Thursday, 16 May 2019

Selang dan Kadaver


Sewaktu Lek Karyo bekerja jadi tukang bersih-bersih, di sebuah fakultas kedokteran, ia sering bercerita tentang kebiasaannya nguping ketika mahasiswa sedang kuliah. 
Setelah semua pekerjaannya rampung, kebiasaan Lek Karyo duduk di bawah jendela Laboratorium Forensik. Sembari melepas lelah, topi warna biru kumal miliknya sering di taruh di atas lutut duduk kakinya berselonjor. Sambil menahan kantuk gliyat-gliyut. Lek Karyo berusaha mendengarkan diskusi dari seorang maha guru forensik yang terkenal low profil tak tampak figur seorang dosen.
Meski bau formalin yang sangat menusuk hidung, Lek Karyo berusaha menahannya. Maklum mata kuliah kadaver ini memang tak setiap hari dilakukannya. Hanya di hari Selasa, Rabu dan Jumat, laboratorium terasa hidup dengan beraneka ragam mahasiswa yang sedang belajar anatomi tubuh manusia yang sudah meninggal.
Lek Karyo tidaklah mudeng istilah-istilah yang baginya sangat asing. Bahkan orang berpendidikan pun kalau bukan fakultas kesehatan tidaklah bisa mengerti dari uraian dosen forensik ini kepada mahasiswanya.
Hari itu memang masih rezekinya Lek Karyo. Rasa penasaran yang ingin ditunggu-tunggu atas keunikan dosen yang sering menyelingi berbagai cerita tentang perjalanan hidupnya. Bagi Lek Karyo mendengar cerita orang lain lebih penting dari sekedar kebelet pub yang sekiranya masih bisa ditahan. Memang Lek Karyo manusia aneh, tidak ingin ketinggalan cerita yang baginya mungkin bisa bermanfaat dikemudian hari.
Setelah Pak dosen berbagi ilmunya yang efektif hanya setengah jam. Beliau berganti berbagi pengalamannya ketika bepergian. Kebiasaan itu dilakukannya semenjak dulu menjadi mahasiswa hingga sekarang mendekati usia pensiun sebagai dosen.
Kebiasaan aneh yang juga ikut diformalin layaknya instrumen-instrumen peraga ketika mengajar, membawanya seperti figur ciri khas yang sangat melekat. Kebiasaannya sebenarnya sangat sepele yaitu sering membawa selang ketika berpergian. Meski menimbulkan pertanyaan ketika seseorang melihatnya malah juga bisa berujung rasa penasaran fungsi alat yang digendong kemana-mana di tas ransel bawaannya.
Lalu fungsi selang itu sebenarnya untuk apa?
Pertanyaan itu juga menghinggapi benak para mahasiswanya ketika obrolan tersebut mencapai titik klimaks. Begitupun Lek Karyo, dahinya agak mengkerut, penasaran cerita yang ingin disampaikan hingga rasa kantuknya pun mulai hilang.
Rasa penasaran pun mulai terkuak ketika beliau tidak suka naik mobil pribadi kemanapun tujuannya. Bahkan untuk mengajar ke universitas tempatnya bekerja beliau rela naik bus dengan 2 kali naik turun operan beda jurusan di tempat tinggalnya Semarang. Kebiasaan ini juga diteruskan ketika mengajar hingga ke Bandung dua kali dalam tiap bulannya.
Di fasilitas umum, khususnya di terminal selang ini baru akan mulai bekerja. Ketika beliau akan ke toilet biasanya membuka tas ranselnya dan mengambil selang yang panjangnya hampir 2 meter. Seketika itu beliau menancapkan selang kedalam kran, sebelum ia melanjutkan keperluan lainnya di toilet.
Lalu alasannya apa menurut dosen itu?
Pertanyaan selanjutnya muncul. Beliau masih meragukan kebiasaan orang-orang yang kadang sembrono ketika menggunakan fasilitas MCK di terminal. Pengalamannya pernah suatu saat menjumpai bahwa gayung atau tempat mengambil air bersih sudah terisi air yang seharusnya berada di dalam kloset. Baginya merasa tertampar hingga saat menjelang masa senja pun seakan-akan masih was-was dan memilih jalur kebiasaan uniknya.
Lek Karyo manggut-manggut, menemukan jawaban itu. Lalu Lek Karyo sore tadi berpesan kepadaku sebelum pergi ke sawah.
"...Pekalongan seh rob gedhe, eman-eman motormu. Gowonen selang mengko nek ono kran gratis ndang kumbahono motormu kareben ojo cepet kropos!"
Seketika itu aku menjawab, "Siap Lek Karyo....suwun wes di elengke....sampeyan pengen di formalin ora Lek, koyo sing neng laboratorium forensik kuwi?", jawabku sambil ketawa.
"Kowe cen nggambleh...!" https://static.xx.fbcdn.net/images/emoji.php/v9/t4c/1/16/1f642.png


No comments:

Post a Comment