Lek Karyo masih saja ngetuprus sendiri, sambil
membolak-balikan uang koin 500-an.
"Lha iyaa....iyaa...uang segini kok masih bisa
beli cendol dawet. Alangkah bahagianya pembeli itu. Di saat uang lima ratusan
sebagai uang kembalian. Ini bisa untuk beli cendol dawet",
"Heeey....itu hanya di lagu Lek!", jawab
Kang Drakim.
"Nah...kalau saya ini malah menjadi doa Kang!", sergah Lek Karyo.
"Nah...kalau saya ini malah menjadi doa Kang!", sergah Lek Karyo.
"Kamu itu aneh-aneh saja Lek Karyo...wong itu
lagu malah ini dikatakan doa? samepyan itu mbok yang realistis mikirnya!"
"Oh....itu kan hanya pendapatmu yang belum tahu?"
"Oh....itu kan hanya pendapatmu yang belum tahu?"
"Weee...eee...Lha terus bagaimana menurutmu
Lek?"
"Nah...penyanyi ini sebenarnya berpesan, bahwa hidup itu tidak serta merta dihargai dengan uang receh 500 an. Mereka masih berharap ada orang baik yang secara cuma-cuma memberi kebaikan tanpa membuat perhitungan laba"
"Nah...penyanyi ini sebenarnya berpesan, bahwa hidup itu tidak serta merta dihargai dengan uang receh 500 an. Mereka masih berharap ada orang baik yang secara cuma-cuma memberi kebaikan tanpa membuat perhitungan laba"
"Ohhh...kok ada benarnya juga Lek?"
"Makanya, hidup itu tidak sebegitu amat dimaknai dari realita Kang. Bisa juga lirik itu adalah nasehat harapan".
"Makanya, hidup itu tidak sebegitu amat dimaknai dari realita Kang. Bisa juga lirik itu adalah nasehat harapan".
"Waaah...wah... berarti saya ini terlalu cepat
menyalahkan situasi ya Lek?"
"Sampeyan ngerti sendiri tho, salah satu bentuk esensi doa itu pengharapan bagi kita semua agar bisa lebih baik?"
"Sampeyan ngerti sendiri tho, salah satu bentuk esensi doa itu pengharapan bagi kita semua agar bisa lebih baik?"
"Iya bener Lek, uang 500 rupiah membuat saya
sadar bahwa hidup tidak selamanya dibatasi oleh angka realistis ada kekuatan
maha pembalas di dunia ini ya Lek Karyo?"
"Nah...itu maksudnya Kang Drakim!", jawab Lek Karyo.
"Nah...itu maksudnya Kang Drakim!", jawab Lek Karyo.
No comments:
Post a Comment