Friday, 25 October 2019

Kodrah


Jabatan nomor 1 di desa tak kalah menariknya seperti orang nomor 1 di Indonesia dalam sekala kecil. "Dadi lurah kudu biso dadi panutan apik. Karo dicondongi masyarakat ning deso. Niat mbangun deso, toto tentrem, kerto raharjo". Niatan kecil itu minimal ada dalam hati mereka.

Mungkin ini hal terkecil jabatan yang dipilih sebagai pelipur lara bahkan lebih diuntungkan dibandingkan dengan jabatan RT tanpa gaji dan seragam. Malah juga sering mendapat komplainan berupa ucapan "maido" khasanah dari warga. Ya warga yang gundah gulana, tadinya mendapat jatah beras raskin secar tiba-tiba jatah tersebut tidak lagi didapatkannya atau pembagian hal lainnya.

Proses pemilihan kepala desa yang disebut kodrah lurah mempunyai rangkaian tahapan. Dari pembukaan kesempatan menjadi kepala desa, proses pendaftaran, seleksi serta penetapan calon kepala desa. Uniknya dari proses itu tidak terlepas dari unsur kampanye dari berbagai tipe kampanye hitam (mukanya dilumuri cat hitam...haahaa...) atau serangan bada isya atau menjelang fajar,
selain yang mahfum menyampaikan program-programnya.

Dulu sebelum adanya teknologi MMT proses kampanye masih menggunakan profil hasil pertanian atau perkebunan. Gambar padi, ketela, kelapa, jagung dan lainnya menjadi profil kampanye yang difotokopi ditempel mirip vandalisme iklan sedot WC umum atau iklan obat kuat. Dari tiang listrik, pagar tembok, pos siskamling atau di rumah calon kepala desa dengan menambatkan figur aseli di hadapan rumah. Jadi kalau gambarnya ketela maka tak jarang di depan rumahnya terdapat ketela yang sengaja dipampang digantung sebagai ikon kandidat kepala desa.

Tentunya sangat menarik, dari perhelatan ini. Dari percakapan orang warung yang biasanya ngobrolin musim buah dan panen berubah menghangat dari pertanyaan, "Sing rame pilihan nomor piro?", meski yang bertanya bukan warga desa setempat. Melainkan seseorang yang hobi turut memanfaatkan suasana yang berujung pertaruhan.

No comments:

Post a Comment