Dengan mengenakan sarung apa adanya
serta baju batik dan peci hitam agak miring, Lek Karyo terkenal sebagai orang
yang paling "nerimonan" di kampungnya.
Semalam beliau tidak tidur keliling
kampung, tidak karuan tujuannya. Di saat sholat tarawih tiba, ketika jamaah
sedang sujud, Lek Karyo berbenah membetulkan sandal jamaah. Ketika jamaah
berdiri dan duduk diantara 2 sujud, beliau mengawasi kendaraan di parkiran.
Begitu seterusnya sepertinya tingkah kebaikannya tidak ingin diperlihatkan.
Hari-harinya dipandang aneh bagi
sebagian orang. Ada yang menganggapnya gila. Mirisnya keanehan perilaku Lek
Karyo sering mendapatkan bully-an bahkan cacian dari anak-anak. Namun, bagi Lek
Karyo anak-anak adalah makhluk Tuhan yang belum mencapai tingkat kedewasaan.
Maka dengan penuh cinta Lek Karyo meladeni untuk bermain serta tertawa bersama.
Bahkan sekedar main petak umpet, dengan kerelaan hati beliau sering mendapat
jaga kandang dalam permainan. Lek Karyo mencari anak-anak yang bersembunyi
diberbagai tempat dan paling sembrononya tidak sedikit dari anak-anak malah
memilih pulang. Sedang Lek Karyo mencarinya hingga larut malam. Namun, bagi Lek
Karyo, semua itu sebagai nilai penghambaan kepada Tuhannya. Melayani menuju
kegembiraan orang lain, bagi dirinya tidaklah terlalu dipikirkan.
Kemarin sore menjelang buka puasa. Lek
Karyo masih di bawah depan pagar masjid. Seperti biasanya Lek Karyo orangnya
"wagu dan nyeleneh", semua tetangga sudah berada di dalam masjid
mengikuti pengajian sore. Malah beliau memilih berdiri, matanya tertuju ke
atas. Sambil mengeja tulisan MMT yang menempel hampir penuh sehalaman masjid
selama bulan Ramadan.
"Ramadan Bulan Penuh
Kegembiraan"
Kepalanya menengadah terus membaca
tulisan, kemudian berhenti diam sejenak. Lanjut membaca ulang kembali dan
berulang-ulang. Merasa aneh dengan tingkahnya Lek Karyo. Dari arah dalam masjid
tiba-tiba Edo menemuinya. Laki-laki berjenggot dari Jakarta itu yang tak lain
mantu dari Kang Mardi menyapanya kemudian berkata,
"Lagi belajar membaca tulisan
Lek?"
"Hmmm...."
"Kok...hmm...?bisa baca emangnya?"
"Raaa...maaaa...daaan buuuu...lan peee....nuh keeee...geembiiii...raaan"
"Nah...itu bisa"
"Hey Edo"
"Apa Lek?"
"Ini ide kamu?"
"Iya Lek, memang ide saya biar meriah Ramadannya"
"Masa iya?"
"Ohh....Ya....iya dong, kan tulisan ini baik Lek?"
"Wah itu anggapanmu aja"
"Hmmm...."
"Kok...hmm...?bisa baca emangnya?"
"Raaa...maaaa...daaan buuuu...lan peee....nuh keeee...geembiiii...raaan"
"Nah...itu bisa"
"Hey Edo"
"Apa Lek?"
"Ini ide kamu?"
"Iya Lek, memang ide saya biar meriah Ramadannya"
"Masa iya?"
"Ohh....Ya....iya dong, kan tulisan ini baik Lek?"
"Wah itu anggapanmu aja"
"Lho kok?"
"Kamu baru melakukan kebaikan kecil saja sudah bangga"
"Lantas Lek?Itu tulisannya salah begitu?"
"Hahahaha...Edo...Edo..."
"Coba baca pelan-pelan!"
"Ramadan bulan penuh kegembiraan"
"Kamu sudah gembira atas puasa hari ini?"
"Whhho ....hahaaa....gimana tho Lek?Lha jelas gembira hari ini"
"Kamu baru melakukan kebaikan kecil saja sudah bangga"
"Lantas Lek?Itu tulisannya salah begitu?"
"Hahahaha...Edo...Edo..."
"Coba baca pelan-pelan!"
"Ramadan bulan penuh kegembiraan"
"Kamu sudah gembira atas puasa hari ini?"
"Whhho ....hahaaa....gimana tho Lek?Lha jelas gembira hari ini"
"Jujur ...kamu benar gembira?"
