Di era serba
digital baik informasi yang menyangkut perkembangan informasi, hiburan serta
komunikasi terpaku pada peralatan canggih yang bernama smartphone. Ponsel nan
sekaligus disematkan akses internet memudahkan menghubungkan dalam jejaring
(keterkaitan) personal menjadi ruang publik yang bersifat maya yang tidak
bertemu secara langsung. Media sosial menjadi sarana komunikasi bersama mengetahui
segala macam yang di unggah menjadi konsumsi bersama tanpa hal batasan apapun
apabila memang fasilitas privasi tidak diaktifkan oleh pemilik akun tersebut.
Saya
termasuk salah satunya pengguna media sosial aktif. Jejaring pertemanan bernama
facebook kerap saya kunjungi. Privasi tentang pekerjaan sudah saya aktifkan
sehingga tidak semua menemukan informasi pekerjaan yang sedang saya jalani. Alasannya
cukup simpel area pekerjaan tidak semuanya dapat dikonsumsi oleh publik.
Menilik
lebih lama lagi yaitu sekitar tahun 2006
saya telah resmi memiliki sebuah akun akun facebook. Alhamdulillah akun saya
ini awet hingga sekarang meski tanpa diformalin. Memang, saat pertama
menuliskan profil di kolom akun pekerjaan, lengkap sekali. Terlibat demam
eksistensi diri, itu pasti. Meski kala itu status pekerjaannya masih berstatus
sebagai pelajar atau mahasiswa, Entah korelasinya bagaimana antara pekerja,
pelajar atau mahasiswa statusnya disamakan. Biarlah darah alay sedikit mengalir
betapa komplitnya data-data tersebut saya sajikan layaknya mengisi Surat Izin
Mengemudi.
Bertambahnya
teman di dunia maya seiring dengan kegemaran saya bersepeda. Latar belakang
dari berbagai strata tidak menyulutkan niatan bersepeda. Akhir pekan menjelang
sore hari bermunculan unggahan foto bersepeda. Awalnya asyik-asyik saja,
keadaan itu tidak bertahan berlangsul lama. Faktor x adalah penyebabnya. Yaitu keadaan
politik merebak di media sosial yang menimbulkan kerancuan nasional dan para
goweser pun turut memberikan berbagai
pandangan atau lebih seringnya membagikan berbagai informasi tokoh
pendukungnya. Layaknya juru kampanye berorasi membanggakan jagonya bertarung di
atas meja perpolitikan.
Bersitegang
mempertahankan argumen jalan pembelaan buta terhadap pilihannya. Dampak
horisontal pun terjadi tidak dapat dipungkiri. Akhirnya semuanya berbeda
pendapat satu sama lain. Memberikan statemen saling meyakinkan kebenaran yang
sebenarnya tidak sepenuhya benar. Atau membela yang tidak sepatutnya dibela. Postingan-postingan
tersebut rawan oleh praktik adu domba devide
et empera. Sedangkan perdebatan tersebut tidak ada batasan, moderator atau
arah perdebatan menuju simpulan yang tercapai, umpatan kasar kerap itu terjadi.
Menghidar
dari ranah politik jalan aman agar keadaan psikologi mempunyai ritme teratur.
Postingan yang memberikan kemanfaatan bagi orang lain. Membuat seseorang lebih
bersemangat, tersenyum bahkan bisa memberikan tawa bagi mereka yang sedang
mencari sedikit hiburan di media sosial.
No comments:
Post a Comment