millenial media sosial. Kecakapan fasilitas pengunggahan berupa foto maupun video meyakinkan informasi yang diunggahnya. Biasanya sebelum pergi buru-buru mengupdate status "otw...." secara berjenjang. Kemudian saat sampai ke tempat tujuan kembali mengunggah foto beserta "background" yang tampak pose asyik bergembira. Apalagi dibarengi kalimat "Indonesia itu indah" layaknya My Trip My Adventure lunas gembira otw berlibur.

Kebiasaan otw ini semakin menular apabila layar "smart phone" tersebut di scrooll ke atas kemudian dijumpai status yang sama, khususnya diwaktu liburan. Sedangkan posisinya hanya bisa stagnan dalam satu tempat dan tidak ada perpindahan (mobilitas). Nikmat hidupnya sedikit terkena "masuk angin", karena tidak bisa melakukan hal yang sama seperti lainnya. Memaksakan keadaan adalah jalur pintas agar keinginan tersebut terbayarkan, sama melakukan otw meskipun tak jauh dari tempat semula. Tak lama kemudian muncul status "Ben podo karo kancane".

Kata otw pun digunakan sebagai jawaban dari pertanyaan, "Posisi di mana?" ,biasanya melalui SMS. Kejadian ini mungkin Anda pernah mengalaminya disaat janjian bertemu dengan teman.

Momen menunggu tersebut bak berada di pertandingan tinju. Petinju yang satu telah siap bertarung kemudian lawannya masih di luar gedung pertandingan. Sungguh menunggu itu, membuat waktu semakin bebas terbuang.

Kemungkinan dari jawaban otw ada yang bersifat realita maupun "proses loby" klasik agar teman atau lawan janjian sedikit agak lega. Padahal kenyataanya, memakai sepatu saja belum dilakukan atau lebih ekstrim lagi, sedang berpakaian pun sudah berani membalas pesan singkat tersebut dengan otw. 

Jika ketangkap basah beranalogi seperti paribahasa sepandai tupai melompat, hape yang dipegangnya meleset akhirnya bisa jatuh juga. Paribahasa tersebut layak digunakan untuk tupai jaman sekarang. Apabila tupai tersebut terciduk ketahuan, otw-nya hanya sebatas bualan lalu berkilah, "Lho aku balesi otw maksudku Oke Enteni Wae!", owalah tupai semprul.

Foto :google
 

No comments:

Post a Comment