"Iya dong...kan puasa bagi orang beriman"
"Oh...kamu merasa beriman kalau kamu sudah puasa?kemudian kamu bergembira?"
"Ya begitu lah Lek, kan hanya saya yang merasakannya"
"Akhh...yang bener?..kamu bergembira hari ini?"
"Serius Lek...saya bergembira hari ini",
"Iya dong...kan puasa bagi orang beriman"
"Oh...kamu merasa beriman kalau kamu sudah puasa?kemudian kamu bergembira?"
"Ya begitu lah Lek, kan hanya saya yang merasakannya"
"Akhh...yang bener?..kamu bergembira hari ini?"
"Serius Lek...saya bergembira hari ini",
"Ini belum waktunya buka lhoh,
jangan bohong"
"Iya saya bergembira karena Bulan Ramadan",
"Oh kalau kamu bergembira, saya mau mengusulkan kepada Tuhan agar Ramadannya sepanjang tahun agar puasa terus menerus",
"Iya saya bergembira karena Bulan Ramadan",
"Oh kalau kamu bergembira, saya mau mengusulkan kepada Tuhan agar Ramadannya sepanjang tahun agar puasa terus menerus",
"Oh....ya jangan...Lek!"
"Kok jangan?kan bisa membuatmu bergembira.
"Wah...kok puasa terus Lek?ya...jangan tho!"
"Kok jangan?kan bisa membuatmu bergembira.
"Wah...kok puasa terus Lek?ya...jangan tho!"
"Lho...katanya kamu bergembira
kalau puasa?"
"Iya....iyaa...kok saya khawatir kalau puasa sepanjang tahun"
"Kamu gimana sih, gembira apa engga?"
"Emmm....iyaa...."
"Iya....iyaa...kok saya khawatir kalau puasa sepanjang tahun"
"Kamu gimana sih, gembira apa engga?"
"Emmm....iyaa...."
"Ayoo....jujur....!"
"Yaa....Emmm...."
"Jujur aja lebih enak?"
"Engga bergembira sih Lek, banyak hal dikekangnya"
"Wah.. kamu sudah berbohong pada dirimu sendiri"
"Yaa....Emmm...."
"Jujur aja lebih enak?"
"Engga bergembira sih Lek, banyak hal dikekangnya"
"Wah.. kamu sudah berbohong pada dirimu sendiri"
"Ohh ...apa iya Lek?terus gimana
baiknya?"
"Hmmm....kamu sudah mengakui kalau puasa ini berat dan membuat kamu sebenarnya tidak bergembira?"
"Iyaa mengakui lek"
"Hmmm....kamu sudah mengakui kalau puasa ini berat dan membuat kamu sebenarnya tidak bergembira?"
"Iyaa mengakui lek"
"Jadi begini, kamu harus mengerti
hakikatnya puasa"
"Gimana itu Lek?"
"Meskipun Tuhan memerintahmu untuk puasa, dengan apapun halangannya meskipun sebenarnya kamu tidak bergembira, namun kamu harus mengerti bahwa letak kemuliaan pengabdianmu di sana".
"Gimana itu Lek?"
"Meskipun Tuhan memerintahmu untuk puasa, dengan apapun halangannya meskipun sebenarnya kamu tidak bergembira, namun kamu harus mengerti bahwa letak kemuliaan pengabdianmu di sana".
"Ohh...begitu Lek?"
"Mau berdampak susah atau bergembira, jikalau ini sudah perintah maka lakukanlah atas sifat penghambaanmu Kepada-Nya"
"Mau berdampak susah atau bergembira, jikalau ini sudah perintah maka lakukanlah atas sifat penghambaanmu Kepada-Nya"
"Saya...ini terlalu banyak
berbohong pada diri sendiri Lek"
"Wah...memang kamu harus banyak merenung Edo, banyak hal yang tidak sepantasnya merasa berbangga diri"
"Iyaa Lek...betul omonganmu"
"Ayo sudah waktunya buka...saya mau pulang, agar jatah takjil saya diberikan kepada yang berhak", tukas Lek Karyo meninggalkan Edo yang meneruskannya membagikan takjil di masjid dekat rumahnya.
"Wah...memang kamu harus banyak merenung Edo, banyak hal yang tidak sepantasnya merasa berbangga diri"
"Iyaa Lek...betul omonganmu"
"Ayo sudah waktunya buka...saya mau pulang, agar jatah takjil saya diberikan kepada yang berhak", tukas Lek Karyo meninggalkan Edo yang meneruskannya membagikan takjil di masjid dekat rumahnya.
(Terinspirasi Cerita Sufi karya Rusdi
Mathari)
No comments:
Post a Comment