Sunday, 21 April 2019

Aking


Selama masih bisa dimanfaatkan maka gunakanlah barang tersebut, janganlah dibuang. Kiranya itu, orang kampung saya sering mengajarkan kebaikan untuk lebih berhati-hati menggunakan hasil bumi, padi misalnya.
Ketika panen tiba, dalam masyarakat Jawa ada istilah kegiatan "ngasag", yang berarti mencari sisa-sisa panen yang tidak lolos sortiran. Proses tersebut dilakukan pada petani memisahkan tangkai dan butiran padi yang disebut dengan istilah "nggepyok". 

Umumnya kegiatan "ngasag" dilakukan bagi masyarakat yang belum mempunyai sawah sendiri. Mereka berduyun-duyun turut riang gembira meraskan keberkahan panen yang luar biasa. Interaksi tersebut sebagai bentuk rasa syukur atas hasil bumi, dari hal yang tidak terpakai pun tetap dimanfaatkan agar tidak terbuang sia-sia.

Di kampung saya, Pak Kiai yang tidak sering mengatakan kata bid'ah sering memberikan wejangan sederhana sarat makna. Melalui tutur katanya sangat arif dan berkesan beliau pernah berpesan agar ketika makan jangan pernah meninggalkan sebutir nasi sekalipun. Karena bisa jadi kaberkahan nilai rasa syukur terjadi terletak di butir terakhir nasi yang kita makan.

"Lalu bagaimana dengan nasi yang masih sisa, namun keadaannya tidak layak dimakan?".
Orang kampung jika ada sisa nasi yang tak layak dimakan, selain dimanfaatkan oleh hewan unggas biasanya dijemur hingga kering. Proses penjemuran tersebut di atas "tampah" terbuat dari anyaman bambu hingga kering. Cara ini, dapat ditempuh agar nasi tidak cepat-cepat masuk ke tempat sampah. Hasil proses pengeringan nasi ini sering disebut dengan nasi aking. 


Setelah nasi aking terkumpul, dapat dijual yang dihargai dalam satuan kilogram. Ada beberapa warung tetangga yang bersedia membelinya dan menjualnya kembali sebagai bahan campuran makanan ternak. Hingga saat ini harga pasaran per kilo nasi aking mencapai Rp.3000 rupiah. Kadang masyarakat tidak mengambil tunai hasil penjualan nasi aking tersebut. Setidaknya sebagai tambah-tambah uang belanja saat membeli barang lainnya.
Pemandangan ini, semoga masih tetap ada di kampung yang mewarisi ketelatenan turun-temurun. Tidak hanya mewariskan harta benda melainkan pola-pola menghargai bentuk proses panjang pengolahan padi yang kerap dipandang sebelah mata.

No comments:

Post a Comment